COVID-19, KPU Larang Kegiatan Pengumpulan Massa Kampanye Pilkada

Sanksi berupa teguran hingga pembubaran, namun tidak mengatur diskualifikasi calon yang melanggar.
Ronna Nirmala
2020.09.24
Jakarta
200924_ID-Covid_1000.jpg Orang-orang terdekat menangisi kepergian seseorang yang meninggal karena COVID-19 di pemakaman Pondok Ranggon, di tengah pandemi virus corona yang masih terus berlanjut, di Jakarta, 24 September 2020.
Reuters

Komisi Pemilihan Umum (KPU) melarang seluruh kegiatan yang menimbulkan kerumunan massa lebih dari 50 orang selama periode kampanye dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak, sementara angka kematian akibat COVID-19 yang menembus angka 10.000 jiwa dan kasus harian menembus rekor pada Kamis (24/9).

Peraturan KPU yang dikeluarkan Rabu (23/9) menyebut beberapa kegiatan yang dilarang selama masa kampanye antara lain konser musik, panen raya, pentas seni, kegiatan olahraga, bazar atau donor darah, hingga perayaan hari ulang tahun partai politik.

Sanksi berupa teguran tertulis hingga pembubaran akan diberikan kepada pasangan kandidat yang menyelenggarakan kegiatan yang dilarang, menurut peraturan yang salinannya diterima BenarNews.

KPU mendorong para calon kepala daerah menggelar kampanye melalui media sosial atau pertemuan virtual. Jika tidak bisa dilakukan, maka pertemuan tatap muka langsung masih diizinkan namun hanya boleh dihadiri maksimal 50 orang peserta.

“Pertemuan terbatas dan tatap muka dilaksanakan dalam ruangan atau gedung,” mengutip Pasal 58 PKPU, yang juga mengatur bahwa pertemuan tersebut wajib dilakukan dengan mengikuti protokol kesehatan ketat mencegah penularan COVID-19.

Kendati demikian, aturan tersebut tidak memuat sanksi tegas berupa diskualifikasi bagi pasangan calon yang melanggar protokol kesehatan.

Komisioner KPU I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi menyebut pihaknya tidak bisa mendiskualifikasi peserta pemilu yang melanggar protokol kesehatan di Pilkada Serentak 2020 karena hal tersebut tidak diatur dalam undang-undang tentang Pilkada.

“Tidak memungkinkan hal itu diatur di dalam PKPU karena tidak ada dasar hukumnya dalam UU Pilkada,” kata Raka melalui pesan singkat, Kamis.

Data Satuan Tugas (Satgas) COVID-19 menyebutkan, dari 309 kabupaten/kota yang akan melakukan pemungutan suara pada tanggal 9 Desember, 45 di antaranya berstatus zona merah atau berisiko tinggi.

Pekan lalu, KPU mengumumkan sebanyak 60 calon kepala daerah dari 21 provinsi terkonfirmasi positif COVID-19. Dari jumlah tersebut, 49 di antaranya telah dinyatakan sembuh, sebut Komisioner KPU Raka.

Selain calon kepala daerah, Ketua KPU Arief Budiman dan dua Komisioner KPU, Pramono Ubaid Arief Budiman dan Evi Novida Ginting, juga dinyatakan positif COVID-19 dan diwajibkan menjalani isolasi mandiri.

Kembali rekor harian

Per Kamis, Indonesia kembali mencatatkan penambahan kasus terkonfirmasi COVID-19 harian tertinggi dengan mencapai 4.634, sehingga total keseluruhannya menjadi 262.022.

Sementara angka kematian bertambah 128 dalam satu hari, menjadikan jumlah orang yang meninggal dunia akibat virus SARS-CoV-2 sebanyak 10.105, sebut laporan harian Kementerian Kesehatan.

Keputusan untuk melanjutkan Pilkada diumumkan KPU setelah menggelar rapat bersama DPR, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) pada Senin, awal pekan ini.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan pemerintah bakal memperketat peraturan pemungutan suara untuk mengantisipasi penyebaran COVID-19. “Lebih berhati-hati terhadap kelompok yang rentan, mungkin akan ada juga TPS keliling, katanya dalam rapat virtual, Selasa.

Juga pada awal pekan ini, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Aziz mengeluarkan maklumat tentang kepatuhan terhadap protokol kesehatan dalam pelaksanaan Pilkada Serentak yang salah satunya memuat keterlibatan kepolisian dalam penindakan atas pelanggaran tersebut.

Masih lemah

Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus mengatakan sanksi administrasi yang diatur dalam Peraturan KPU 13/2020 tentang pelaksanaan protokol kesehatan saat Pilkada serentak masih lemah lantaran umumnya hanya berupa teguran tertulis.

“Umumnya itu peringatan tertulis, tidak ada yang lebih serius dari itu,” kata Lucius dalam diskusi daring, Kamis. “Sanksi yang saya kira akan dengan mudah dianggap remeh oleh pasangan calon.”

Lucius juga menyoroti dibolehkannya melakukan kampanye tatap muka langsung meski pesertanya dibatasi maksimal 50 orang saja. Menurutnya, aturan tersebut sangat rentan dilanggar meski ada batasan jarak dan protokol kesehatan.

“Saya kira ini yang paling favorit oleh pasangan calon, pertemuan dengan kehadiran fisik orang-orang di dalam ruangan,” katanya.

Anggota Bawaslu, Mochammad Afifuddin, dalam diskusi yang sama, meminta publik untuk memahami bahwa PKPU tidak mungkin bisa mengakomodir semua aspirasi.

“Terus terang saja, UU yang kami pakai kan memang sama, PKPU-nya lalu menyesuaikan dengan protokol kesehatan. Banyak hal yang kami maunya progresif,” kata Afif.

Afif mengatakan, sanksi yang lebih tegas bisa saja diberikan jika pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Pilkada.

Peneliti bidang politik The Indonesian Institute (TII) Center for Public Policy Research, Rifqi Rachman, menyebut para kandidat kepala daerah kini memiliki tanggung jawab yang lebih besar atas keselamatan calon pemilihnya dalam setiap tahapan Pilkada Serentak.

“Keberlanjutan dari penerbitan ketentuan ini ada di tangan para peserta Pilkada 2020. Alasan tidak mengetahui peraturan yang dilontarkan bapaslon (bakal pasangan calon) seperti saat fenomena kerumunan massa di tahapan pendaftaran bakal paslon kemarin tidak akan elok lagi untuk digunakan,” kata Rifqi dalam pernyataan tertulisnya.

PSBB Jakarta dilanjutkan

Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memutuskan untuk memperpanjang penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga 11 Oktober 2020, menyusul masih tingginya penambahan kasus terkonfirmasi COVID-19 di daerah penyangga ibu kota.

“Dalam rapat koordinasi terkait antisipasi perkembangan kasus COVID-19 di Jabodetabek, Data DKI melandai, tapi kawasan Bodetabek masih meningkat. Sehingga perlu penyelarasan langkah-langkah kebijakan,” kata Gubernur Anies Baswedan dalam keterangan tertulis, Kamis.

Anies mengklaim keputusan perpanjangan ini telah mendapat persetujuan dari Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Pandjaitan, yang ditunjuk Presiden Joko “Jokowi” Widodo untuk menekan angka penyebaran virus SARS-CoV-2 di sembilan provinsi, termasuk Jakarta.

Dua pekan lalu, Anies mengumumkan penarikan rem darurat penanggulangan pandemi setelah pelonggaran pembatasan sosial diberlakukan di DKI Jakarta pada awal Juni.

Dari data Kamis, kasus positif COVID-19 di DKI mencapai 66.731 atau naik 1.044 dalam 24 jam terakhir, dan 52.648 kesembuhan serta 1.648 kematian.

Anies menyebut, pada 12 hari pertama September, penambahan kasus aktif di DKI mencapai 49 persen atau 3.864 orang. Namun pada 12 hari berikutnya, penambahan kasus tercatat sebesar 12 persen atau 1.453 orang.

"Pergerakan penduduk jelas berpengaruh pada peningkatan penularan virus. Semakin tinggi pergerakan penduduk, semakin tinggi penularan virus," katanya.

Anies mengutip rekomendasi dari tim Fakultas Kesehatan Masyarakat UI yang menyatakan dibutuhkan minimal 60 persen penduduk DKI Jakarta diam di rumah untuk menekan penularan wabah di ibu kota. "Saat ini, masih sekitar 50 persen penduduk diam di rumah," tukas Anies.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.