Antisipasi Virus Corona, Pemerintah akan Bebaskan 30.000 Napi

Pemerintah putuskan menambah ongkos belanja dalam APBN 2020 hingga Rp405,1 triliun.
Ronna Nirmala & Arie Firdaus
2020.03.31
Jakarta
200331_ID_Prison_1000.jpg Dalam foto yang dirilis oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) pada 31 Maret 2020 ini, para narapidana terlihat menerima telepon online dari keluarga mereka di Jakarta. Pemerintah akan membebaskan sekitar 30,000 narapidana dewasa dan anak-anak untuk menekan penyebaran virus corona di dalam penjara.
AFP

Pemerintah akan membebaskan sekitar 30,000 narapidana dewasa dan anak-anak untuk menekan penyebaran virus corona di dalam penjara, kata Kementerian Hukum dan HAM.

"Jumlahnya (narapidana yang dibebaskan) sekitar 30 ribu dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan Menteri Hukum dan HAM," kata Kepala Bagian Humas dan Protokol Direktorat Jenderal PAS Rika Aprianti kepada BenarNews, Selasa, 31 Maret 2020.

Merujuk Keputusan Menteri Hukum dan HAM tertanggal 30 Maret 2020, pembebasan melalui program asimilasi dan integrasi berlaku untuk narapidana yang dua pertiga masa pidananya jatuh sampai 31 Desember 2020 dan napi anak-anak yang separuh masa pidananya jatuh sampai dengan 31 Desember 2020.

Lembaga pemasyarakatan sudah lama mengalami kelebihan kapasitas dan kelompok HAM telah meminta pemerintah untuk membebaskan napi yang bukan ancaman keamanan atau yang lanjut usia untuk mengurangi kemungkinan penyebaran COVID-19, penyakit pernafasan yang disebabkan oleh virus corona baru.

Menurut Human Rights Watch (HRW), hampir 270.000 napi dan tahanan menghuni lapas dan rutan di seluruh Indonesia, jumlah yang dua kali lipat dari kapasitas sebenarnya.

“Kemenhumham harusnya mencari alternatif selain pemenjaraan atau mempertimbangkan pembebasan lebih awal atau bersyarat untuk napi yang hampir selesai masa hukumannya atau mereka yang tidak mengancam keamanan,” kata Andreas Harsono, peneliti HRW di Indonesia.

“Mereka yang memiliki penyakit dan orang tua yang berisiko terkena dampak virus harus diberi prioritas,” ujarnya dalam pernyataan tertulis.

Pembatasan Sosial Skala Besar

Sementara itu, Presiden Joko “Jokowi” Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) serta Keputusan Presiden (Keppres) terkait kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan status Kedaruratan Kesehatan Masyarakat, Selasa.

“Kita telah memutuskan dalam ratas kabinet bahwa opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB,” kata Jokowi, dalam pernyataan pers yang disiarkan melalui YouTube.

Dengan diterbitkannya aturan ini, Jokowi meminta kepala daerah untuk tidak mengambil keputusan sendiri terkait kebijakan pembatasan wilayah dan berkoordinasi dengan pemerintah pusat dan Kepala Gugus Tugas COVID-19, Doni Monardo.

“Dengan terbitnya PP ini semuanya jelas. Para kepala daerah tidak membuat kebijakan sendiri-sendiri yang tidak terkoordinasi. Semua harus sesuai dengan peraturan berada dalam koridor undang-undang dan PP serta Keppres tersebut,” katanya.

Seiring dengan penetapan kebijakan PSBB, pemerintah akan segera menutup pintu masuk bagi kunjungan dan transit warga negara asing (WNA) ke Indonesia, kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi.

“Telah diputuskan, bahwa semua kunjungan dan transit WNA ke wilayah Indonesia untuk sementara akan dihentikan,” kata Retno.

Kebijakan ini tidak akan berlaku bagi pemegang kartu izin tinggal terbatas (KITAS), kartu izin tinggal tetap (KITAP), izin tinggal diplomatik, dan pemegang izin dinas.

Hingga Selasa, pukul 12.00 WIB, kasus positif COVID-19 yang dilaporkan Juru Bicara Percepatan Penanganan COVID-19, Achmad Yurianto, mencapai 1.528 pasien, naik 114 dari hari sebelumnya.

Dari angka tersebut, sebanyak 136 pasien di antaranya meninggal dunia dan 81 pasien lainnya dinyatakan sembuh.

Suntikan APBN

Pemerintah juga memutuskan untuk menambah ongkos belanja dalam APBN 2020 hingga Rp405,1 triliun.

Total anggaran itu dialokasikan sebesar Rp75 triliun untuk belanja bidang kesehatan, Rp110 triliun untuk perlindungan sosial, Rp70,1 triliun untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR), dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional.

Untuk belanja bidang kesehatan, Presiden Jokowi meminta pengadaan alat pelindung diri (APD) serta, test kit, reagen, ventilator, yang diutamakan. Selain itu, anggaran juga dapat digunakan untuk meningkatkan fasilitas 132 rumah sakit rujukan bagi penanganan pasien COVID-19.

Pemerintah juga memberikan pembebasan biaya listrik 3 bulan untuk 24 juta pelanggan listrik 450 VA, dan diskon 50 persen untuk 7 juta pelanggan 900 VA bersubsidi.

Pertumbuhan melambat

Seperti juga negara-negara lainnya di kawasan, pertambahan ekonomi Indonesia diproyeksikan melambat secara signifikan akibat wabah virus corona, demikian laporan Bank Dunia yang diluncurkan Selasa (31/3). Pandemi COVID-19 akan berdampak pertumbuhan Produksi Domestik Bruto riil Indonesia yang diproyeksikan melemah secara signifikan menjadi 2,1 persen pada tahun 2020, sebelum kembali ke rata-rata 5,4 persen pada tahun 2021–22 ketika permintaan agregat pulih dan stabil.

Bank Dunia juga mengatakan karena COVID-19, masyarakat tanpa jaminan sosial yang memadai yang jatuh sakit atau menderita kehilangan pendapatan karena keharusan tinggal di rumah dan pembatasan sosial, bisa jatuh ke dalam kemiskinan. Dengan pariwisata yang berkurang tajam, bahkan keluarga kelas menengah tanpa jaring pengaman yang memadai, berisiko tergelincir jatuh dalam kemiskinan .

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.