Indonesia Kembali Laporkan Kasus Kematian Harian Tertinggi COVID-19

Satgas mengatakan hingga saat ini, 64.845 orang masih dirawat di rumah sakit terkait virus corona.
Tia Asmara
2020.12.11
Jakarta
Indonesia Kembali Laporkan Kasus Kematian Harian Tertinggi COVID-19 Seorang tenaga kesehatan dalam APD di tengah pandemi Covid-19, tampak tertidur kelelahan setelah menangani pasien di sebuah rumah sakit di Bandung, Jawa Barat, 6 November 2020.
AFP

Angka kematian harian kasus COVID-19 di Indonesia kembali mencapai rekor tertinggi dengan penambahan 175 orang dalam 24 jam terakhir, dan angka kasus penularan secara nasional tembus di atas 600.000 pada Jumat (11/12).

Rekor baru angka kematian tersebut menjadikan total orang meninggal karena Covid-19 di seluruh Indonesia mencapai 18.511 jiwa. Pada hari yang sama kasus positif COVID-19 bertambah 6.310, sehingga total secara nasional menjadi 605.243 kasus sejak penularan pertama terkonfirmasi menurut pemerintah pada 2 Maret 2020. Hingga kini angka kematian dan penularan COVID-19 di Indonesia masih tertinggi di Asia Tenggara.

Sementara itu angka kesembuhan bertambah 4.911 sehingga total nasional menjadi 496.886.

“Kematian yg tinggi biasanya disebabkan karena pasien tidak ditangani lebih awal di fasilitas kesehatan. Saat datang ke rumah sakit sudah dalam kondisi buruk,” ujar juru bicara satuan tugas (satgas) penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, kepada BenarNews.

Sebelumnya, rekor angka kematian harian terjadi dua hari lalu dengan 171 korban.  

Kenaikan kematian tertinggi terjadi di Jawa Timur dengan penambahan kasus kematian sebanyak 51 orang, diikuti provinsi Jawa Barat (21), serta DKI Jakarta dan Jawa Tengah dengan masing-masing 18 orang meninggal dunia.

Sementara lima provinsi dengan kasus positif terbanyak antara lain Jakarta dengan 1.232 kasus, Jawa Barat (1.029), Jawa Tengah (998), Jawa Timur (748) dan Sulawesi Selatan dengan 259 kasus.

Jumlah kasus COVID-19 di Indonesia diyakini lebih besar dari angka resmi pemerintah, mengingat tingkat tes yang terbilang rendah dibandingkan dengan negara lainnya.

Pemerintah daerah perlu memperbanyak tes dan pelacakan agar lebih banyak kasus terdeteksi dini, kata Wiku.

“Semoga dapat dilakukan agar dapat menekan angka kasus positif dan kematian dan meningkatkan angka kesembuhan,” ujar Wiku.

Hingga saat ini, 64.845 orang yang kini masih mendapatkan perawatan di rumah sakit, menurut satgas.

Data penerima vaksin

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjelaskan saat ini pemerintah sedang mendata penerima vaksin melalui penyaringan yang masuk prioritas.

”Proses pendataan dilaksanakan secara terintegrasi melalui Sistem Informasi Satu Data Vaksinasi COVID-19 yang dikoordinasikan Kemenkominfo,” kata Terawan.

 “Data yang dihimpun sudah mencakup secara detail nama dan alamat,” kata dia dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis, seperti dikutip situs Sekretariat Kabinet.

“Pemerintah juga akan memetakan suplai dan distribusi vaksin dengan lokasi vaksinasi. Sistem yang akan diintegrasikan ini juga akan memonitor hasil pelaksanaan vaksinasi,”

Ia menjelaskan pemerintah menyiapkan dua skema pelaksanaan vaksinasi COVID-19 yaitu program pemerintah (gratis) dengan penyelenggara Kemenkes dan skema mandiri (berbayar) dengan penyelenggara BUMN.

“Ditargetkan sebanyak 67 persen atau 107 juta penduduk dari total 260 juta populasi di Indonesia akan divaksin,” ujar dia.

Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, setidaknya diperlukan 246 juta dosis kebutuhan vaksin. Sebanyak 75 juta penduduk harus membayar sendiri, sementara 32 juta penduduk akan masuk diberika gratis oleh pemerintah, kata Terawan.

Vaksin akan diprioritaskan bagi tenaga kesehatan pada seluruh fasilitas kesehatan, pelayanan publik esensial dan kelompok masyarakat rentan dengan rentang usia 18 -59 tahun tanpa komorbid, ujarnya.

Tahap awal, pemerintah akan mendatangkan 3 juta vaksin dari perusahaan asal Cina, Sinovac. 1,2 juta diantaranya telah tiba Senin lalu (7/12) sementara sisanya 1,8 juta dosis akan menyusul pada Januari 2020.  

Pemerintah telah menetapkan enam jenis vaksin COVID-19 yang akan digunakan di Indonesia diantaranya yang diproduksi oleh PT Bio Farma (Indonesia), AstraZeneca (UK), Sinopharm (Cina), Moderna (AS), Pfizer (AS) dan Sinovac (Cina).

Vaksin tersebut baru bisa digunakan setelah mendapatkan izin edar atau persetujuan darurat oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan yang menurut rencana akan keluar pada akhir Januari 2021.

Naikkan cukai tembakau

Sehubungan dengan masalah ekonomi, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebutkan hingga 2 Desember anggaran untuk Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebagai dampak dari pandemi COVID-19 sudah terealisasi hingga Rp440 triliun atau sebesar 63,3 persen dari yang ditetapkan sebesar Rp695,2 triliun.

Dana tersebut dipakai mulai dari kesehatan, perlindungan sosial, hingga bantuan untuk pemerintah daerah untuk memulihkan perekonomian yang tertekan akibat pandemi COVID-19.

“Di bidang kesehatan meliputi berbagai hal menyangkut dukungan pada nakes, faskes pengadaan alkes, test kit dan vaksin,” ujar Sri Mulyani.

Selanjutnya, ada juga bantuan dukungan dana untuk pemerintah daerah. "Saat ini lebih dari Rp 10,5 triliun sudah kami salurkan untuk 20 pemda yang melakukan Mou dengan Sarana Multi Infrastruktur (PT SMI)," jelasnya.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga menyampaikan akan menaikkan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang akan berlaku secara efektif mulai 1 Februari 2021.

“Dengan format kebijakan tersebut, maka hasil yang diharapkan dari kebijakan ini adalah dari sisi kesehatan, kenaikan dari CHT diharapkan akan mengendalikan konsumsi rokok, menurunkan prevalensi merokok terutama pada anak-anak dan perempuan,” ujar Menkeu dalam situs Setpres.

Diharapkan dengan adanya kebijakan menaikkan tarif CHT, pemerintah akan mendapatkan sumbangan penerimaan melalui cukai dalam APBN 2021 sebesar Rp173,78 triliun.

“Kita memberikan porsi 50 persen dari DBH CHT (Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau) untuk tujuan peningkatan kesejahteraan sosial para petani dan buruh, 25 persen dari DBH CHT tahun 2021 tetap untuk aspek kesehatan, sedangkan 25 persen sisanya untuk penegakan hukum,” tegas Menkeu.

“DBH CHT pada bidang kesehatan juga untuk mengurangi prevalensi stunting, upaya penanganan pandemi COVID-19, dan untuk pengadaan dan pemeliharaan prasarana kesehatan dan pelayanan kesehatan lainnya,” pungkasnya.

 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.