Anak Badak Sumatera di Kalimantan Mati

Gunawan & Tia Asmara
2016.04.06
Balikpapan & Jakarta
160406_ID_Rhino_1000.jpg Najag, badak Sumatera saat berada di kantong populasi I Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, akhir Maret 2016.
Dok. WWF Indonesia.

Seekor badak Sumatera (Decerorhinus sumatrensis) berusia sekitar 10 tahun mati setelah hampir sebulan ditempatkan di kantong populasi I di Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur.

Spesies satwa sangat langka yang diberi nama Najag diamankan di lokasi itu untuk keperluan pengobatan sejak 12 Maret lalu, karena kakinya terjerat jebakan dalam hutan.

“Sudah mati badaknya. Penyebabnya belum diketahui,” ungkap Direktur Komunikasi dan Advokasi WWF Indonesia, Nyoman Iswarayoga saat dihubungi BeritaBenar, Rabu 6 April 2016.

Tim dokter hewan Kementerian Lingkungan Hidup dan WWF, katanya, mengotopsi bangkai anak badak Sumatera itu untuk mengetahui penyebab kematiannya.

Nyoman menduga infeksi di kaki kiri menjadi penyebab utama kematiannya. Kaki kiri badak itu menderita luka sedalam 1 centimeter karena terkena jeratan perangkap yang tak diketahui siapa pemangsanya.

“Kamera pengawas kami sudah mendapati badak ini terjerat tali sejak Oktober 2015. Saat berkeliaran, kakinya terlihat bengkak hingga akhirnya bulan Maret ditangkap petugas lapangan,” paparnya.

Menurutnya, petugas sudah memberi obat anti biotik untuk mengantisipasi infeksi. Tapi Selasa dinihari 5 April 2016 badak ini kedapatan mati dalam kandang berukuran 16 x 27 meter.

Rencananya Najag akan dipindah ke lokasi lebih aman di kantong populasi III dalam Hutan Lindung Kelian Lestari Kutai Barat. Kawasan seluas 200 hektar ini dianggap cukup memadai untuk menjadi habitat alam badak Sumatera di Kalimantan.

“Karena sudah mati akhirnya bangkai badak akan diawetkan untuk penelitian,” kata Nyoman.

Kepala Biro Humas Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Novrizal Thahar dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, menyatakan Najag merupakan satu-satunya badak Sumatera tertangkap kamera yang dipasang tim survey pada Oktober 2015 di hutan Kalimantan Timur.

Sejak itu, pemerintah dan aktivis fauna mengupayakan penyelamatan Najag untuk dilepaskan jerat talinya dan diberikan pengobatan. Namun tim dokter hewan tidak mampu menyelamatkan anak badak tersebut.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati, Bambang Dahono Adji menyebutkan, kondisi Najag sempat membaik. Tetapi dalam beberapa hari terakhir tiba-tiba memburuk.

“Jeratan talinya sudah menembus sampai ke tulang, mungkin ini yang menyebabkan infeksi merusak organ dalamnya, koma pada pukul 01.00 WITA dan kemudian mati pukul 02.45 WITA,” ujar Bambang.

Pakar badak yang juga Direktur Eksekutif Yayasan Badak Indonesia (YABI), Widodo Ramono mengatakan infeksi di tubuh Najag sudah terjadi cukup lama sehingga ada dugaan infeksi sudah menyebar ke jantung.

“Najag juga mengalami myopatic otot (keadaan kram permanen) ditambah stres akut yang mempercepat kematiannya,” katanya.

Berdasarkan data YABI, tambah Widido, populasi badak Sumatera di Indonesia hanya tinggal 100 ekor yang tersebar di Kalimantan (15 ekor), Gunung Leuser (5), Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (40 ekor) dan Taman Nasional Way Kambas (30-35 ekor).

Sementara populasi badak Jawa diperkirakan meningkat dari yang tadinya 56 ekor menjadi 62 ekor dengan habitat di Ujung Kulon, jelasnya.

Satwa sangat unik

Widodo mengatakan badak merupakan satwa sangat unik dalam berkembang biak, cara hidup sampai merawat anaknya.

“Badak betina kalau tidak kawin pasti memiliki masalah reproduksi,” ujarnya.

Sebagai contoh, jelasnya, di Sabah terdapat dua badak Sumatera betina dan seekor jantan. Namun tidak bisa bereproduksi.

“Badak juga mudah stres dan bisa tiba-tiba mati begitu saja. Jadi, sulit sekali mengembangbiakkan badak Sumatera,” kata dia.

Berbeda dari badak Jawa bercula satu, Widodo menjelaskan bahwa ciri khas badak Sumatera bercula dua dan termasuk jenis badak paling primitif di dunia karena telah memisahkan diri dari nenek moyangnya 5 juta tahun lalu. Habitat hidupnya di hutan lebat.

Bentuk badan badak Sumatera juga lebih kecil dari badak Jawa. Panjang dari mulut sampai pangkal ekor sekitar 240-270 cm, tinggi 120-135 cm. Badak Sumatera juga merupakan satu-satunya badak yang berbulu.

Menurut Widodo, habitat badak semakin terdesak karena banyaknya pembukaan lahan perkebunan di kawasan hutan lindung maupun konservasi.

“Menjerat satwa menjadi kebiasaan masyarakat lokal. Niatnya mungkin hanya untuk jerat babi hutan namun yang kena malahan satwa langka,” katanya.

Bambang menambahkan pihaknya terus melanjutkan penyelamatan badak Sumatera di Kalimantan Timur dengan membentuk tim perlindungan Rhino Protection Unit (RPU) yang terdiri dari tujuh petugas di setiap unit.

Petugas itu terdiri dari masyarakat lokal, aktivis fauna dan pejabat pemerintahan yang sudah berpengalaman menangani badak dari Bukit Barisan Selatan dan Way Kambas.

“Patroli tapak badak dilakukan di kawasan badak dan sosialisasi untuk mengetahui berapa jumlah dan lokasi badak,” jelasnya.

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati mengatakan pihaknya akan membuat suaka badak (sanctuary) untuk menyelamatkan badak Sumatera di Kalimantan.

Selama ini, hanya ada satu sanctuary badak Sumatera yang terletak di Ujung Kulon.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.