Paska Bom Kampung Melayu, Polisi Tangkap Sembilan Orang
2017.05.31
Jakarta
Aparat kepolisian telah menangkap sembilan orang yang diduga terkait dengan aksi bom bunuh diri ganda di terminal Kampung Melayu, Jakarta Timur, sementara panitia khusus DPR RI dan pemerintah menggelar rapat pembahasan revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Anti-terorisme.
“Sejauh ini kita sudah mengamankan sembilan orang yang diduga mengetahui informasi mengenai dua pelaku yang meledakkan diri di terminal Kampung Melayu,” kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen. Pol. Setyo Wasisto kepada BeritaBenar, Rabu, 31 Mei 2017.
Ia menambahkan, polisi terus melakukan pengembangan dari bukti-bukti yang diperoleh baik dari lokasi kejadian maupun keterangan yang ditangkap dalam seminggu terakhir.
Menurutnya, sehari sebelumnya tim Densus 88 Polri, menggeledah satu rumah di kawasan Cipayung, Jakarta Timur, dan menangkap dua orang.
Mereka diyakini pernah berhubungan dengan Ahmad Sukri, salah seorang pelaku bom bunuh diri itu. Sehari sebelum meledakkan diri, ungkap Setyo, pelaku sempat menghubungi salah seorang yang ditangkap itu.
“Pria berinsial R yang kita amankan bertemu pelaku sehari sebelum peristiwa dan menyerahkan motornya kepada R. Sementara satu orang lagi yang ditangkap berinsial BF menyimpan motor milik Ahmad Sukri,” jelasnya.
Polisi memiliki waktu tujuh hari ke depan untuk menggali informasi tentang pelaku aksi bom bunuh diri. Status kedua orang itu masih sebagai terperiksa.
Begitu juga dengan tujuh orang lain yang ditangkap sebelumnya di beberapa lokasi di Jawa Barat.
“Dua orang yang kita tangkap sebelumnya sudah kita lepaskan,” katanya.
Dia mengatakan, meski ingin segera menuntaskan pemburuan anggota jaringan Jamaah Ansharut Daulah (JAD) yang terlibat aksi pemboman itu, pihaknya tidak gegabah dalam menetapkan tersangka.
“Tentu ini upaya kita dalam memburu kelompok yang terlibat dalam aksi tersebut. Kita juga sedang mengejar kelompok JAD lain,” katanya.
Ditolak warga
Setyo menyebutkan kedua pembom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur, pada Rabu malam 24 Mei 2017, diketahui bernama Ahmad Sukri dan Ichwan Nurul Salam, yag disinyalir adalah anggota JAD.
Mereka meledakkan diri dengan bom panci di kerumunan polisi yang sedang mengawal pawai obor dekat terminal Busway Kampung Melayu.
Selain menewaskan keduanya, tiga polisi yang jadi sasaran ikut meninggal dunia. Lima polisi lain dan enam warga mengalami luka-luka dalam serangan yang diklaim Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) sebagai pihak yang bertanggung jawab.
Setelah melewati proses pencocokan DNA, mayat kedua pelaku bom itu dimakamkan di Pemakaman Umum Pondok Rangon, Jakarta Timur, pada 29 Mei 2017.
Jasad Ahmad dan Ichwan tak dibawa pulang ke kampung halaman mereka di Jawa Barat karena ditolak warga yang tidak bersedia pelaku bom bunuh diri itu dikebumikan di desa mereka.
“Warga kami menolak pelaku teroris dikuburkan di daerah kami. Keluarga mereka juga ditolak agar tidak tinggal lagi di kampung,” kata Andi Hermawan, Kepala Desa Sirnagalih, seperti dikutip Republika.
Rapat kerja
Sementara itu Panitia Khusus DPR dan Pemerintah menggelar rapat panitia kerja untuk mempercepat pembahasan RUU Anti-terorisme, yang sudah diajukan sejak setahun lalu.
Ketua Panitia Kerja Revisi RUU Anti-terorisme, Muhammad Syafii, menyebut, pihaknya dan pemerintah sepakat untuk menyegerakan pengesahan aturan yang “memberikan keadilan bagi korban dan penanganan pelaku dengan lebih manusiawi.”
“Dari 112 daftar masalah, sudah dibahas 61 hal. Jadi tinggal sedikit lagi karena bagi kami hanya menyangkut masalah redaksional saja,” kata Syafii, kepada wartawan di gedung DPR, Rabu.
Desakan percepatan pengesahan revisi RUU itu diserukan Presiden Joko Widodo, Kamis malam lalu, usai menjenguk korban bom Kampung Melayu.
Dia memerintahkan Menteri Polhukam Wiranto segera melakukan pembahasan dengan DPR, mengingat pencegahan dan penindakan terorisme dipandang semakin mendesak.
Syafii mengatakan pelibatan TNI dalam penanganan terorisme masih menjadi isu krusial yang dibahas, terutama aspek hak asasi manusia, seperti dikhawatirkan banyak pihak.
Namun, ia memastikan paling telat dua pekan lagi, aturan tersebut akan disahkan DPR.
Pembahasan RUU itu telah memakan waktu setahun lebih. Aturan ini diusulkan untuk direvisi setelah serangan bom di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat , 14 Januari 2016.
Syafii beralasan, molornya pengesahan itu karena padatnya jadwal anggota parlemen dan banyak perdebatan di dalam panitia khusus.
Sementara itu, Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) mengingatkan agar pembahasan Revisi UU Teroris tidak untuk melakukan tindakan represif, tapi pendekatan keadilan.
“Mengenai wacana untuk mengubah pendekatan penegakan hukum menjadi perang melawan terorisme, Kompolnas menegaskan penegakan hukum adalah pendekatan yang sangat ideal,” tulis Kompolnas dalam pernyataan yang diterima BeritaBenar.
Menurut Kompolnas, perubahan dari penegakan hukum jadi perang melawan terorisme justru menunjukkan kemunduran dan dapat merusak profesionalitas aparat penegak hukum dan TNI.
“Ini merusak criminal justice system, merusak reformasi Polri dan TNI, berpotensi memunculkan pelanggaran HAM yang serius, serta dipastikan akan merusak tatanan masyarakat Indonesia yang Pancasilais,” tulis pernyataan tersebut yang ditandatangani keenam komisioner Kompolnas.