Kecewa Sikap Australia Terkait Yerusalem, MUI Minta Pemerintah Stop Impor Daging

Kementerian Perdagangan menyatakan hubungan Indonesia-Australia baik-baik saja.
Ami Afriatni
2018.12.17
Jakarta
181217_ID_Australia_1000.jpg Polisi berjaga-jaga sementara para pengunjuk rasa berdemonstrasi di depan Kedubes Australia di Jakarta, 26 November 2018.
AFP

Majelis Ulama Indonesia (MUI) meminta pemerintah untuk menghentikan impor daging dan ternak dari Australia sebagai respon atas keputusan Canberra mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

"Australia sebagai negara sahabat dan tetangga Indonesia paling dekat dan memiliki hubungan historis begitu bagus seharusnya jangan menciderai hubungan bilateral itu,” ujar Ketua Dewan Pengurus MUI Pusat Bidang Hubungan Luar Negeri, Muhyiddin Junaidi kepada BeritaBenar, Senin, 17 Desember 2018.

“Sama saja menampar wajah Indonesia yang sejak awal tetap berkomitmen bahwa Israel adalah penjajah dan itu tidak bisa ditawar-menawar," tambahnya.

Muhyiddin mengusulkan Indonesia mencari pemasok daging dan ternak dari negara lain.

“Saya pikir banyak sekali negara supplier livestock, misalnya New Zealand. Bisa kita alihkan ke sana,” katanya.

“Pakistan dan India sudah mulai supply daging buffalo-nya. Jadi kita minta kepada Ibu Menlu tolong ini diperhatikan, itu sikap Majelis Ulama Indonesia."

Dikutip dari kantor berita Perancis AFP, Perdana Menteri Australia Scott Morrison akhir pekan lalu mengumumkan Australia telah mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel.

Tapi, rencana pemindahan Kedubes baru akan dilakukan setelah kesepakatan damai tercapai.

Morrison juga mengatakan akan berkomitmen mendukung rencana Yerusalem Timur sebagai ibukota Palestina merdeka sebagai bagian dari solusi dua negara.

Sebelumnya, rencana pemindahan kedubes dan pengakuan Australia memicu kemarahan Indonesia.

Pertengahan Oktober lalu sempat beredar isi percakapan melalui aplikasi pesan singkat WhatsApp antara Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi dan Menteri Luar Negeri Australia Marise Payne.

Retno menyatakan bahwa rencana itu "mengecewakan" dan "menjadi tamparan” bagi Indonesia yang tegas menyikapi isu Palestina.

Retno juga menegaskan sikap Australia ini "akan mempengaruhi hubungan bilateral kedua negara".

Tidak hanya Indonesia, negara Jiran Malaysia juga mengecam keras pengakuan Australia terhadap Yerusalem sebagai ibukota Israel.

“Yerusalem selalu berada di bawah Palestina, jadi kenapa mereka (Australia) mengambil inisiatif untuk membagi Yerusalem (seperti itu) bukan milik mereka, tetapi untuk memisahkan antara orang Arab dan Yahudi?” kata Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad pada Minggu malam, seperti dikutip di The Sydney Morning Herald.

Muhyiddin mengatakan Indonesia tetap menganggap Israel sebagai pihak yang menduduki Palestina karena sampai sejauh ini bangsa Palestina masih di bawah kendali negara Yahudi itu.

"Israel itu tidak pernah mematuhi resolusi Dewan Keamanan PBB dari A sampai Z. Satupun tidak ada yang dipenuhi oleh Israel, bahkan Israel begitu arogan dan pongahnya mengumumkan bahwa Yerusalem itu seluruhnya adalah milik Israel. Mereka memindahkan ibukota Israel dari Tel Aviv ke Yerusalem. Hal ini melanggar kesepakatan two-state solution," tegas Muhyiddin.

"Kalau memang Australia memiliki posisi seperti itu karena takut dengan Amerika dan mengklaim dirinya sebagai sayap Amerika, maka kita perlu meninjau kembali hubungan bilateral tersebut."

Ditambah lagi, lanjutnya, Australia kerap kali mengintervensi urusan dalam negeri dan mengambil banyak manfaat dari situasi dalam negeri di Indonesia, misalnya referendum Timor-Timur dan Gerakan Papua Merdeka.

Tak ada pembatasan kuota

Sementara itu, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, Oke Nurwan, mengatakan pihaknya belum mendapatkan surat dari MUI.

"Nanti tentu akan ada arahan dari pimpinan. Namun sementara ini kita belum dapat suratnya. Kebijakan impor itu sebetulnya dilihat dari kebutuhan kita juga," ujar Oke saat dikonfirmasi.

Oke mengatakan selama ini hubungan dagang Indonesia-Australia baik-baik saja, khususnya dalam pemenuhan kebutuhan daging dalam negeri dan Indonesia pasti belum menerapkan pembatasan kuota.

"Karena pada dasarnya ini dikaitkan dengan mekanisme pasar harga dan tentunya kepastian kehalalan daging," ujarnya.

Oke juga menolak berspekulasi jika pemerintah akhirnya mempertimbangkan usul dari MUI.

"Kami mempersilakan MUI. Pada dasarnya kami dari Kementerian Perdagangan hanya mengikuti yang memastikan aturan mainnya yang berlaku," ucapnya.

Dari data Badan Pusat Statistik, tercatat impor daging sapi dari Australia mencapai 85 ribu ton pada tahun 2018.

Jumlah ini adalah sekitar 53 persen dari total impor atau hampir 13 persen kebutuhan daging sapi nasional yang mencapai 663.290 ton.

Sedangkan, produksi daging sapi dalam negeri sendiri baru mencapai 403.668 ton.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.