BNPT Bangun Fasilitas untuk Membina Bekas Napi Terorisme
2021.12.14
Malang, Jawa Timur
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) akan membangun sebuah kawasan di Kabupaten Malang, Jawa Timur, untuk mengembangkan beragam usaha dan keterampilan bagi bekas narapidana terorisme, demikian pejabat terkait, Selasa (14/12).
Fasilitas yang disebut Kawasan Khusus Terpadu Nusantara (KKTN) akan dibangun tahun depan di atas lahan 16 hektar di Kecamatan Turen bekerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Malang dan Universitas Islam Malang (Unisma), kata Kepala BNPT Komjen. Boy Rafli Amar.
Kerjasama tersebut dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani Boy, Bupati Malang Muhammad Sanusi dan Rektor Unisma Maskuri di kampus universitas itu.
“Konsep pembinaan eks-napi terorisme ini ada unsur edukasi, ekonomi dan wisata,” kata Boy kepada wartawan.
Boy mengatakan ada sekitar 130 bekas narapidana terorisme yang tersebar di Jawa Timur.
Bekas napi akan diwadahi dalam sebuah koperasi dan akan dilatih untuk mengembangkan usaha pertanian, perkebunan, perikanan dan peternakan, disesuaikan dengan minat masing-masing.
Koperasi dikembangkan menjadi beberapa unit usaha dan hasilnya bisa digunakan untuk kebutuhan mereka.
“Penataan lahan dimulai awal 2022. BNPT juga meminta kontribusi 46 Kementerian dan Lembaga untuk bekerjasama dan koordinasi,” kata Boy.
Kementerian Pertanian diharapkan memberi bantuan bibit tanaman, bibit ikan dan hewan ternak, sedangkan Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah membantu mendirikan koperasi bagi bekas narapidana terorisme (napiter), ujarnya.
Di Kawasan juga akan dibangun pusat untuk apa yang mereka sebut sebagai memperkaya nilai kebhinekaan yang dinamakan Warung NKRI, yang akan menjadi tempat diskusi dan kajian wawasan kebangsaan bersama bekas napiter, akademikus dan praktisi.
Program ini, kata Boy, diharapkan bisa mereduksi radikalisme dan mencegah bekas napi terorisme mengulangi aksi kejahatannya.
Sejak tahun 2000-an, BNPT mencatat sebanyak 600-an bekas napiter, sedangkan sebanyak 1000-an masih menjalani hukuman pidana.
“Tidak mengistimewakan mantan napiter”
Boy mengatakan bahwa program tersebut bukan mengistimewakan mantan napiter, namun dilakukan untuk mencegah mereka kembali ke kelompoknya.
Program yang sama akan diterapkan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Tengah dan Nusa Tenggara Barat, kata BNPT. Selain di Kabupaten Malang, fasilitas serupa juga akan dibangun di Kabupaten Banyuwangi dan Kabupaten Lamongan.
Sebelumnya, hal serupa diterapkan dalam skala yayasan dan komunitas di Deli Serdang - Sumatra Utara, di Poso dan Tentena – Sulawesi Tengah, Makassar – Sulawesi Selatan dan Lamongan, Jawa Timur.
Boy menambahkan Unisma bisa mengembangkan kawasan tersebut sebagai pusat kajian ketahanan pangan dan deradikalisasi.
“Para akademisi bisa berkontribusi dengan menggembangkan keilmuan dan praktik lapangan. Sekaligus menjadi referensi mahasiswa,” katanya.
Maskuri mengatakan dia akan menyiapkan tim yang terdiri atas sejumlah akademisi dari Fakultas Peternakan, Pertanian, Teknik, dan Kedokteran untuk menyusun masterplan.
Fokus dari kawasan adalah kewirausahaan dan kajian keilmuan yang “terintegrasi, sekaligus menjadi pusat studi ketahanan pangan dan antiradikalisme,” katanya.
Tim akan menyusun skala prioritas dan membangun konsep ekonomi, sosial, dan pendidikan, dengan melibatkan dosen dan mahasiswa.
Program tersebut, kata Boy, merupakan kelanjutan deradikalisasi yang dilaksanakan sejak di luar lembaga pemasyarakatan (Lapas). Saat keluar Lapas, katanya, biasanya mantan napi mengalami hambatan dalam reintegrasi di tengah masyarakat.
Boy menyebut banyak anak muda dan perempuan yang menjadi radikal melalui internet.
BNPT juga mencatat sebanyak 2100-an orang terdiri atas suami, istri dan anak yang berangkat ke Suriah, sekitar 200 orang di antaranya meninggal dalam konflik di sana, sedangkan sebagian berpindah ke Yaman, dan Filipina Selatan.
Sementara itu, Sanusi menyatakan terorisme harus ditangkal secara bersama-sama dengan berkolaborasi termasuk melibatkan perguruan tinggi dan sektor terkait. “Semoga bermanfaat untuk Indonesia,” katanya.
Putus hubungan dan kesejahteraan
Direktur Eksekutif Yayasan Lingkar Perdamaian, Ali Fauzi Manzi mendukung rencana BNPT itu. Ali Fauzi sendiri adalah seorang bekas militan yang tergabung dengan Jemaah Islamiyah (JI)– organisasi teroris terafiliasi dengan al-Qaeda, yang berada di belakang serangkaian aksi terorisme di Indonesia pada dekade 2000-an. Ali Fauzi adalah adik bungsu dari Mukhlas, Amrozi dan Ali Imron, tiga bersaudara teroris di belakang Bom Bali 2002 yang memakan korban 202 jiwa dan merupakan aksi terorisme paling fatal di Indonesia.
Ali Fauzi ditangkap oleh pejabat Filipina pada tahun 2004 ketika mengikuti kamp militan JI di sana dan diektradisi ke Indonesia sebagai tahanan terorisme pada tahun 2006. Perlakuan buruk yang ia perkirakan akan diperolehnya dari aparat keamanan Indonesia ternyata tidak terbukti, sebaliknya ia diperlakukan sangat manusiawi, demikian pengakuannya. Hal itulah yang menyadarkan dia bahwa apa yang dilakukannya selama itu adalah salah.
Menurut Ali, bekas napiter harus diputus hubungan dengan jaringan lama agar tak kembali kambuh dengan ideologi lama. Selain itu, kesejaahteraan menjadi salah satu faktor penting agar bekas napiter fokus dalam bekerja.
“Putus jaringan dan mereka membutuhkan pekerjaan untuk nafkah keluarga,” katanya. Selepas keluar dari Lapas, katanya, mereka tak memiliki pekerjaan dan bekal keterampilan untuk menafkahi keluarga. Sedangkan mereka sulit untuk mendapat pekerjaan dengan latar belakang dan rekam jejaknya.
Melalui Yayasan Lingkar Perdamaian, Ali merekrut bekas napiter bekerja di pertambangan batu kapur, konstruksi dan sebagai tenaga pengajar di sejumlah lembaga pendidikan.
Kini, Ali Fauzi tengah merintis Tebing Cafe Lamongan yang dikelola bersama dengan mantan narapidana dan menawarkan beragam olahan hasil laut, seperti ikan, cumi dan lobster.
“Menghadap laut, pemandangannya indah,” katanya.