Sejumlah Negara Asia Antisipasi Kepulangan Simpatisan ISIS
2019.03.27
Dhaka, Jakarta, Kuala Lumpur & Manila
Sejumlah negara di Asia, termasuk Indonesia, bersiap mengantisipasi kepulangan warga negara mereka yang menjadi simpatisan kelompok teroris ISIS setelah pasukan koalisi yang didukung Amerika Serikat sukses menghancurkan kelompok tersebut di kantong pertahanan terakhir mereka akhir pekan lalu.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri, Dedi Prasetyo, mengatakan bahwa pihak Detasemen Khusus 88 Antiteror akan terus memburu para terduga teroris dan memantau sel-sel teror di seluruh penjuru tanah air meski ISIS telah dinyatakan kalah di Suriah.
"Densus 88 terus mengidentifikasi para tersangka dan melanjutkan upaya mitigasi melalui sejumlah kegiatan pencegahan untuk mengantisipasi serangan-serangan teror yang dilakukan individu (lone-wolf)," ujar Dedi, Senin, 25 Maret 2019.
Tahun lalu, Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu mengatakan kepada BeritaBenar dalam sebuah wawancara di Washington bahwa 700-an warga negara Indonesia telah bergabung dengan ISIS.
Pada bulan Agustus 2017, 18 warga negara Indonesia yang mengaku telah bergabung dengan ISIS di Suriah dibawa ke penampungan khusus untuk rehabilitasi sesaat setelah kepulangan mereka ke tanah air.
Menurut Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), lebih dari 40.000 tentara asing dari 110 negara diperkirakan bergabung dengan ISIS di Suriah dan Irak.
Berdasarkan laporan Pusat Internasional Studi Radikalisasi (ICSR) Universitas King's College London bulan Juli 2018, tentara asing di Suriah dan Irak tersebut termasuk 800 orang dari Indonesia, 154 dari Malaysia, 100 dari Filipina dan 40 dari Bangladesh.
Bangladesh: Larang kembali
Negara-negara di Asia lainnya mengambil langkah yang beragam dalam mempersiapkan diri mengantisipasi kepulangan warga negara mereka yang terlibat kelompok ekstrem itu.
Pemerintah Bangladesh misalnya, bertekad melarang warga negaranya yang bergabung dengan ISIS di Suriah untuk kembali ke negara tersebut.
Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin oleh tentara Kurdi dan didukung oleh angkatan udara Amerika Serikat hari Sabtu lalu mengumumkan telah mengambil alih kantong pertahanan ISIS terakhir di Provinsi Deir Ezzor, wilayah timur Suriah dan menangkap 800-an orang tentara asing, termasuk dari Bangladesh.
"Jika ada tersangka yang mencoba kembali dengan berbagai cara, kami akan menangkap mereka dan menjerat mereka dengan hukum yang berlaku. Kami tidak akan membiarkan seorang teroris pun kembali ke Bangladesh," ujar Menteri Dalam Negeri Bangladesh Asaduzzaman Khan Kamal kepada BeritaBenar, ketika ditanya tentang kebijakan pemerintah dalam menghadapi potensi kepulangan para simpatisan ISIS.
Pemerintah Kota Dhaka sendiri belum dapat mengumumkan jumlah pasti warga negara Bangladesh yang meninggalkan negara tersebut untuk bergabung dengan para militan ISIS dan menduduki sejumlah kota di Suriah dan Irak tahun 2014 silam.
Sejumlah pejabat badan antiteror Bangladesh kerap enggan dikutip terkait ISIS. Namun seorang sumber yang juga pejabat di kepolisian yang menangani kejahatan terorisme dan lintasnegara mengatakan kepada BeritaBenar sekitar 40 orang remaja Bangladesh telah berangkat ke Suriah dan Irak untuk berjuang bersama ISIS.
Malaysia: Upayakan pemulangan
Sementara itu, sumber BeritaBenar yang merupakan seorang pejabat keamanan senior Malaysia, mengatakan pemerintah pusat tengah mengupayakan pemulangan 23 warga negara Malaysia yang meminta pertolongan untuk kepulangan mereka.
"Kami masih bernegosiasi dengan sejumlah pihak untuk membawa pulang mereka," ujar sang sumber lewat sambungan telepon. Diperkirakan ke-23 orang ini adalah para mantan militan.
"Kami masih mengupayakan kepulangan mereka dan ada banyak persyaratan yang harus dipenuhi, karena paspor mereka hancur semasa perang."
Sumber tersebut mengatakan 51 warga negara Malaysia, termasuk 17 anak-anak, diperkirakan masih dipenjara di Suriah di bawah pengawasan tentara Kurdi.
"Pemerintah akan memulangkan mereka dengan sejumlah syarat," katanya.
Tercatat sebanyak 102 warga negara Malaysia berangkat ke Suriah dan Irak sejak 2013 dengan harapan dapat bergabung dengan ISIS. Namun 40 orang di antaranya tewas dalam pertempuran atau situasi lain, termasuk sembilan di antaranya yang terlibat dalam bom bunuh diri. Sebelas lainnya memilih untuk kembali ke Malaysia.
Filipina: Dipersulit kembali
Juru Bicara Komando Selatan Militer Filipina, Kol. Gerry Besana, mengatakan kepada BeritaBenar dalam sebuah wawancara baru-baru ini bahwa sejumlah sistem keamanan diberlakukan untuk menyulitkan warga negara Filipina yang bergabung dengan ISIS untuk kembali ke tanah air.
Menurutnya sedikitnya dua orang warga negara Filipina bernama Mohammed Reza Kiram dan sang istri, Ellen Bariga, yang merupakan seorang mualaf, dipercaya telah bergabung dengan ISIS di Suriah tahun 2015 lalu.
"Kami khawatir ternyata ada lebih banyak warga negara kami yang dilatih untuk berperang di luar negeri," ungkapnya.
Bulan Mei 2017, faksi kelompok militan yang dipimpin oleh Isnilon Hapilon yang dipercaya sebagai pemimpin ISIS di Asia Tenggara, mengambil alih Kota Marawi dan terlibat perang dengan pasukan pemerintah selama lima bulan. Sebanyak 1200 orang tewas dalam pertempuran itu, kebanyakan adalah para militan. Hapilon yang didukung oleh pejuang asing termasuk salah satu korban tewas.
Pada masa jayanya di tahun 2014, ISIS mampu menduduki kota Raqqa dan Mosul, kota terbesar kedua di Irak, dan menjadi salah satu basis pertahanan ISIS yang terpenting.
Pimpinan ISIS Abu Bakar al-Baghdadi yang mengklaim dirinya sebagai penerus kekhalifahan Islam di masa lalu mendeklarasikan berdirinya kekhalifahan Islam di Mosul dan mengajak ribuan Muslim di seluruh dunia, termasuk Bangladesh, Malaysia dan Indonesia, untuk bergabung dan berjuang bersama ISIS.