Jakarta Kembali Terapkan PSBB Mulai 14 September

Jika tidak, rumah sakit per akhir bulan ini dikhawatirkan sudah tidak bisa melayani peningkatan pasien COVID-19.
Tia Asmara
2020.09.09
Jakarta
200909_ID_Covid_jkt_1000.jpg Petugas makam mengenakan pakaian pelindung mengubur jenazah penderita COVID-19 di Pemakaman Pondok Ranggon di Jakarta, 8 September 2020.
Reuters via Antara

Jakarta akan kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk menekan angka penularan pandemi COVID 19 yang semakin meningkat, demikian disampaikan Gubernur Anies Baswedan, Rabu (9/9).

Penerapan PSBB akan mulai dilaksanakan mulai Senin (14/9) mendatang secara bertahap dengan mewajibkan pekerja di sektor yang non-essential untuk bekerja dari rumah.

“Situasi wabah di Jakarta saat ini berada dalam kondisi darurat. Maka dengan ini tidak ada pilihan lain bagi Jakarta kecuali untuk menarik rem darurat segera,” kata Anies dalam konferensi pers daring.

“Artinya kita terpaksa kembali menerapkan PSBB seperti masa awal dahulu bukan lagi PSBB transisi seperti sekarang ini,” ujar dia.

Anies mengatakan, keputusan tersebut diambil berdasarkan rapat Satuan Tugas (Satgas) bersama Forkopimda DKI Jakarta menyusul tingkat kematian dan tingkat keterisian rumah sakit baik untuk tempat tidur isolasi, maupun ICU yang semakin tinggi.

Angka kasus positif per Rabu (9/9) di Jakarta adalah 48.393, menjadikannya sebagai provinsi dengan angka penularan tertinggi diikuti oleh Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat dan Sulawesi Selatan.

Angka kasus di Jakarta sekitar seperempat dari jumlah total kasus positif di Indonesia yaitu 203.342 pada Rabu. 8.336.

Berdasarkan data, terdapat 1.347 orang meninggal akibat COVID-19 di DKI Jakarta per hari itu, yang merupakan angka kematian tertinggi kedua di bawah Jawa Timur. Total angka kematian secara nasaional per Rabu (9/9) adalah 8.336.

Anies menyebutkan 77 persen tempat tidur isolasi dari total 4.053 tempat tidur yang tersedia di RS di Jakarta sudah terpakai. Hal tersebut dikarenakan beberapa RS yang tidak bisa mencapai kapasitas maksimal lantaran terkendala jumlah tenaga kesehatan setelah terinfeksi COVID-19.

Sementara 83 persen dari 528 tempat tidur di ruang perawatan intensif (ICU) di Jakarta sudah terisi penuh. Jumlah tersebut diperkirakan akan penuh pada tanggal 15 September dengan tingkat penularan wabah seperti sekarang.

Pemprov DKI Jakarta sedang berusaha menaikkan kapasitas ICU hingga mencapai 636 tempat tidur. Namun, ujar Anies, tanpa usaha pembatasan lebih ketat, maka ICU khusus COVID Jakarta sesudah dinaikkan kapasitasnya pun bisa penuh pada tanggal 25 September.

Dengan pengetatan PSBB, Warga akan kembali berkegiatan dari rumah, beribadah dari rumah dan belajar dari rumah.

“Kegiatan perkantoran non-essential di wilayah Jakarta harus tutup dan melaksanakan mekanisme bekerja dari rumah (work from home). Artinya, hanya ada 11 bidang usaha essential yang boleh tetap berjalan dengan operasi minimal dan tidak boleh beroperasi penuh seperti biasa dengan penerapan pembatasan jumlah karyawan,”ujar dia.

Sementara untuk 11 bidang non-essential yang izinnya dikeluarkan pada masa transisi akan dievaluasi kembali.

“Seluruh tempat hiburan akan kembali ditutup. Kegiatan belajar tetap berlangsung dari rumah seperti yang sudah berjalan selama ini. Seluruh usaha makanan tidak boleh makan di tempat, dan hanya boleh menerima pesanan untuk dibawa pulang atau diantar," ujar dia.

Selain itu, seluruh kegiatan perkumpulan yang menimbulkan kerumunan di tempat publik akan dilarang.

“Kegiatan masyarakat yang berada di lingkungan komunitas masyarakat seperti arisan, reuni, pertemuan keluarga, ataupun pengajian diharapkan untuk ditunda,” ujarnya.

Kemudian, tempat ibadah akan melakukan penyesuaian yaitu masih boleh membuka terbatas bagi warga setempat dengan menerapkan protokol yang sangat ketat. “Rumah ibadah raya, yang jamaahnya dari berbagai daerah, seperti Masjid Raya, belum boleh buka.Transportasi publik akan kembali dibatasi dengan ketat jumlah dan jamnya. Ganjil-genap untuk sementara, kita tiadakan,” ujar dia.

Sepatutnya

Pakar epidemiologi dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, menilai penerapan PSBB seperti sedia kala memang harus dilakukan mengingat kasus di Indonesia yang sudah sangat tinggi sementara kapasitas testing yang masih rendah.

“Alhamdulillah akhirnya… memang dari dulu seharusnya PSBB transisi ditarik,” ujarnya.

Jika dipaksakan, ia khawatir petugas medis tidak akan bisa menanggung beban pasien COVID-19 yang membludak.

“Semua harus ditutup seperti dulu, ibarat mengerem kendaraan maka harus berhenti semua. Masyarakat juga harus dipaksa taat, kalau bisa hukuman diperketat agar menimbulkan efek jera,” ujar dia.

Ia mengatakan, dalam situasi pandemi di Jakarta, sudah sewajarnya pemerintah melakukan pengetatan karena semua indikator epidemiologi menunjukkan warna merah atau kewaspadaan tinggi.

“Ini keputusan yang tepat dalam situasi seperti ini supaya angka penularan bisa turun lebih banyak lagi,” ujar dia.

Hal senada disampaikan pakar epidemiologi dari UI, Tri Yunis Miko Wahyono, yang mengatakan kalau pengetatatan PSBB seperti dulu seharusnya diterapkan sejak beberapa bulan lalu.

“Ini memang harus dilakukan, dan hanya masalah waktu saja, menunggu, masalah pemerintah mau atau nggak?” kalau nggak sih, kebangetan ya, menyangkut nyawa masyarakat Indonesia,” ujar dia.

Ia berharap keputusan ini juga akan disetujui pemerintah pusat dan segera diikuti oleh daerah lainnya mengingat angka penularan COVID 19 yang semakin tinggi.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.