Pihak Berwenang: Pimpinan ISIS Asal Indonesia, Bahrun Naim, Tewas
2018.08.31
Washington
Militer Amerika Serikat (AS) telah membunuh pimpinan kelompok Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) asal Indonesia, Bahrun Naim, di Suriah pada Juni lalu, demikian disampaikan oleh seorang jurubicara Pentagon kepada BeritaBenar, hari Jumat, 31 Agustus 2018.
Militan yang melek teknologi itu adalah penyandang dana jaringan teror di Indonesia dan setidaknya telah merekrut 100 warga Indonesia untuk bergabung dengan apa yang disebut sebagai khilafah, serta mendoktrinasi kaum perempuan untuk menjadi pelaku bom bunuh diri, demikian menurut pihak berwenang dan pakar dari Indonesia dan AS.
"Kami telah terinformasi bahwa pasukan AS telah membunuh Bahrun Naim di Suriah pada bulan Juni," Letnan Kolonel Koné Faulkner, juru bicara Departemen Pertahanan AS, mengatakan kepada BeritaBenar.
Faulkner memberikan rincian tentang waktu dan tempat kematian Naim setelah Menteri Pertahanan Indonesia Ryamizard Ryacudu menginformasikan hal tersebut awal pekan ini.
Berita tentang tewasnya Bahrun Naim telah beredar di sejumlah media regional setidaknya dalam tiga waktu yang berbeda dalam dua tahun terakhir bersumberkan dari percakapan online dan posting media sosial, namun kepolisian Indonesia menolak untuk mengkonfirmasi berita tersebut, dengan alasan kurangnya bukti.
Konfirmasi kematian Bahrun Naim diperoleh melalui surat dari Menteri Pertahanan AS James Mattis, kata Ryamizard.
“Saya juga mengucapkan terima kasih atas surat Mattis kepada saya yang menginformasikan terbunuhnya tokoh teroris Bahrun Naim dan Abu Ghaida beberapa waktu yang lalu dalam operasi Militer AS,” demikian tertulis dalam transkrip yang dirilis oleh Kementerian Pertahanan Indonesia sebagai pidato yang dipersiapkan untuk Ryamizard dalam pertemuan dengan para pejabat tinggi Pentagon awal minggu ini.
Ryamizard mengatakan informasi itu disampaikan sebagai hasil dari kerja sama intelijen.
“Begitu ditembak, Menteri Mattis kirim surat dengan saya dua minggu lalu. Dia sudah melaporkan ada dua pimpinan itu tadi. Itu salah satu kerjasama intelejen,” kata Ryamizard kepada BeritaBenar dalam sebuah wawancara di Washington, hari Rabu lalu.
Irjen. Pol. Hamidin, Deputi III Bidang Kerjasama Internasional Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) pada hari Kamis mengatakan bahwa BNPT belum menerima informasi dari AS mengenai kematian Bahrun Naim.
Juru bicara Departemen Pertahanan, Totok Sugiharto, mengatakan informasi itu kemungkinan disampaikan langsung kepada Menteri Pertahanan Indonesia "karena Ryamizard dan Matttis sangat dekat."
Informasi tentang identitas Abu Ghaida belum bisa langsung diperoleh.
‘Pembom harus perempuan’
Bahrun Naim terbunuh 16 bulan setelah Departemen Keuangan AS menyatakannya sebagai "teroris global."
“Naim adalah pejabat ISIS asal Indonesia yang berbasis di Suriah dan telah menjalani berbagai peran termasuk memimpin unit ISIS, merekrut, mengawasi dan mendanai operasi ISIS di Indonesia dan tempat-tempat lain,” kata Departemen Keuangan AS dalam pernyataan Maret 2017.
Bahrun Naim yang lahir pada 6 September 1983 di Surakarta, Jawa Tengah, menyatakan kesetiaannya kepada ISIS pada Agustus 2014 dan telah merekrut lebih dari 100 warga Indonesia pada Januari 2016, kata pernyataan itu.
AS menuduh Naim mengorganisir dan mendanai serangan teroris yang menewaskan empat warga sipil dan empat pelaku dalam peristiwa teror di kawasan Thamrin di Jakarta pada 14 Januari 2016, dan mentransfer hampir US $ 72.000 (Rp.1 milyar lebih) kepada seorang rekannya di Indonesia. Serangan itu adalah aksi teroris pertama yang diklaim oleh ISIS di Indonesia.
Naim menggunakan sistem pembayaran online PayPal dan mata uang digital Bitcoin ke Indonesia untuk mentransfer dana yang dipergunakan untuk aksi terorisme, demikian kata Kiagus Ahmad Badaruddin, ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), dalam sebuah konferensi pers di Jakarta pada Januari 2017.
Baru-baru ini, Bahrun Naim memulai upaya untuk merekrut perempuan sebagai pelaku bom bunuh diri, "karena mereka cenderung tidak menarik kecurigaan," menurut laporan dari Institut Analisis Kebijakan Konflik (IPAC) yang berbasis di Jakarta.
Di antara mereka adalah Dian Yulia Novi, yang ditangkap setelah rencananya untuk meledakkan bom panci saat upacara pergantian penjaga di luar istana kepresidenan di Jakarta pada Desember 2016 gagal. Dian dijatuhi hukuman tujuh setengah tahun penjara pada Agustus 2017.
Tak lama setelah penangkapan mereka, Dian dan suaminya Nur Solihin memberikan kesaksian dalam wawancara televisi yang menggemparkan, dengan menyatakan bahwa pernikahan mereka dilakukan untuk memfasilitasi serangan terorisme yang mereka katakan diarahkan dari Suriah.
“Itu semua dari target waktu, jam, apalah semuanya itu yang menentukan Bahrun Naim. Saya sendiri tidak tahu awalnya itu targetnya mana ... tetapi ketika sudah mendekati waktunya dia (Bahrun Naim) baru mengabari, ”kata Nur Solihin dalam 23 menit wawancara oleh TVOne.
"Itu Bahrun Naim yang mengatakan pengantinnya (pembom bunuh diri) itu harus perempuan," katanya.
Dian mengatakan Naim menginformasikan melalui Telegram bahwa targetnya adalah penjaga di luar Istana Kepresidenan.
Naim menginstruksikan Dian untuk berbaur dengan penonton yang biasanya berkumpul untuk menyaksikan pergantian penjaga, lalu berlari ke arah penjaga dan meledakkan diri, kata Dian.
Ketika itu Dian Yulia Novi secara luas digambarkan sebagai calon pembom bunuh diri perempuan pertama di Indonesia. Namun dengan aksi bom bunuh diri di Surabaya pada Mei lalu, perempuan telah menjadi pembom bunuh diri bahkan dengan mengajak anak-anaknya.
Pada 13 Mei 2018, sepasang suami-istri dan empat anak mereka yang berusia 9 hingga 18 tahun melakukan tiga pemboman bunuh diri di gereja-gereja di Surabaya. Keesokan harinya sebuah keluarga lain beranggotakan lima orang melakukan aksi bom bunuh diri di markas besar kantor polisi di Surabaya, menewaskan seluruh keluarga itu kecuali anaknya yang berusia 8 tahun.
“Ini mungkin pertama kalinya di dunia, orang tua membawa anak-anak mereka untuk meledakkan diri. Serangan semacam ini belum pernah terjadi sebelumnya,” kata direktur IPAC, Sidney Jones, kepada BeritaBenar saat itu.