Kisah ‘Bu Angel’ Membantu Warga Miskin di Pelosok Bali

Anton Muhajir
2016.08.25
Denpasar
160825-ID-bali-viebeke-620.jpg Asana Viebeke Lengkong (berdiri) menjelaskan pentingnya kesehatan reproduksi pada remaja perempuan di Desa Tulamben, Kabupaten Karangasem, Bali, 15 Agustus 2016.
Anton Muhajir/BeritaBenar

Setelah menempuh perjalanan empat jam dari Kerobokan, Kecamatan Kuta Utara, Badung, Asana Viebeke Lengkong dan empat staf I am an Angel (IAA) tiba di Desa Tianyar Tengah, Kecamatan Kubu, Kabupaten Karangasem.

Hampir 300 murid SD dan para guru menyambut tim IAA ketika tiba di SDN 2 Tianyar Tengah, sekitar 120 kilometer dari Denpasar. Sebagian besar murid yang berpakaian merah putih hanya beralas sandal. Mereka berebut berjabat tangan dengan Viebeke.

Senin pagi, 15 Agustus 2016, Viebeke dan relawan IAA menyerahkan bantuan alat-alat sekolah untuk anak-anak SD tersebut. Ada tas punggung berisi buku, pensil, dan alat gambar. Mereka juga membagi telur, susu, alat penyaring air dan botol air buat warga setempat.

“Pendidikan anak-anak SD menjadi pintu masuk untuk meningkatkan kehidupan mereka karena kemiskinan berasal dari kurangnya pendidikan,” tutur Viebeke kepada BeritaBenar.

Usai membagi alat-alat sekolah dan bermain, Viebeke melanjutkan perjalanan. Kali ini, melihat kolam penampung air hujan atau cubang di Banjar Dalem, desa yang sama. Tianyar adalah desa di lereng Gunung Agung yang mengalami susah air. Air untuk kebutuhan sehari-hari hanya datang dari air hujan, sesuatu yang jarang.

Tak heran jika desa ini kering dan berdebu. Warga jarang mandi karena memang susah mendapatkan air. Ada cubang yang bisa menyimpan air dalam waktu lebih lama sangat membantu mereka, terutama untuk kebutuhan sehari-hari.

Sejak tiga tahun lalu, IAA membuat tujuh cubang di Banjar Dalem, yang dihuni 200 keluarga ini. Menurut Kelian Banjar Dalem, I Ketut Wangun, satu cubang digunakan 20-40 keluarga. Bantuan itu sangat berguna bagi masyarakat karena mereka sudah mendapatkan air bersih.

“Bu Angel (sebutan warga kepada Viebeke) sudah membantu meringankan beban kami yang susah air pada musim kemarau,” ujar Wangun.

Panggilan

Perjalanan ke pedalaman Bali menjadi kebiasaan bagi Viebeke, pendiri IAA sejak 20 tahun lalu. Hampir tiap minggu, ia mengunjungi desa-desa miskin Bali, terutama Karangasem, Bangli, dan Buleleng.

Tiga daerah ini selain jauh dari pusat ekonomi, politik, dan pariwisata juga menjadi kantong warga miskin di Bali. Viebeke rajin membantu mereka yang terlupakan di balik kemegahan Bali.

Di balik gemerlapnya sebagai daerah pariwisata, Bali memang menyimpan sisi-sisi muram, seperti kemiskinan dan keterbelakangan pembangunan.

Warga desa-desa semacam Tianyar, Muntigunung, dan Ban di Karangasem terkenal sebagai penyumbang pengemis di Kuta dan Ubud, magnet utama pariwisata Bali.

Viebeke lahir dari keluarga elite Indonesia. Bapaknya pendiri perusahaan perkapalan di Indonesia dan pendukung Partai Sosialis Indonesia (PSI) yang tahun 1960 dilarang oleh Presiden Sukarno. Ibunya adalah seorang artis bintang film era 1950-an.

Sejak kecil, perempuan kelahiran Jakarta pada 7 Mei 1958 terbiasa hidup di keluarga kelas atas. Namun, bapaknya sering membawanya ke desa-desa sejak SD terutama di Malang, Jawa Timur dan Gombong, Jawa Tengah.

“Saya dititipkan ke orang-orang desa lalu ditinggal begitu saja oleh papa. Katanya biar saya bisa belajar,” Viebeke bercerita.

Terbiasa tinggal bersama orang desa sejak kecil membekas dalam ingatan sosok dua anak ini.

Meski pernah belajar dan tinggal di pusat-pusat gemerlap dunia, seperti New York dan London, dia memilih pulang ke Indonesia. Viebeke merasa terpanggil untuk membantu masyarakat terpinggirkan, terutama warga miskin di pedesaan Bali.

Semula memakai modal pribadi dari hasil usahanya sebagai pengusaha properti. Sejak 2003, Viebeke menggalang dana dari para pecinta dunia hiburan di Bali lewat IAA yang didirikan bersama teman-temannya. IAA adalah lembaga filantropi untuk membantu warga yang luput dari perhatian pemerintah.

Menurut dia, sumber dana IAA dari kegiatan amal. Setiap tahun, IAA mengadakan malam penggalangan dana di Ku De Ta, restoran terpopuler di kawasan Seminyak, Kuta Utara. Ada sekitar 100 stan dan orang-orang secara pribadi yang ikut dalam kegiatan pesta amal tersebut.

Jumlah dana yang terkumpul terus bertambah. Saat pertama kali diadakan pada 2003, mereka mengumpulkan dana hingga $20.000. Tahun 2010, dana terkumpul mencapai $97.000.

Hasil kegiatan amal kemudian mereka salurkan ke warga miskin seperti di Tianyar dan Tulamben. “Kami hanya pipa, menyambungkan orang kaya yang suka berdonasi dengan orang miskin yang membutuhkannya,” kata Viebeke.

Terinspirasi

Selain pendidikan dan akses kesehatan, IAA juga mendukung perempuan remaja agar lebih berdaya. Mereka memberikan pendampingan untuk anak-anak korban kekerasan dalam rumah tangga dan bahkan pelecehan seksual.

Ketika ke Karangasem, relawan IAA bertemu perempuan remaja di Banjar Muntig, Desa Tulamben, kecamatan yang sama.

Viebeke bersama penyuluh pertanian dan polisi juga memberikan pelatihan teknik berkebun dan disiplin lalu lintas. Hal-hal semacam itu, menurut dia, menjadi bekal bagi anak perempuan untuk lebih berdaya.

Ni Komang Juliani, seorang peserta mengaku senang dengan program IAA di desanya.

“Saya bisa belajar berkebun. Saya terinspirasi untuk menanam semangka seperti tetangga saya yang sudah berhasil,” ujar remaja putri itu.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.