Akhir Tahun, Densus 88 Tangkap 8 Tersangka Kurir Santoso di Palu

Keisyah Aprilia
2016.01.04
Palu
santoso-1000 Polda Sulteng memperlihatkan barang bukti yang disita dari kelompok Santoso selama setahun operasi Camar Maleo dalam jumpa pers di Palu, Kamis, 31 Desember 2015.
Photo: Benar

Diperbaharui pada 5-1-2016, 22:10 WIB

Dengan ditangkapnya sepasang suami-istri pada 31 Desember 2015 di Poso, Sulawesi Tengah, pasukan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror total menangkap 8 orang terduga anggota jaringan militan pimpinan Santoso pada minggu terakhir pada tahun 2015.

Kepolda Sulteng, Brigjen Pol Idham Aziz mengatakan, keduanya,  Asri alias Parakasi dan istrinya, Susilawati alias Wati, ditangkap di Desa Labuan, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso. Idham mengatakan pasangan itu ditangkap sehari setelah penangkapan enam warga yang diduga terlibat kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso - kelompok yang juga diyakini telah melakukan baiat kepada Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS),  di Desa Tayawa, Kecamatan Tojo, Kabupaten Tojo Unauna.

“Pasangan suami -istri dan enam warga lain yang lebih dulu ditangkap adalah kurir aktif kelompok Santoso. Mereka menjadi kurir untuk mengantarkan orang yang baru bergabung atau logistik ke kelompok tersebut di pegunungan Poso," ujar Idham kepada BeritaBenar di Palu, Senin.

Ditambahkan, pasangan suami-istri itu adalah warga biasa yang berprofesi sebagai petani. Sedangkan mengenai enam orang yang ditangkap terdahulu,  "Yang pasti dari enam warga yang ditangkap, ada yang berprofesi sebagai pedagang ikan di pasar Tayawa. Untuk mengetahui lebih detail tentang bagaimana mereka bisa menjadi kurir MIT, masih kita dalami," imbuh Idham.

Kepala Bidang Humas Polda Sulteng, AKBP Hari Suprapto menambahkan, kedelapan warga itu hingga kini masih dipemeriksa penyidik di Markas Kepolisian Daerah (Mapolda)Palu.

"Semuanya kita periksa di Palu. Karena ada tim khusus yang sudah disiapkan untuk memeriksa mereka di Mapolda," katanya kepada BeritaBenar.

Hak warga jangan diabaikan

Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas-HAM) Sulteng, Dedy Askari yang diminta tanggapannya, mengatakan, pihak kepolisian harus bersikap netral dan tidak mengabaikan hak-hak warga yang diperiksa karena diduga terlibat kelompok MIT.

Dia melanjutkan, pihak kepolisian harus benar-benar memastikan apakah kedelapan warga itu benar-benar terlibat MIT yang diyakini punya hubungan dengan kelompok teroris Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) atau tidak.

"Itu juga harus tegas, jangan sampai hanya terperiksa atau saksi langsung dijadikan tersangka. Ini mencederai institusi Polri jika sudah demikian. Polisi harus segera memastikan status mereka. Makanya polisi harus benar-benar melakukan tugasnya dengan baik," tegas Dedy.

Komnas HAM memandang, kinerja Polri dalam pemberantasan kelompok bersenjata sudah membuahkan hasil. Hal itu terlihat selama tahun 2015, 24 anggota kelompok Santoso ditangkap.

"Bahkan tujuh dari mereka tewas. Secara garis besar, pihak kepolisian tak melakukan pelanggaran HAM. Tapi polisi harus bisa menjelaskan ke publik, bahwa anggota MIT yang tewas bukan sengaja ditembak, tapi murni tewas karena terlibat baku tembak dengan aparat saat menggelar operasi. Ini juga hal sangat penting," ujar Dedy.

Operasi Camar Maleo

Untuk mengejar kelompok Santoso, empat Operasi Camar Maleo melibatkan Densus 88, polisi dan TNI digelar di Poso.  Operasi ini akan berakhir pada 9 Januari 2016.

Gubernur Sulteng Longki Djanggola meminta Polda agar melanjutkan operasi pengejaran dan penangkapan terhadap kelompok Santoso agar warga di Poso – khususnya yang berada di pesisir hutan dan pegunungan –  tetap merasa aman dan nyaman. Selama ini, kata dia, banyak warga mengeluh karena belum semua kelompok Santoso tertangkap.

Menurutnya dalam operasi ke depan Polda bisa melibatkan siapa saja, termasuk personel TNI dan lembaga lainnya seperti dalam operasi Camar Maleo.  "Pemerintah (daerah) pasti siap membantu jika Polda membutuhkan sesuatu dalam pelaksanaan operasinya," ujar Longki.

Selama operasi, polisi telah menangkap 24 terduga teroris, tujuh di antaranya tewas dan 17 lainnya sedang dalam proses hukum. Operasi ini juga mengakibatkan dua polisi dan seorang anggota TNI tewas dan empat polisi luka-luka, demikian disampaikan Idham.

Menurut data intelijen, hingga kini jumlah anggota kelompok Santoso hanya tersisa 32 orang. Dari jumlah itu, menurut polisi, terdapat dua warga negara Cina dari etnis Uighur dan tiga perempuan.

Hubungan dengan ISIS

Menurut  Idham, Santoso dan ke-31 anak buahnya yang juga telah diyakini melakukan sumpah setia terhadap ISIS , masih bersembunyi di hutan sekitar Poso Pesisir sampai wilayah Sausu, Kabupaten Parigi dan Napu, Kabupaten Poso.

Sehubungan dengan ISIS, pemerintah yakin terdapat lebih dari 1000 simpatisan kelompok militan itu di seluruh  Indonesia. Pada Desember 2015 pemerintah telah menangkap 9 tersangka plot serangan Natal dan tahun Baru yang beberapa diantaranya diyakini terlibat ISIS.

Tidak ada data pasti mengenai berapa orang yang ditangkap sehubungan dengan ISIS.

Mengenai jumlah WNI yang berada di Suriah, Polri mencatat 350 orang.  Sementara Ketua Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Saud Usman mengatakan ada sekitar 700 WNI di Suriah. Sementara  Kementerian Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan mencatat ada sekitar 800 WNI yang sudah bergabung dengan ISIS dan jumlah tewas mencapai hampir 60 orang.

Sementara itu pakar terorisme mengatakan keinginan ISIS untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu wilayat (khalifah provinsi) bukanlah sesuatu yang tidak mungkin.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.