BPOM Beri Lampu Hijau Vaksinasi Sinovac Bagi Usia 12 Tahun ke Atas
2021.06.28
Jakarta
Indonesia pada Senin (28/6) mengeluarkan izin penggunaan vaksin Sinovac kepada anak-anak untuk mengejar target dua juta orang tervaksin per hari demi menekan lonjakan kasus terkonfirmasi positif COVID-19 harian yang mencapai di atas 20 ribu dalam empat hari terakhir, demikian Presiden Joko “Jokowi” Widodo.
Sementara itu, Ikatan Dokter Indonesia mendesak pemerintah untuk memberlakuan pembatasan mobilitas total minimal selama dua pekan menyusul tingkat keterisian keterisian ruang isolasi dan ruang khusus (ICU) di atas 90 persen dan penumpukan pasien terutamanya di kota-kota besar.
Jokowi mengatakan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atas vaksin CoronaVac produksi Sinovac Biotech Cina untuk dapat digunakan pada anak-anak dengan rentang usia 12-17 tahun.
"Kita bersyukur, BPOM telah mengeluarkan izin penggunaan darurat atau emergency use of authorization untuk vaksin Sinovac yang dinyatakan aman digunakan anak usia 12 sampai 17 tahun,” kata Jokowi dalam keterangan pers dari Istana Merdeka, Jakarta, Senin (28/6).
“Sehingga vaksinasi untuk anak-anak usia tersebut bisa segera dimulai. Dalam menekan penyebaran COVID-19 ini, hanya dapat dilakukan dengan upaya bersama,” lanjutnya.
BPOM dalam surat rekomendasinya menyebut penggunaan vaksin Sinovac untuk anak-anak telah melalui evaluasi dan uji keamanan dari Komite Nasional Penilai Obat. Dosis yang dianjurkan adalah 600 SU/0,5 ml.
Sementara, profil keamanan vaksin dinilai belum mencukupi bagi kelompok anak-anak di bawah 12 tahun, lanjut BPOM.
Juru Bicara Vaksinasi Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi mengatakan pihaknya belum bisa mengumumkan kapan vaksinasi untuk anak akan dimulai.
“Sedang kita persiapkan teknis pelaksanaannya dan akan segera mungkin pelaksanaannya,” kata Nadia kepada BenarNews.
Nadia mengatakan efektivitas vaksin Sinovac untuk anak-anak diperkirakan akan sama dengan orang dewasa, yakni 65 persen. “Akan diberikan dengan dua dosis dengan jeda 28 hari sama seperti vaksin pada lansia,” katanya.
Pada pekan lalu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut kematian anak akibat COVID-19 di Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia dengan fatality rate 3 persen sampai 5 persen.
Dari total kasus positif COVID-19 saat ini, 12,5 persen diantaranya merupakan kasus COVID-19 pada anak usia 0 hingga 18 tahun. Sementara, 50 persen dari kematian anak merupakan balita, demikian pernyataan IDAI.
Target 2 juta vaksin per hari
Pemerintah memasang target baru program vaksinasi sebanyak 2 juta orang per hari setelah Indonesia berhasil mencapai angka 1,3 juta suntikan per hari pada Sabtu pekan lalu.
"Saya ingatkan bahwa seluruh pihak tetap harus bekerja keras agar target 1 juta per hari vaksinasi terjaga sampai akhir Juli dan dapat meningkat dua kali lipat pada Agustus 2021, mencapai 2 juta dosis per hari," kata Jokowi.
Hingga Senin, sebanyak 13,1 juta orang telah mendapatkan vaksinasi tahap dua dari total 27,4 juta populasi orang yang telah mendapat suntikan dosis pertama.
Jumlah ini masih di bawah 10 persen dari target vaksinasi untuk 181,5 juta penduduk pada April 2022 untuk menciptakan kekebalan komunitas atau herd immunity.
Indonesia telah menerima total 104,7 juta dosis vaksin, terdiri dari 94,5 juta dosis vaksin CoronaVac dari Cina, AstraZeneca dari Inggris sebanyak 8,2 juta dosis, dan Sinopharm dari Cina sebanyak 2 juta dosis.
Pakar epidemiologi dari Griffith University di Australia, Dicky Budiman, mengatakan pemerintah perlu segera melaksanakan vaksinasi untuk anak mengingat tingginya angka kematian pada anak akibat COVID-19.
“Mereka ini harus cepat kembali ke sekolah, ya vaksinasi ini meminimalkan potensi mereka untuk terinfeksi apalagi ada virus varian baru yang kini menyerang usia muda,” kata Dicky kepada BenarNews.
Ia mengatakan meskipun efikasi vaksin Sinovac rendah, namun tentu vaksin apapun jenisnya bermanfaat untuk menciptakan kekebalan tubuh dan membuat gejala menjadi tidak berat.
“Memang sejauh ini Sinovac yang digunakan karena minim efek sampingnya. Efektivitas rendah namun kan bisa mencegah angka mortalitas,” katanya.
Untuk meningkatkan kemampuan Sinovac, pemerintah bisa memberikan booster atau suntikan penguat sekitar sembilan bulan ke depan. “Ya kan tidak seefektif Pfizer ya, kalau di booster mungkin bisa sama efektifnya,” tukasnya.
Desakan lockdown
Sementara itu, IDI bersama perhimpunan lima profesi dokter kembali mendesak pemerintah menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) ketat menanggapi kasus lonjakan COVID-19 di Indonesia yang sudah mencapai fase kritis.
IDI melaporkan banyak rumah sakit yang kini menyatakan kolaps karena tingkat keterisian sudah melebihi 90 persen, di antaranya bahkan sudah melebihi 100 persen dengan pasokan oksigen yang menipis.
“Kami tidak ingin sistem kesehatan Indonesia kolaps,” ujar Ketua Tim Mitigasi Dokter PB IDI, Adib Khumaidi melalui keterangan tertulis, Minggu (27/6).
Sebelumnya, bercermin dari India yang penularan COVID-19 di negara tersebut langsung naik ketika protokol kesehatan (prokes) dilongarkan, pemerintah Indonesia mengimbau masyarakat untuk mematuhi prokes.
“Kalau tidak mau seperti India, disiplin jalankan protokol kesehatan, termasuk arahan Presiden jangan mudik," ujar Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, April lalu.
Kenaikan kasus COVID-19 di Indonesia yang terjadi sejak Mei ini ditengarai terjadi karena banyaknya warga yang mudik saat lebaran walaupun telah dilarang, serta akibat ditemukannya strain Delta yang lebih cepat menular dan berbahaya, sementara angka vaksinasi masih rendah di Indonesia.
Data Satuan Tugas Penanganan COVID-19 per Senin, angka harian COVID-19 bertambah 20.694 menjadikan membuat angka terkonfirmasi positif secara nasional menjadi 2.135.998 kasus. Sementara angka kematian melonjak 423 dalam kurun waktu 24 jam sehingga membuat korban jiwa akibat virus ini menjadi 57.561 jiwa.
Juru Bicara Penanganan COVID-19, Wiku Adisasmito mengatakan pihaknya telah menugaskan pemerintah daerah untuk menambah kapasitas tempat tidur untuk pelayanan COVID-19 melalui pembentukan rumah sakit darurat dan menambah fasilitas isolasi terpusat di luar rumah sakit.
“Upaya-upaya ini dipilih menyesuaikan permasalahan yang ada di lapangan, jadi harus spesifik pemda yang ambil langkah konkritnya,” kata dia kepada Benarnews.
Namun, jika dalam pelaksanaanya ditemukan kendala yang tidak dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, pemerintah pusat siap semaksimal mungkin memberikan bantuan, katanya.
“Evaluasi PPKM Mikro secara paralel juga harus dilakukan agar beban RS terus menerus berkurang,” tukas Wiku.