6 Klaster Penularan di Sekolah, Pemerintah Didesak Revisi Kebijakan Buka Tempat Pendidikan

Pakar meminta Pemda berhati-hati sebelum jalankan sekolah tatap muka meski wilayahnya masuk zona kuning atau hijau.
Ronna Nirmala
2020.08.12
Jakarta
200812_ID_Covid_1000.jpg Para santri antri untuk diambil contoh darahnya guna tes COVID-19 di sebuah pondok pesantren di Sibreh, Aceh, 11 Juni 2020.
AFP

Kalangan pakar kesehatan dan aktivis anak pada Rabu (12/8) meminta pemerintah untuk merevisi kembali kebijakan pembukaan sekolah setelah dilaporkan terdapat enam klaster baru penularan COVID-19 di sekolah.

Kanal daring pengumpul dan pemantau laporan masyarakat, LaporCOVID-19.org, menemukan kasus penularan COVID-19 dari sejumlah sekolah yang terdapat di enam kabupaten/kota di Indonesia.

Pendiri Laporcovid-19, Irma Hidayana, mengatakan kasus penularan terbanyak ditemukan di Pondok Pesantren Kajen, di Pati, Jawa Tengah, dengan catatan 35 orang santri terkonfirmasi positif COVID-19.

“Dari awal kami tidak setuju atas pembukaan sekolah di zona yang dianggap aman oleh pemerintah,” kata Irma, melalui sambungan telepon, Rabu.

Selain di Pati, klaster penularan di sekolah juga ditemukan di Tulungagung (Jawa Timur), Pontianak (Kalimantan Barat), Cilegon (Banten), dan Sumedang (Jawa Barat), sebut data yang sama.

“Zonasi ini rentan kesalahan karena pemerintah belum mampu mendeteksi semua kasus di seluruh kota/kabupaten,” kata Irma yang juga seorang dokter kesehatan masyarakat ini.

Jumat pekan lalu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud)mengumumkan perluasan sistem pembelajaran tatap muka yang berlaku sampai ke wilayah berstatus zona kuning.

Sebelumnya, Kemdikbud mengizinkan pelajar di daerah zona hijau untuk melakukan aktivitas belajar mengajar tatap muka, sementara zona lainnya masih jarak jauh dengan fasilitas internet alias daring.

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait menyatakan pemerintah belum bisa memberikan jaminan keamanan anak-anak dari paparan virus corona.

Arist berpendapat, bahwa status zona suatu daerah bisa saja berubah dalam hitungan detik sebelum terdeteksi pemerintah.

“Apapun alasannya, zona hijau kah, kuning kah, orange kah atau warna lainnya. Jangan berlakukan anak sebagai kelinci percobaan atas serangan virus corona,” kata Arist.

Sebaliknya, pemerintah seharusnya memberikan perlindungan kepada anak dalam bentuk situasi darurat pendidikan, bukan mencoba suatu hal yang berpotensi membahayakan keselamatan anak, tambahnya.

Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito, turut meminta pemerintah daerah untuk berhati-hati sebelum membuka sekolah tatap muka meski wilayahnya masuk zona kuning atau hijau.

Wiku mengatakan, pembukaan sekolah di tengah pandemi harus melalui tahapan yang ketat, dimulai dari pra-kondisi, waktu, prioritas, koordinasi pusat dan daerah hingga sistem pengawasan dan evaluasi.

“Jadi kalau mau membuka, pastikan sekolahnya siap; gurunya, fasilitasnya siap, orang tua murid harus ada persetujuan, pastikan bahwa transportasi menuju sekolah tidak terjadi kerumunan,” kata Wiku dalam diskusi daring, Rabu.

Dalam sebuah webinar Mendikbud Nadiem Makarim mengungkapkan sejumlah permasalahan yang dikhawatirkan jika Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) terus dilakukan, seperti gangguan psikis pada anak didik.

"Itu dampak psikologi sangat besar bagi anak yang enggak bisa main sama teman-temannya, ini berpotensi besar menimbulkan penyakit psikologi, kita harus menyelamatkannya dengan kita membuat keputusan untuk membuka sekolah," ucap Nadiem dalam diskusi yang digelar The Jakarta Post secara virtual, Rabu (12/8).

Angka kematian COVID-19 pada anak-anak di Indonesia terbilang tinggi di dunia dibandingkan dengan Cina yang melaporkan 1 kematian pada anak balita.

Menurut data Satgas COVID-19 akhir bulan lalu, korban meninggal dunia di kalangan anak-anak mencapai 1 persen atau 48 orang untuk kelompok 0-5 tahun dan 0,9 persen atau 43 orang untuk kelompok 6-17 tahun.

Sementara itu, data satgas COVID-19 mengumumkan adanya 1.942 kasus terkonfirmasi COVID-19 baru sehingga total keseluruhannya menjadi 130.718.

Angka kematian pada Rabu, bertambah 79 menjadi 5.903 kasus dengan kesembuhannya mencapai 85.798 atau naik 2.088 dalam 24 jam terakhir.

KPK awasi penyaluran dana bansos

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengingatkan pemerintah untuk memperbaiki mekanisme penyaluran dana bantuan sosial (bansos) untuk percepatan pemulihan bagi pekerja dan pelaku yang terdampak pandemi COVID-19.

“Saat ini ada berbagai mekanisme bantuan mulai dari bansos, subsidi upah, listrik. Kami pelajari bahwa (penyaluran) dana ini memang harus diperbaiki,” kata Deputi Bidang Pencegahan KPK Pahala Nainggolan dalam telekonferensi di Istana Negara, Rabu.

Pahala mengatakan, pihaknya siap melakukan koordinasi dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) dan Jamsostek untuk memastikan implementasi penyaluran bantuan dana untuk para penerima.

“Semua harus berjalan dulu. Sambil jalan, mana yang sudah solid datanya itu kita sampaikan sambil kita koordinasi ke pemadanan data satu dengan yang lainnya,” tambahnya.

Pemerintah berencana memberikan subsidi gaji sebesar Rp600.000 selama empat bulan bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan yang masih aktif. Subsidi berlaku bagi karyawan dengan gaji di bawah Rp5 juta per bulan dan tidak termasuk pegawai BUMN.

Pemerintah telah menggelontorkan stimulus fiskal untuk penanganan dampak COVID-19 serta pemulihan ekonomi sebesar 4,3 persen dari produk domestik bruto (PDB) atau sebesar Rp695,2 triliun.

Selain itu, pemerintah mengalokasikan bantuan produktif berupa bantuan modal untuk usaha kecil dan menengah (UKM) sebesar Rp2,4 juta per pelaku usaha.

Ketua Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Nasional, Budi Gunadi Sadikin, menjamin penyaluran bantuan ini tidak akan berlangsung lama karena banyak data pelaku usaha yang sudah terkoneksi dengan sejumlah bank pelat merah.

“Memang penyerapan di awal agak pelan. Tapi kami melihat bahwa penetrasi sejak 2-3 minggu terakhir ini cepat sekali,” kata Budi dalam telekonferensi, Rabu.

Sebelumnya, Ketua KPK Firli Bahuri mengancam pelaku korupsi anggaran penanganan pandemi COVID-19 dengan hukuman mati.

Ancaman tersebut merujuk pada aturan dalam Pasal 2 ayat 2 UU Tipikor yang menyebut hukuman mati bisa dijatuhkan jika korupsi dilakukan saat terjadi bencana alam nasional atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.

“Ingat, tindak korupsi yang dilakukan dalam suasana bencana ancaman hukumannya adalah pidana mati,” kata Firli, saat menggelar rapat dengan DPR RI, dua pekan lalu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.