Dana Otsus dan Kewenangan Picu Konflik Baru Papua - Pusat

Victor Mambor
2016.02.22
Jayapura
160222_ID_Papua_1000 Dua perempuan berjalan di samping hasil kebun warga Kabupaten Jayawijaya yang akan dilelang kepada para pejabat daerah dalam rangka HUT Gereja Injili di Indonesia (GIDI), di Wamena, 14 Februari 2016.
Victor Mambor/BeritaBenar

Sejak otonomi khusus (Otsus) diberlakukan tahun 2001 di Tanah Papua – Papua dan Papua Barat – pemerintah pusat telah menggelontor dana Rp 42 triliun untuk kedua daerah itu. Tapi pembangunan belum terlihat nyata di Bumi Cendrawasih.

Tahun ini, APBD Papua ditetapkan sebesar 11,756 triliun. Dalam empat tahun terakhir yaitu selama 2012-2015, Papua menetapkan APBD sebesar 7,3 triliun,  8,184 triliun, 11,205 triliun dan 13,26 triliun rupiah.

Tapi Pemerintah Provinsi Papua menganggap puluhan triliun dana itu tak cukup. Sedangkan pusat menyebut pemerintah daerah tak bisa mengelola dana dengan baik. Akibatnya, tolak tarik dan saling tuding itu dikhawatirkan dapat memicu konflik baru antara pemerintah pusat dan Papua.

Dana besar belum cukup

"Pada 2002-2015, dana (untuk Papua) hampir Rp53 triliun, dana otsus mencapai Rp42 triliun dan dana infrastruktur Rp12 triliun. Nah, masalahnya ke mana itu barang?" ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam), Luhut B. Pandjaitan.

Hal itu disampaikannya dalam rapat kerja tentang Otsus Papua dan Papua Barat dengan Komisi I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI di Jakarta, beberapa waktu lalu. Dia menyatakan dana yang masuk ke Papua dan Papua Barat bukan sedikit, namun hingga kini belum terlihat ada kualitas infrastruktur yang bagus di Papua.

Pernyataan Menkopolhukam tersebut membuat Gubernur Papua, Lukas Enembe berang, karena seolah pemerintah setempat tidak mampu bekerja. Ia juga merasa kalau dituding begitu, lebih baik mengembalikan dana Otsus kepada pemerintah pusat.

Pasalnya, tutur Enembe, dana Otsus sangat kecil dan tidak membawa manfaat bagi pembangunan di Papua. Malah dana Otsus itu dijadikan komoditas politik oleh pusat untuk mengintimidasi pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di Papua.

“Kita seperti diolok-olok oleh Pemerintah Pusat. Daripada ini menjadi isu politik, mendiskreditkan pejabat-pejabat di Papua, lebih baik kita kembalikan. Lebih baik kita mengelola sendiri sumber kekayaan alam Papua,” ujar Enembe kepada BeritaBenar, Minggu 21 Februari 2016.

Enembe meyakini berbagai hambatan di lapangan telah membuat para kepala daerah di Papua menghadapi banyak tantangan untuk bisa mengelola anggaran tersebut dengan baik, dan malah sering berujung pada masalah hukum.

“Dana Otsus terlalu kecil, saya bagi Rp100 miliar ke kabupaten, itu di daerah pegunungan cuma cukup untuk membangun dua jembatan saja. Jadi sangat tidak bermanfaat,” tutur Enembe.

Namun keinginan Gubernur Papua yang hendak mengembalikan dana Otsus ke Pusat dianggap tidak logis oleh Robert Jitmau, aktivis Solidaritas Pedagang Asli Papua. Jika dana dikembalikan, kata dia, sama saja mengakui ketidakmampuan pemerintah daerah mengelola pemerintahan.

“Kalau mau kembalikan, alasannya harus logis. Kalau merasa diintimidasi oleh pusat yang menuduh pemerintah daerah tidak bisa mengelola dana otsus, itu tak logis. Dimana-mana juga penggunaan dana harus dipertanggungjawabkan,” ujar Jitmau.

Banyak pejabat di luar daerah

Menurut Menkopolhukam, dana Otsus tak dikelola secara benar karena sebagian besar pejabat Papua sering berada di luar daerah. Mereka lebih sering berada terutama di Jakarta.

"Hampir 60 persen pemimpin-pemimpin di Papua meninggalkan tempatnya. Bagaimana dia mau memanage dengan baik. Salah Pemerintah Pusat di mana. Jadi, manajemen itu yang tidak baik," ujar Luhut seperti dilansir beberapa media.

Pernyataan Luhut ditanggapi serius oleh John Gobay, Ketua Dewan Adat Paniai. Dia membenarkan banyak pejabat Papua sering bepergian ke luar daerah selama berhari-hari, bahkan berbulan-bulan. Namun hal ini harus dilihat dengan bijak.

“Setahu saya, mereka pergi itu untuk lobi ke pemerintah pusat. Baik lobi dana pembangunan atau lobi pemekaran. Pancing uang dengan uang, istilah mereka. Para pejabat sering berada di Jakarta. Jadi tidak bisa salahkan satu pihak saja,” tegas Gobay.

Gubernur Papua, saat diwawancara BeritaBenar, mengakui pejabat Papua sering ke Jakarta. Tetapi, hal itu bukan karena kemauan mereka sendiri, melainkan ada undangan atau panggilan dari pemerintah pusat.

“Tapi undangan atau panggilan bukan untuk memberi petunjuk menyelesaikan permasalahan Papua,” ujarnya.

Untuk itu sejak pekan lalu, Enembe telah menginstruksikan seluruh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkungan Pemerintah Papua agar tak meninggalkan tempat tugas selama pemeriksaan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) perwakilan Papua.

“Mulai sekarang tidak boleh lagi ada orang memenuhi panggilan dari Jakarta. Tidak usah ke Jakarta (karena) omong kosong semua,” tandasnya.

Sebelumnya Menkopolhukam Luhut mengumumkan dia menugaskan BPKP untuk melakukan audit dana Otsus yang selama ini dialirkan ke Papua dan Papua Barat pada bulan Maret mendatang.

Otsus hendak dikebiri?

Ketua DPR Papua, Yunus Wonda menilai dana bukan ukuran dalam Otsus, tetapi kewenangan harus benar-benar diberikan. Ada beberapa undang-undang baru yang seolah memangkas kewenangan UU Otsus Papua sehingga dia yakin Pusat secara tak langsung mau mengebiri Otsus Papua.

“Seberapapun besar dana yang dikucurkan ke Papua tak ada artinya jika tidak diikuti kebijakan dan kewenangan yang diberikan ke daerah,” katanya.

Wonda menyontohkan beberapa infrastruktur yang mestinya dikerjakan daerah tapi diambil alih Pemerintah Pusat, seperti pembangunan pasar untuk pedagang asli Papua.

“Sepertinya kini Otsus mau dipangkas. Kewenangan akan diambil alih semuanya oleh Pusat. Dana infrastruktur untuk Papua sudah dikurangi. Kini ada beberapa hal yang juga terlihat mulai diambil pusat,” kata Wonda.

Wakil Ketua Komisi I DPR RI dari Partai Golkar, Tantowi Yahya, mengharapkan persoalan Papua dapat diselesaikan tanpa menimbulkan masalah baru. “Saya prihatin dengan cara pemerintah menangani masalah di Papua,” katanya singkat.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.