Menlu: Jangan Ada Jarak antara ASEAN dengan Rakyat
2016.08.15
Jakarta
Pada usianya yang ke-49 tahun, Asosiasi Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) harus memperkuat komitmen untuk tetap menjaga sentralitasnya dan lebih dekat dengan rakyat di 10 negara anggotanya.
“Bagaimanapun, rakyatlah yang menjadi penerima manfaat ASEAN, jadi tidak boleh ada jarak antar ASEAN dan rakyat,” ujar Menteri Luar Negeri Retno Marsudi kepada wartawan setelah menghadiri peringatan hari jadi ASEAN yang ke-49 di Sekretariat ASEAN, Senin, 15 Agustus 2016.
Sepuluh negara anggota ASEAN adalah Brunei, Kamboja, Laos, Indonesia, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam. ASEAN berdiri pada 8 Agustus 1967 yang ditandai dengan Deklarasi Bangkok oleh lima negara anggota pertama yaitu Indonesia, Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina.
Retno juga mengatakan ASEAN harus terus berkomitmen untuk menjaga kawasan ini sebagai “rumah” dimana sentralitas dan kesatuan ASEAN menjadi prinsip utama dalam membuka jalan bagi kemajuan lebih baik di kawasan.
“Prinsip ini adalah kunci untuk meraih Visi 2026 Komunitas ASEAN, memperkuat kapasitas ASEAN dalam mengelola tantangan dan meraih kesempatan-kesempatan baru, merealisasi ASEAN yang lebih membumi dan memberikan manfaat konkrit bagi rakyatnya,” ujar Retno dalam sambutannya pada peringatan hari jadi ASEAN yang dihadiri komunitas diplomatik di Jakarta.
Lima dekade sejak ASEAN berdiri, produk domestik bruto 10 negara ASEAN secara keseluruhan telah mencapai lebih dari 2,5 triliun dolar AS. Ini menjadikan ASEAN sebagai kawasan ekonomi ketujuh terbesar di dunia dengan jumlah populasi lebih dari 600 juta orang, serta menjadikan potensi pasar kawasan ini lebih besar dari Uni Eropa atau Amerika Utara.
Hal ini, ujar Retno, dimungkinkan karena selama 49 tahun ASEAN terus memupuk ikatan yang kuat dan membangun perdamaian serta stabilitas di kawasan.
“Dengan dasar perdamaian ini, kita berkembang dan menjadi makmur,” katanya.
Gedung baru Sekretariat
Dalam kesempatan yang sama, Retno menyampaikan pemerintah Indonesia akan memperbesar kantor Sekretariat ASEAN yang sekarang dengan membangun gedung baru di sebelahnya yang dulunya merupakan kantor Walikota Jakarta Selatan.
“Awal bulan ini, gedung bekas kantor Walikota Jakarta Selatan sudah diserahkan secara resmi ke Kementerian Luar Negeri. Gedung itu akan segera menjadi gedung Sekretariat ASEAN yang baru,” ujar Retno, yang disambut dengan tepuk tangan hadirin.
Retno mengatakan konstruksi pembangunannya akan mulai awal 2017 dan diperkirakan selesai pada akhir 2018.
Desain gedung baru sudah ada yang dipilih melalui kontes terbuka dari 80 peserta. Gedung itu akan terdiri dari 17 lantai dan dua lantai semi bawah tanah yang ramah lingkungan dan mempunyai sentuhan budaya Betawi.
“Sebagai negara tuan rumah, Indonesia siap dan berkomitmen untuk menjadi ibukota diplomasi di Asia Tenggara,” ujar Retno.
Konvensi ASEAN
Dengan terbukanya ASEAN sebagai kawasan ekonomi yang terintegrasi, muncul pula permasalahan terkait perbatasan, termasuk masalah perdagangan manusia di kawasan tersebut.
Konvensi ASEAN mengenai Perdagangan Manusia (ACTIP) sudah ditandatangani pada akhir 2015 lalu dalam Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN ke-27 di Kuala Lumpur, namun baru tiga negara ASEAN, yaitu Kamboja, Singapura, dan Thailand, yang meratifikasinya dalam semester pertama 2016.
Perwakilan Indonesia untuk Komisi Antar-Pemerintah ASEAN untuk Hak Asasi Manusia (AICHR), Dinna Wisnu, mengatakan negara-negara ASEAN lainnya harus segera meratifikasi konvensi ini dan memperkuat aksi serta kerjasama antar ketiga pilar ASEAN, yaitu pilar ekonomi, politik, serta keamanan dan sosial budaya.
Pemerintah di negara-negara ASEAN juga harus lebih melihat masalah ini dari segi hak asasi korban dan tidak semata-mata dari sudut pandang pelanggaran imigrasi atau hukum kriminal.
“Kawasan Ekonomi ASEAN harus melihat perdagangan manusia sebagai bagian terintegrasi dari isu-isu ekonomi,” ujar Dinna dalam diskusi mengenai ACTIP yang diselenggarakan setelah peringatan hari jadi ASEAN.
“Perdagangan manusia adalah salah satu problem di integrasi pasar,” tambahnya.
Perwakilan Tetap Singapura untuk ASEAN, Tan Hung Seng, mengatakan bahwa pemberantasan perdagangan manusia harus dilakukan karena ini merupakan masalah global yang terjadi di 161 dari 194 negara di dunia dan korban pada umumnya adalah anak muda dan perempuan.
“Perdagangan manusia menghasilkan 31,6 miliar dolar Amerika per tahunnya, dan sekitar sepertiganya dari Asia,” ujar Tan.