AS Tetapkan Santoso Sebagai Teroris Global
2016.03.22
Palu
Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat (Kemlu AS) telah menetapkan Santoso alias Abu Wardah, pemimpin kelompok bersenjata Mujahidin Indonesia Timur (MIT) yang sedang diburu pasukan TNI/Polri di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah (Sulteng) sebagai teroris global.
Pernyataan tertulis Kemlu AS yang diperoleh BeritaBenar, Selasa, 22 Maret 2016, menyatakan penetapan Santoso sebagai teroris global karena tindakan terorisme yang dilakukannya dapat mengancam keamanan warga AS, keamanan nasional, kebijakan luar negeri atau ekonomi negara adidaya tersebut.
“Sebagai konsekuensi penetapan itu, seluruh kekayaan dan kepentingan Santoso di wilayah hukum AS akan diblokir dan warga AS dilarang melakukan transaksi dengan Santoso,” sebut pernyataan itu.
Pernyataan tersebut menegaskan bahwa kelompok militan MIT pimpinan Santoso telah melakukan serangkaian pembunuhan dan penculikan dalam beberapa tahun terakhir seperti penembakan polisi dan serangan bom terhadap kantor polisi.
Disebutkan juga bahwa tahun 2014, Santoso telah menyatakan dukungan terhadap Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang dipimpin Abu Bakar Al-Baghdadi.
Pernyatan itu juga memberitahukan kepada publik AS dan masyarakat internasional bahwa Santoso “secara aktif terlibat aksi terorisme” dan memungkinkan koordinasi di jajaran Pemerintah AS dan mitra internasionalnya untuk menghentikan aksi terorisme yang bersangkutan.
Intensifkan pengejaran
Sementara itu pasukan TNI/Polri terus mengintensifkan pengejaran Santoso dan anak buahnya di Kecamatan Lore Bersaudara meliputi Lore Tengah, Selatan, Barat, Utara, dan Lore Piore, Kabupaten Poso, sehingga anggota MIT diharapkan makin terdesak, kata sumber polisi.
Meskipun jalur-jalur pelarian sudah dikepung, sekitar 2.000 pasukan TNI/Polri yang dikerahkan dalam Operasi Tinombala belum juga dapat menangkap hidup atau mati tiga amir MIT yaitu Santoso, Basri alias Bagong, dan Ali Kalora.
Direktur LPS-HAM Sulteng, Moh. Affandi menyatakan TNI/Polri kesulitan menangkap hidup atau mati Santoso dan dua amir MIT lain karena ketiganya sangat mengetahui medan di pegunungan Poso.
"Kami yakin dia masih berada di lokasi yang dikepung aparat. Tapi dia tidak berada di kerumunan anggotanya melainkan bersembunyi lebih jauh ke dalam sehingga aparat agak kesulitan," katanya.
Menurut data intelijen Polri, kelompok MIT hanya tersisa sekitar 30 orang, termasuk tiga perempuan asal Bima, Nusa Tenggara Barat, dan empat WNA asal suku Uighur.
Dua militan tewas
Dalam perkembangan terbaru, aparat keamanan yang melakukan penyisiran kembali terlibat baku tembak dengan militan di Desa Talabosa, Kecamatan Lore Piore, Selasa, 22 Maret 2016. Dalam insiden itu, dua pengikut Santoso tewas.
Bentrokan senjata terjadi dua hari setelah helikopter jenis Bell 412 EP dengan nomor HA-5171 milik TNI Angkatan Darat jatuh di Desa Kasiguncu, Kecamatan Poso Pesisir Selatan.
Dalam kecelakaan yang dilaporkan diakibatkan oleh cuaca buruk pada Minggu petang, 13 anggota TNI, termasuk beberapa perwira, tewas. Semua jenazah korban telah dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta, Selasa siang.
Kabid Humas Polda Sulteng, Ajun Komisaris Besar Hari Suprapto menyebutkan, tim gabungan TNI/Polri yang sedang berpatroli di kawasan Sektor IV Desa Talabosa, Lore Piore, terlibat kontak senjata dengan anak buah Santoso sekitar pukul 10.00 WITA, Selasa.
Insiden itu berawal dari patroli TNI/Polri yang bertemu dengan dua anggota MIT sehingga kontak senjata tak bisa dihindari.
“Dalam baku tembak sekitar 30 menit, tim gabungan melumpuhkan dua anak buah Santoso,” katanya kepada BeritaBenar.
Menurut Hari, mayat kedua kedua korban sedang dalam proses evakuasi dari lokasi ke Rumah Sakit Bhayangkara Palu untuk proses identifikasi.
Ditangkap
Sehari sebelumnya, aparat keamanan menangkap seorang pria yang diduga anggota MIT di Desa Watutau, Kecamatan Lore Piore. Pria berinisial S diamankan di markas Satgas Operasi Tinombala di Polsek Lore Piore untuk kepentingan interogasi.
"Informasinya memang ada yang ditangkap. Saya belum lihat juga makanya mau ke sana untuk memastikan," imbuh Kapolda Sulteng, Brigjen. Pol. Rudy Sufahriadi.
Rudy tidak berbicara banyak terkait penangkapan itu. Tapi, sumber polisi menyebutkan, S ditangkap saat hendak meminta makanan di permukiman warga.
“Dia mungkin kelaparan sehingga meninggalkan kelompoknya yang dikepung aparat keamanan,” kata sumber polisi yang menolak disebutkan namanya.
Warga setempat yang melihat orang tak dikenal segera melaporkan kepada pasukan keamanan. Dari laporan itu, tim gabungan segera meringkus S tanpa perlawanan.
Sejak Operasi Tinombala 2016 dilancarkan Januari tahun ini, sedikitnya 10 anggota MIT telah tewas, termasuk dua warga suku Uighur, China, dan beberapa lainnya ditangkap. Seorang anggota Brimob juga tewas pada 9 Februari lalu.