ASEAN, Australia serukan gencatan senjata di Gaza
2024.03.06
Jakarta
Diperbarui pada Rabu, 6 Maret 2024, 22:00 WIB
Negara-negara ASEAN dan Australia pada Rabu (6/3) menyerukan gencatan senjata di Jalur Gaza demi mencegah memburuknya krisis kemanusiaan di wilayah tersebut. Mereka juga mendesak pemberian akses kemanusiaan yang cepat, aman, dan tanpa hambatan bagi masyarakat terdampak konflik bersenjata yang terjadi sejak Oktober tahun lalu itu.
“Kami mengutuk serangan terhadap seluruh warga dan infrastruktur sipil… Kami mendesak gencatan senjata kemanusiaan segera dan yang bertahan lama,” kata negara-negara ASEAN, termasuk Timor Leste yang masih berstatus pengamat, dan Australia dalam pernyataan bersama usai konferensi di Melbourne.
Mereka mendesak tersedianya akses kemanusiaan yang cepat, aman dan tanpa hambatan bagi warga di Gaza. Mereka juga menyerukan para pengungsi untuk kembali secara sukarela dengan cara yang aman, terjamin dan bermartabat.
Pernyataan tersebut menegaskan kembali perlunya solusi damai terhadap konflik untuk tercapainya solusi dua negara berdasarkan perbatasan sebelum 1967 sejalan dengan hukum internasional dan resolusi PBB.
Jalur Gaza berada di bawah blokade Israel sejak 2007, ketika kelompok militan Palestina Hamas merebut kendali wilayah tersebut dari faksi saingannya, Fatah, yang memimpin Otoritas Palestina yang berbasis di Tepi Barat. Israel menganggap Hamas sebagai organisasi teroris dan telah memberlakukan pembatasan ketat terhadap masuk dan keluarnya pergerakan manusia dan barang di Gaza, dengan alasan masalah keamanan.
Blokade tersebut telah menyebabkan krisis kemanusiaan di Gaza, yang diwarnai dengan kemiskinan, pengangguran, kerawanan pangan, kelangkaan air, pemadaman listrik, buruknya kesehatan, dan masalah lainnya, menurut kelompok hak asasi manusia.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan dalam sebuah pernyataan yang diunggah pada Selasa di X bahwa mereka menemukan kondisi suram di dua rumah sakit di Gaza utara, di mana dikatakan anak-anak sekarat karena kelaparan dan bangunan-bangunan hancur.
WHO menyebut pihaknya mengunjungi rumah sakit Al-Awda dan Kamal Adwan pada akhir pekan lalu, di mana pertama kalinya mereka dapat mengakses area tersebut sejak awal Oktober 2023, meskipun upaya mereka untuk mendapatkan izin rutin dari Israel.
WHO mengatakan 10 anak meninggal karena kekurangan makanan dan banyak lainnya menderita kekurangan gizi parah.
“Kami mengimbau Israel untuk memastikan bantuan kemanusiaan dapat disalurkan dengan aman dan teratur. Warga sipil, terutama anak-anak, dan staf kesehatan memerlukan bantuan segera yang lebih besar. Namun obat utama yang dibutuhkan semua pasien ini adalah kedamaian. Gencatan senjata!” demikian pernyataan Ketua WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di X.
Kementerian Kesehatan Palestina di Gaza mengatakan pada hari Minggu bahwa setidaknya 15 anak meninggal karena kekurangan gizi dan dehidrasi di Rumah Sakit Kamal Adwan, sperti dilaporkan BBC.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam keterangan tertulis menambahkan bahwa pemerintah Indonesia dalam pertemuan di KTT Khusus Peringatan 50 Tahun Kemitraan ASEAN-Australia itu menekankan pentingnya penghentian genosida di Gaza.
“Yang disampaikan Bapak Presiden adalah solidaritas terhadap Palestina dan seruan untuk menghentikan genosida di Gaza,” kata Retno.
Retno menambahkan bahwa Indonesia juga terus menyerukan dukungan kepada Badan PBB untuk bantuan terhadap pengungsi Palestina (UNRWA) dan pentingnya solusi dua negara untuk penuntasan masalah tersebut.
"Presiden juga kembali menekankan pentingnya gencatan senjata.”
Australia telah mendesak Israel untuk bekerja sama sepenuhnya dengan penyelidik PBB dan memberikan bukti tentang tuduhan terhadap staf UNRWA, kata duta besar Australia dan perwakilan tetap untuk PBB, James Larsen, saat memberikan pengarahan di Majelis Umum PBB pada hari Senin.
Sejumlah staf UNRWA diduga terlibat dalm serangan Hamas ke Israel pada 7 Oktober lalu yang menewaskan 1.200 warga di Israel dan menyandera ratusan lainnya.
“Kami secara konsisten meminta Israel untuk memberikan semua bukti yang ada sehingga tuduhan serius ini dapat didalami dengan tepat, dan kami bisa menerapkan tindakan pengamanan yang tepat. Australia mengulangi seruan tersebut hari ini,” kata Larsen.
“Australia akan terus bekerja sama dengan PBB dalam meninjau kejadian ini. Krisis kemanusiaan ini sangat mengerikan. Kami mencari kepastian segera yang memungkinkan kami bisa memberikan pendanaan kembali.”
Ia juga mengatakan bahwa Australia telah memberikan bantuan sebesar AUD$46,5 juta untuk memenuhi kebutuhan kemanusiaan di Gaza dan wilayah yang lebih luas.
Tidak efektif
Kepala Pusat Studi ASEAN Universitas Airlangga Vinsensio Dugis menilai Deklarasi Melbourne tersebut tak lebih sekadar seruan moral dan tidak akan efektif mendorong gencatan senjata di Gaza.
"Australia paham betul (deklarasi) berhenti pada seruan moral. At the end of the day, yang mempengaruhi kejadian di sana itu tetap Amerika Serikat," kata Vinsensio kepada BenarNews.
Awal minggu ini, Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris menyerukan gencatan senjata segera dan sementara di Gaza untuk memfasilitasi kesepakatan terkait sanderas antara Israel dan Hamas, dan menekan Israel untuk berbuat lebih banyak guna meningkatkan aliran bantuan guna meringankan “skala penderitaan yang sangat besar” di kalangan warga Palestina.
Pernyataannya adalah salah satu pernyataan terkeras yang dibuat oleh pejabat senior AS mengenai perlindungan warga sipil di Gaza.
Senada dengan Vinsensio. pakar Hubungan Internasional Universitas Padjadjaran Teuku Rezasyah juga mengatakan seruan para pemimpin ASEAN-Australia itu "Tidak akan efektif."
"Amerika pasti masih akan menggunakan hak vetonya di PBB dan tetap membela Israel," kata Rezasyah kepada BenarNews.
Rezasyah menilai Australia khawatir akan sentimen negatif terhadap Israel akan berdampak buruk bagi ekonomi mereka.
"Ini salah satu cara Australia dekat secara ekonomi dengan pasar ASEAN yang memiliki lebih dari 670 juta jiwa," lanjut Rezasyah.
Vinsensio menambahkan, saat masa pandemi, hubungan Australia dengan China tergolong buruk sehingga merugi secara ekonomi. Beijing kala itu melarang warganya menuntut ilmu di Australia sehingga banyak kampus di Negeri Kanguru kekurangan mahasiswa internasional.
Belum lagi kritikan keras akibat keputusan Canberra bergabung dengan AUKUS – kemitraan keamanan trilateral untuk kawasan Indo-Pasifik antara Australia, Inggris, dan Amerika Serikat – yang dinilai menghadirkan ketegangan baru di kawasan, terang Vinsensio.
"Jadi, deklarasi ini, juga cara Australia mendekatkan diri dengan ASEAN di bidang politik dan ekonomi," katanya.
Hal positif
Namun demikian, pengamat Hubungan Internasional Universitas Indonesia Yon Machmudi menilai keterlibatan Australia dalam seruan gencatan senjata di Gaza sebagai perihal positif.
Menurut dia, posisi Australia yang selama ini dikenal sebagai sekutu dekat Amerika Serikat akan memberikan tekanan yang cukup besar kepada Israel untuk dapat menghentikan serangan di Gaza dan melanjutkan proses negosiasi.
"Dari sisi Australia, himbauan yang disampaikan menjadi sangat penting. Dari situ, (tekanan) tidak hanya gencatan senjata, tapi juga meminta negara Barat untuk menghentikan pengiriman senjata yang digunakan oleh Israel dalam rangka pelanggaran hak asasi manusia," kata Yon kepada BenarNews.
“Saya melihat ini adalah perkembangan positif ketika ASEAN bersama Australia berhasil menyerukan gencatan senjata secara permanen dan berlangsung lama.”
Pizaro Gozali Idrus di Jakarta berkontribusi dalam laporan ini.