Indonesia, Malaysia Peringatkan Myanmar Kemungkinan Dikeluarkan dari KTT ASEAN Mendatang
2021.10.04
Jakarta dan Kuala Lumpur
Indonesia dan Malaysia menyampaikan kekecewaan mereka terhadap Myanmar dan mengatakan negara tersebut bisa tidak diundang dalam KTT ASEAN mendatang jika pemerintahnya tidak bekerja sama dengan utusan khusus blok regional yang bertugas membantu menyelesaikan krisis pasca kudeta di Burma, demikian disampaikan dalam KTT Menteri Luar Negeri ASEAN, Senin.
Dalam KTT yang dilakukan secara virtual dan juga dihadiri oleh perwakilan dari Myanmar tersebut, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan bahwa sejak pertemuan pimpinan ASEAN enam bulan yang lalu di Jakarta, tidak ada perkembangan signifikan di Myanmar.
“Menurut Indonesia, sudah waktunya para Menlu ASEAN melaporkan situasi ini kepada sembilan pemimpin ASEAN, guna mendapatkan arahan engagement ASEAN dengan Myanmar terutama terkait pelaksanaan KTT ke-38 dan 39 ASEAN,” kata Menlu Retno membacakan statemennya secara online, merujuk pada KTT yang akan datang yang rencananya diadakan pada akhir bulan ini.
Sebagian besar negara anggota menyampaikan kekecewaan terhadap implementasi Konsensus Lima Poin mengenai penanganan Myanmar pasca kudeta yang telah disepakati bahkan oleh perwakilan Myanmar sendiri yang hadir dalam KTT di Jakarta April lalu, lanjut Retno.
Sebagian negara menyampaikan bahwa “ASEAN tidak boleh bersikap business as usual mencermati perkembangan ini,” tegas Retno.
Mitranya dari Malaysia Menlu Saifuddin Abdullah memiliki tanggapan senada yang disampaikannya melalui akun twitternya dengan mengatakan bahwa Malaysia kecewa pihak berwenang Myanmar tidak koperatif dengan Utusan Khusus ASEAN terkait Myanmar.
“Kecuali ada progress, akan sulit untuk menerima kehadiran pimpinan Myanmar (SAC) di KTT ASEAN pada 26 – 28 Oktober 2021,” cuit Saifuddin.
Sebuah laporan pekan lalu menyebut bahwa junta Myanmar telah menolak permintaan utusan ASEAN untuk bertemu dengan pemimpin sipil yang digulingkan dan dipenjarakan, Aung San Suu Kyi.
Saifuddin mengatakan bahwa Min Aung Hlaing, kepala junta Myanmar dan ketua Dewan Penasihat Negara (SAC) – pemerintah de facto – belum bekerja secara konstruktif dengan utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, Erywan Yusof, yang ditunjuk oleh blok tersebut pada bulan Agustus.
Juru bicara junta Myanmar mengatakan akan “sulit untuk mengizinkan pertemuan [utusan blok itu] dengan mereka yang menghadapi persidangan,” Agence France-Presse melaporkan pekan lalu, merujuk pada Aung San Suu Kyi dan sejumlah pimpinan Liga Nasional Demokrasi (NLD) yang kini dipenjara sejak dihulingkan Juna pada 1 Februari.
Erywan mengatakan dia akan bersikeras untuk bertemu dengan Suu Kyi dan pimpinan NLD lainnya.
Komentar menteri Malaysia itu merupakan komunikasi publik yang paling keras oleh seorang diplomat Asia Tenggara kepada perwakilan junta Myanmar sejak kudeta Februari.
Ketika militer Burma menggulingkan pemerintah terpilih, mereka mengklaim bahwa kecurangan pemilih telah menyebabkan kemenangan telak bagi partai NLD pimpinan Aung San Suu Kyi dalam pemilihan umum November lalu.
Militer Myanmar hingga saat ini belum memberikan bukti atas klaimnya itu, namun sebaliknya telah menggunakan kekerasan dalam menekan demonstrasi nasional yang menyerukan kembalinya pemerintahan sipil. Sedikitnya 1.158 orang telah tewas dalam delapan bulan terakhir.
Pejabat yang ditunjuk militer Myanmar telah berpartisipasi dalam semua sub-pertemuan ASEAN sejak kudeta 1 Februari, dan peringatan bahwa partisipasi tersebut dapat dihentikan akan membuat perbedaan, kata Aaron Connelly, yang memimpin program politik Asia Tenggara di International Institute for Strategic Studies di Singapura.
“Jika ada sesuatu yang akan memotivasi SAC untuk memenuhi sebagian kewajibannya berdasarkan Konsensus Lima Poin, itu adalah ancaman penangguhan de facto di sepanjang garis ini – seperti yang diperdebatkan oleh banyak pakar kebijakan luar negeri Malaysia dalam beberapa bulan ini,” demikian cuitan Connelly menanggapi postingan Twitter menteri luar negeri Malaysia.
Sementara itu, anggota parlemen Malaysia Charles Santiago mengatakan blok regional harus menerapkan "konsekuensi yang sangat nyata jika junta terus bermain-main dengan ASEAN." Ini bisa termasuk melarang pejabat junta mengadakan pertemuan dan mencegah para jenderal bepergian di wilayah tersebut, katanya.
“KTT ASEAN akhir bulan ini memberikan kesempatan sempurna untuk segera menerapkan langkah-langkah ini,” tegas Santiago, anggota Parlemen ASEAN untuk Hak Asasi Manusia, dalam sebuah pernyataan.
“Berkali-kali sejak kudeta, junta telah mempermainkan ASEAN, menggunakannya untuk mencoba dan mendapatkan legitimasi.”
Konsensus ASEAN untuk Penangguhan Myanmar 'sulit'
Peneliti masalah kawasan Asia Tenggara, Oh Ei Sun, dari Institute of International Affairs di Singapura mengatakan dia tidak berharap banyak ASEAN akan menangguhkan Myanmar dari blok tersebut atau tidak mengundang perwakilan militer negara itu ke KTT mendatang.
Indonesia dan Malaysia mungkin akan sulit meyakinkan sesama anggota ASEAN lainnya, Thailand dan Kamboja tentang tindakan ASEAN atas Myanmar, kata Oh.
“Itu hanya bisa terjadi jika ada konsensus, yang kemungkinan akan sulit, karena Thailand dan Kamboja akan mengatakan, apa yang salah dengan Myanmar di KTT?” kata Oh kepada BenarNews, terkait kedua negara yang pemimpinnya dikenal dekat dengan militer Myanmar.
ASEAN dapat membuat keputusan hanya jika semua negara anggota setuju – sebuah prinsip yang diyakini banyak kritikus sebagai alasan kenapa blok regional tidak efektif.
Apakah kedua negara ini setuju untuk mengesampingkan Myanmar atau tidak, kecil kemungkinan militer Burma akan mengizinkan utusan ASEAN datang ke Burma dalam waktu dekat, kata analis regional lainnya, James Chin dari Universitas Tasmania.
“Junta hanya akan terbuka setelah mereka menang melawan pemberontak. Mereka perlu menguasai daerah perkotaan 110 persen sebelum mereka siap bicara,” kata Chin kepada BenarNews.
“Perjanjian lima poin dengan ASEAN tidak sebanding dengan consensus yang ditandatangani itu.”