30 Orang Tewas Akibat Banjir Jakarta dan Sekitarnya
2020.01.02
Jakarta
Jumlah korban akibat banjir di Jakarta dan sekitarnya telah mencapai 30 orang meninggal dunia dan puluhan ribu lainya mengungsi yang disebabkan oleh hujan deras mengguyur Jakarta sepanjang Tahun Baru, demikian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Kamis (2/1/2020).
Kebanyakan dari korban meninggal berada di Kabupaten Bogor (11 orang), demikian siaran pers BNPB yang diterima BeritaBenar.
Korban lainnya ditemukan di Jakarta, Kabupaten Bekasi, Kota Bogor dan Kota Tangerang.
Kepala Pusat Data dan Informasi dan Komunikasi Kebencanaan (Kapusdatinkom) BNPB, Agus Wibowo, mengatakan lebih dari 31,000 warga terpaksa mengungsi.
Meskipun banjir sudah mulai surut, BNPB mencatat masih ada sekitar 200 titik genangan di sejumlah lokasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) dengan tinggi bervariasi, kata Agus.
“Daerah paling tinggi ada di Bekasi yaitu di Jati Asih, Rawa Lumbu dan komplek dosen IKIP di Bekasi dengan vasiasi 2,5 meter - 6 meter,” kata dia.
Sementara di Jakarta, beberapa daerah terdampak paling buruk antara lain Pondok Kelapa, Halim Perdana Kusuma, Ciledug Cipinang Melayu, dan Cengkareng.
Agus mengatakan BNPB akan mengutamakan keselamatan warga dengan mengerahkan sebanyak 3,800 personel gabungan dari Basarnas, TNI, Polri, relawan PMI dan LSM. Beberapa truk besar dan personel tentara juga dilibatkan untuk mengevakuasi warga di Tangerang.
“Kami mengimbau masyarakat untuk evakuasi sementara ke tempat aman terlebih dahulu, dan tidak kembali lagi ke rumah untuk sementara waktu karena kalau nanti air naik lagi, kami nanti susah menolongnya terutama di daerah aliran deras dan dalam,” ujarnya.
“Utamakan keselamatan jiwa terlebih dahulu dibanding harta,” demikian anjuran BNPB.
Pengungsi banjir tersebar di 269 titik di beberapa wilayah di Jabodetabek.
Sementara itu Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa hujan deras masih akan berlangsung hingga tanggal 10 Januari 2020.
Sejarah terburuk
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan hujan tahun baru kali ini merupakan yang paling ekstrim dalam kurun waktu 24 tahun terakhir.
“Ini bukan hujan biasa,” kata dia dalam pernyataan tertulis.
Mengutip data BMKG intensitas hujan sepanjang tahun baru itu terbesar dalam lebih dari dua dekade.
Banjir 2007 disebabkan hujan berintensitas 250 mm/hari. Pada 2013 oleh hujan 100 mm/hari. Pada 2015, banjir disebabkan oleh hujan besar berintensitas 277 mm/hari. Pada 2016, banjir disebabkan hujan berintensitas 100-150 mm/hari.
Sementara, curah hujan di awal tahun ini melebihi 300 mm/hari, termasuk 377 di Halim, Jakarta Timur, dan 335 di Taman Mini, jelas Doni.
Terakhir, Januari 2013, Jakarta juga dilanda banjir besar dengan korban tewas 12 orang.
Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan mengingatkan bahwa potensi hujan lebat di Jabodetabek masih akan terjadi hingga tujuh hari ke depan karena aliran udara basah dari Timur Afrika menuju ke Indonesia.
“Potensi hujan ekstrim pada tanggal 10 -15 Januari 2020 dan siklus berulang pada akhir Januari hingga pertengahan Februari 2020,” kata dia.
Hujan yang deras membuat sejak malam tahun baru menyebabkan air naik secara cepat dan membuat warga tak sempat menyelamatkan harta bendanya.
Asri (40) warga Cipinang Melayu menceritakan rumahnya terendam sampai atap dan pada saat kejadian ia dan keluarga sedang mudik ke kampung.
“Barang semua hancur, lemari terbalik dan buku sekolah basah dan sobek, tidak bisa dipakai lagi,” ujar dia.
Salah satu warga di Jl Swadaya X, Pulo Gebang, Destya Adventyas (32) mengatakan hujan deras pada malam tahun baru yang tak berhenti membuat genangan sekitar 50 cm di pekarangan rumah dan 15 cm di dalam rumah.
“Daerah ini dulunya memang langganan banjir tapi sejak BKT (Banjir Kanal Timur) jadi, air banjir hanya 20 cm saja di pekarangan rumah dan durasi nya sebentar langsung surut, tidak sampai masuk ke rumah, tapi kali ini masuk,” kata dia yang rumahnya berada di sepanjang pinggiran kanal tersebut. .
Ia mengatakan mayoritas rumah di sana sudah tinggi karena sejarah langganan banjir sejak 2007 silam. “Belum ada bantuan pemerintah. Semoga semua program penanggulangan banjir dikerjakan maksimal dan sesuai rencana,” kata dia.
Drainase
Menurut pakar tata kota dari Universitas Trisakti, Yayat Supriyatna, selain disebabkan oleh curah hujan tinggi, banjir yang terjadi di Jakarta disebabkan karena tidak maksimalnya daya dukung lingkungan maupun sistem drainase yang ada.
“Kita ketahui sistem drainase di Jakarta masih menggunakan sistem yang dibuat di masa kolonial Belanda, tapi tetap dipakai hingga sekarang, jadi betul-betul dimensinya tidak sesuai dengan kebutuhan dan perubahan yang terjadi sekarang,” kata dia kepada BeritaBenar melalui sambungan telpon.
Ia menilai keadaan Jakarta semakin berubah karena tidak ada ruang terbuka daerah resapan air dan pembangunan yang makin meluas. Sementara air melimpah semakin tinggi, tapi drainase nya tetap aja tidak banyak sentuhan.
“Harus diakui Jakarta belum banyak melakukan perubahan drastis terkait dengan penataan drainase nya. Bisa dikatakan kondisi drainase dan aliran sungai di DKI Jakarta ini belum banyak lagi disentuh dalam beberapa tahun terakhir. Bisa dikatakan program yang dilakukan sekarang hanyalah program pemeliharaan rutin belum sampai pada program mendasar,” kata dia
Misalnya, program yang sudah ada seperti ada bantaran sungai, normalisasi dan naturalisasi sungai belum diketahui sejauh mana sejauh mana gagasan ini sebetulnya bisa diwujudkan dalam tatanan prakteknya dan sejauh mana dia akan bisa mengatasi banjir saat ini
Saat ini program normalisasi sungai dihentikan karena dianggap akan mengusir penduduk. “Padahal persoalan saat ini adalah membangun fundamendal mendasar untuk mengatasi banjir dengan sistem tata air yang handal,” ujarnya.
Menurutnya, banjir kanal timur dan barat saat ini kondisinya belum maksimal menampung dan mewadahi air yang ada.
“Seharusnya sistem drainase di Jakarta diganti dibangun dengan yang baru. Ini akan mendukung sistem banjir kanal timur dan barat yang sudah mulai berjalan, bagaimana dengan saluran sekunder dan tersier nya bagaimana menghubungkan dan memaksimalkan,” sarannya.
Selain itu, kurangnya sinergi maksimal untuk kondisi yang terjadi membuat implementasi di lapangan masih sangat terbatas.
“Realisasi belum maksimal karena ada perbedaan kepentingan dan pendapat,” ujarnya.
Koordinasi
Ketua DPR RI Puan Maharani meminta agar bencana banjir yang melanda Jabodetabek untuk segera diatasi melalui koordinasi dan komunikasi antar instansi terkait.
“Tidak malah saling melempar tanggung jawab dan tetap mengedepankan kepentingan masyarakat,” ujarnya dalam siaran pers yang diterima BeritaBenar.
Dalam setiap peristiwa bencana, penyelamatan korban adalah yang utama, ujar Puan.
“Kami mendengar dan menerima laporan bahwa masih banyak korban yang belum dievakuasi dari rumah-rumah mereka yang terkepung banjir, terutama di wilayah terdampak banjir di pinggiran Tangerang, Bekasi, dan Bogor. Karena itu tim evakuasi harus menyisir seluruh wilayah terdampak untuk menghindari jatuhnya korban yang lebih banyak,”kata dia.
Presiden Joko Widodo mengatakan kerusakan alam hingga perilaku masyarakat menjadi faktor penyebab terjadinya banjir.
"Ini harus dikerjakan bersama-sama. Pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota semuanya bekerja sama dalam menangani ini. Karena ada yang disebabkan oleh kerusakan ekosistem, kerusakan ekologi yang ada, tapi juga ada yang memang karena kesalahan kita yang membuang sampah di mana-mana, banyak hal," kata Presiden.
Presiden mengatakan saat ini yang menjadi fokus utama adalah evakuasi korban banjir. Setelah itu, pemerintah akan membicarakan upaya-upaya penanganan banjir dari segi infrastruktur.
"Keselamatan, keamanan masyarakat harus didahulukan. Nanti urusan banjir secara infrastrukturnya akan kita bicarakan setelah penanganan evakuasi selesai," tandasnya.