Kajian sebut industri nikel di Maluku Utara langgar HAM, akibatkan deforestasi
2024.01.17
Jakarta
Kompleks industri nikel raksasa bernilai milyaran dolar di Maluku Utara yang dimiliki perusahaan-perusahaan China telah melanggar hak asasi penduduk dan menyebabkan deforestasi yang signifikan, menurut laporan kelompok advokasi iklim yang dirilis Rabu (17/1).
Laporan dari Climate Rights International (CRI) berjudul “Nikel Dikeduk: Dampak Industri Nikel di Indonesia Pada Manusia dan Iklim,” menyebutkan perusahaan yang berkoordinasi dengan Polri dan TNI telah menyerobot lahan serta mengintimidasi penduduk yang terancam kehilangan mata pencaharian mereka.
Sebagian besar nikel yang diproses di Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP) dan di tempat lain di Indonesia diekspor untuk memenuhi permintaan terhadap nikel untuk dipakai dalam teknologi energi terbarukan, termasuk baterai kendaraan listrik.
“Transisi dari kendaraan berbahan bakar minyak ke kendaraan listrik adalah bagian penting menuju transisi global dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan, namun tumbuhnya industri mineral penting tidak boleh mengulang praktik-praktik keji dan merusak lingkungan yang telah dilakukan oleh industri ekstraktif selama puluhan tahun,” kata Krista Shennum, peneliti dari CRI.
IWIP adalah gabungan dari tiga perusahaan swasta yang berkantor pusat di China yakni Tsingshan Holding Group, Huayou Cobalt Group, dan Zhenshi Holding Group.
Tsingshan, yang memiliki saham 40 persen di IWIP, adalah salah satu produsen nikel dan baja terbesar di dunia dan juga berinvestasi besar-besaran di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), kompleks pengolahan nikel di Sulawesi Tengah yang telah menjadi sorotan karena serangkaian kecelakaan yang menyebabkan kematian.
Peneliti CRI Adi Reynaldi mengatakan industri otomotif global yang mengambil pasokan nikel dari Indonesia, termasuk Tesla, Ford, dan Volkswagen, harus mengambil langkah untuk memastikan nikel yang digunakan dalam kendaraan listrik mereka tidak melanggar HAM dan tidak didapatkan dari hasil merusak lingkungan.
“Kami berharap perusahaan kendaraan listrik ini juga bisa berani mengambil sikap untuk tidak membeli nikel dari perusahaan bermasalah,” kata Adi kepada BenarNews.
Adi juga mendesak pemerintah Indonesia segera menghentikan perizinan untuk semua pembangkit listrik tenaga batu bara baru, termasuk pembangkit listrik tenaga batu bara yang digunakan di kawasan industri.
Tanpa konsultasi dengan warga
Max Sigoro, nelayan berusia 51 tahun di perairan Desa Gemaf, Halmahera dekat kawasan IWIP, adalah salah satu dari warga yang diwawancara CRI. Dia menuturkan sebelum ada perusahaan ini, kualitas air laut bagus dan dia mendapat banyak ikan.
Namun akibat polusi yang ditimbulkan oleh industri peleburan di IWIP serta penambangan nikel di daerah tersebut, hasil tangkapan Max anjlok drastis, sehingga membuatnya semakin sulit untuk menafkahi diri sendiri dan keluarganya.
“Setelah ada perusahaan ini memancing saja tidak bisa. Jadi kalau memancing di sana dekat perusahaan, kami selalu dikejar-kejar,” terang Sigoro seperti ditulis laporan tersebut.
“Air laut juga banyak limbah. Air ini berubah dari IWIP. Air lautnya sudah jadi kotor. Kapal-kapal itu membuang limbah ke laut,” tambahnya.
Maklon Lobe, pria suku Sawai berusia 42 tahun asal Desa Gemaf, memiliki lahan pertanian yang ditanami kakao, sagu, dan pala yang berada di dalam batas-batas wilayah IWIP saat ini.
Maklon mengatakan bahwa pada 2018, perwakilan IWIP menebangi pohon-pohon miliknya, memblokir jalan untuk memutus akses ke kebunnya, dan menggali tanah, tanpa seizinnya.
“Selama periode itu, sejumlah aparat kepolisian mendatangi rumahnya ‘entah berapa kali’ dan meminta penjelasan mengapa ia enggan menjual tanahnya kepada IWIP,” tulis laporan CRI.
BenarNews telah meminta komentar baik dari Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Dadan Kusdiana lewat pesan singkat, dan IWIP melalui email, namun tidak memperoleh balasan.
Deforestasi
Selain itu, CRI melaporkan penambangan nikel di daerah tersebut telah menjadi penyebab deforestasi dan hilangnya keragaman hayati secara signifikan.
Setidaknya 5.331 hektare hutan tropis telah ditebang di dalam konsesi pertambangan nikel di Halmahera, menyebabkan hilangnya sekira 2,04 metrik ton gas rumah kaca (CO2e) yang sebelumnya tersimpan dalam bentuk karbon di dalam hutan-hutan tersebut.
Selain ketiga perusahaan China pemegang saham IWIP, kian banyak perusahaan yang telah mengumumkan rencana membangun fasilitas industri di kawasan itu untuk memproduksi bahan nikel untuk baterai mobil listrik.
Alih-alih menggunakan energi terbarukan seperti tenaga matahari dan angin yang melimpah, IWIP justru membangun setidaknya lima pembangkit listrik tenaga uap di luar jaringan (captive power plants) sejak 2018, dan berencana membangun total 12 pembangkit baru, lapor CRI.
Pembangkit tersebut akan menyuplai sekira 3.78 gigawatt per tahun dengan membakar batu bara kualitas rendah dari Kalimantan, yang melebihi penggunaan batu bara Spanyol dan Brasil dalam satu tahun.
Parid Ridwanuddin, manajer kampanye pesisir dan laut organisasi lingkungan WALHI, mengatakan proyek nikel yang dilakukan pemerintah di pulau Sulawesi dan Maluku Utara telah menghilangkan sekitar 25.000 hektar hutan alam.
“Jika proyek nikel ini dilanjutkan, berpotensi merusak 700.000 ribu hektar hutan alam,” jelas Parid kepada BenarNews.
Parid menambahkan kerusakan lingkungan di Maluku Utara cepat terjadi karena wilayah itu terdiri dari pulau-pulau kecil yang rentan yang membedakannya dengan wilayah Jawa.
“Wilayah Maluku Utara terdiri dari 70% lautan. Kalau lautnya tercemar, maka daratnya juga akan hancur,” jelasnya.
Parid menegaskan sejauh ini program transisi energi Indonesia hanya melahirkan tiga hal yakni bencana baru, kerusakan baru, dan kemiskinan baru.
“Banyak nelayan di Maluku Utara tambah miskin, karena lautnya sudah tercemar,” ujarnya.
Proyek strategis nasional yang semena-mena
Muhammad Andri Perdana, peneliti Center of Economic and Law Studies (Celios) mengatakan leluasanya perusahaan-perusahaan China di Indonesia tidak lepas karena IWIP merupakan proyek strategis nasional yang membuat mereka bisa semena-mena menjalankan proyek.
Andri menerangkan diskresi terhadap proyek yang dianggap strategis seperti IWIP telah tertuang dalam Peraturan Presiden nomor 3 tahun 2016.
“Baik secara sengaja maupun tidak sengaja, diskresi tersebut memberikan perlindungan hukum kepada pejabat yang melaksanakan proyek tersebut walaupun tidak memperlakukan konsultasi terhadap masyarakat setempat,” jelasnya kepada BenarNews.
Untuk itu, Andri mendesak pemerintah untuk merombak aturan-aturan dalam proyek strategis nasional agar tidak merugikan masyarakat dan mencegah kerusakan lingkungan meluas.
“Itu harus dievaluasi agar proyek-proyek nikel tersebut bermanfaat bagi masyarakat setempat tidak hanya kepada pemodal,” katanya.
>>> Anda ingin terinformasi berita-berita terkait Pemilu 2024, silakan klik di sini.