Amerika, Indonesia Bangun Pusat Pelatihan Maritim di Batam

Tidak ada pasukan AS yang bertugas di pusat pelatihan yang berada di wilayah strategis itu.
Ronna Nirmala
2021.06.28
Jakarta
Amerika, Indonesia Bangun Pusat Pelatihan Maritim di Batam Anggota penjaga pantai Indonesia menahan kapal penangkap ikan Vietnam di dekat kepulauan Natuna, 26 Juli 2020
Bakamla Handout/AFP

Amerika Serikat dan Indonesia sedang membangun pusat pelatihan penjaga pantai senilai US$3,5 juta atau setara Rp50,7 miliar di Batam, pusat industri dan transportasi di ujung selatan Laut Cina Selatan, untuk meningkatkan kapasitas Jakarta memerangi kejahatan domestik dan transnasional, demikian kata pihak berwenang.

Perwakilan dari Penjaga Pantai Indonesia (Bakamla) dan Kedutaan Besar AS di Jakarta hadir dalam upacara peletakan batu pertama di Pangkalan Angkatan Laut Batam pada hari Jumat, sementara Duta Besar AS dan kepala penjaga pantai Indonesia hadir secara virtual.

“Sebagai sahabat dan mitra Indonesia, Amerika Serikat tetap berkomitmen untuk mendukung peran utama Indonesia dalam memajukan perdamaian dan keamanan regional dengan melawan kejahatan domestik dan transnasional,” kata Duta Besar AS Sung Kim seperti dikutip dalam pernyataan bersama mengenai proyek tersebut.

Kepala Bakamla RI Laksamana Aan Kurnia mengatakan pembangunan pusat maritim itu ditargetkan rampung pada tahun depan.

Aan belum dapat menjelaskan teknis operasional pusat pelatihan tersebut secara detail. Namun, pihaknya mengatakan setelah rampung, pusat pelatihan yang terletak di antara Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu akan dimiliki dan dioperasikan langsung oleh Bakamla RI.

“Tidak ada pasukan AS yang akan bertugas di sana, seluruhnya untuk penguatan kapasitas dan kompetensi personel Bakamla,” kata Aan kepada BenarNews.

Pusat pelatihan maritim tersebut bakal terletak di titik penting antara Selat Malaka dan Laut Cina Selatan, dekat perbatasan wilayah perairan yang menjadi sengketa Cina dan sejumlah negara di Asia Tenggara.

Bakamla mengatakan tidak ada alasan khusus di balik pemilihan lokasi, termasuk kemungkinan sebagai upaya memperkuat keamanan laut Indonesia dari sejumlah pelanggaran batas wilayah yang kerap dilakukan kapal penangkap ikan dan penjaga pantai berbendera Cina di Laut Natuna Utara.

“Semua masih dalam koridor prinsip politik luar negeri yang bebas aktif,” kata Aan, seraya melanjutkan, “tidak memperkuat, lebih menjadi katalisator. Kita sebagai lembaga baru masih terbatas kapasitasnya, jadi perlu ada lompatan-lompatan inovasi untuk meningkatkan kemampuan SDM (sumber daya manusia).”

Aan belum dapat menjelaskan teknis operasional pusat pelatihan tersebut secara detail. Namun, Batam, ibu kota provinsi Kepulauan Riau, terletak dekat perbatasan perairan yang disengketakan antara Cina dan beberapa negara Asia Tenggara.

Pusat pelatihan itu merupakan kerjasama antara Bakamla yang didirikan pada tahun 2014; Penjaga Pantai AS; kantor Narkotika Internasional dan Penegakan Hukum Departemen Luar Negeri AS; dan Departemen Pertahanan AS.

Perairan yang disengketakan

Bakamla telah mengintensifkan patroli laut dalam beberapa tahun terakhir setelah kapal penangkap ikan China yang dikawal oleh kapal Penjaga Pantai China berlayar ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Jakarta di lepas pulau Natuna, nama  yang diberikan Indonesia untuk perairannya di ujung selatan Laut Cina Selatan itu.

Bakamla uga telah menyita puluhan kapal penangkap ikan Vietnam yang melintas di perairan Indonesia, dan pada awal tahun 2021, Bakamla menangkap dua kapal tanker di perairan dekat Pontianak yang melakukan pemindahan minyak tanpa izin dari kapal berbendera Iran ke kapal berbendera Panama, yang melanggar ketentuan hukum internasional.

Semakin memperuncing masalah di perairan yang sibuk itu, Beijing telah mengizinkan kapal penjaga pantai Cina untuk melakukan serangan bersenjata terhadap setiap kapal yang ditemukan di perairan yang diklaim Beijing sebagai wilayahnya.

Indonesia tidak menganggap dirinya sebagai pihak dalam sengketa wilayah di Laut Cina Selatan, tetapi Beijing mengklaim apa yang disebutnya sebagai hak bersejarah atas bagian-bagian wilayah maritim yang tumpang tindih dengan zona ekonomi eksklusif Indonesia.

Sinyal yang jelas

Kerja sama pusat pelatihan dan informasi maritim antara Bakamla dengan U.S. Coast Guard ini adalah yang kedua kalinya. Pada 2018, kedua pihak juga meneken kerja sama pusat pelatihan maritim di Pangkalan Kapal Zona Maritim Timur, Ambon, Provinsi Maluku.

Fasilitas baru ini akan menampung hingga 50 peserta pelatihan dan 12 instruktur, dan termasuk ruang kelas, kantor, dapur dan ruang makan, barak, dan jalur peluncuran kapal, kata pernyataan itu.

Aristyo Rizka Darmawan, peneliti senior Center for Sustainable Ocean Policy Fakultas Hukum Universitas Indonesia (UI), mengatakan kerja sama pusat pelatihan dan informasi maritim di Batam sebagai perkembangan konkret bagi hubungan Indonesia-AS di saat Jakarta terlihat lebih banyak menjalin kerja sama dengan Cina khususnya di saat pandemi COVID-19.

“Ini akan sangat menguntungkan bagi Indonesia sebagai simbol kehadiran di Laut Natuna Utara, juga sebagai perkembangan positif bagi hubungan Indonesia-AS,” kata Aristyo kepada BenarNews.

Kerja sama ini juga menunjukkan bahwa Indonesia bersikap netral dengan menarik keuntungan dari hubungan yang dijalin baik dengan AS maupun Cina. “Dan ini juga akan berpengaruh pada stabilitas di kawasan,” tambahnya.

Terkait rivalitas AS-Cina di Laut Cina Selatan, Aristyo memandang kerja sama pusat maritim yang dijalin AS sebagai upaya nyata dari negara adidaya itu untuk memperkuat pengaruhnya di negara dengan wilayah maritim terluas di kawasan Asia Tenggara ini.

“Secara geopolitik, ini sudah jelas sebagai cara AS melawan Cina di kawasan, apalagi Cina belakangan lebih banyak terlibat di Indonesia salah satunya dalam misi pengangkatan KRI Nanggala kemarin,” katanya.

Pada Mei, Cina mengirimkan tiga kapal Angkatan Laut (AL) yang dilengkapi kemampuan evakuasi hingga kedalaman 4.500 meter dan mengangkat beban hingga 2.000 ton untuk membantu misi pengangkatan kapal selam KRI Nanggala-402 yang tenggelam bersama 53 kru di perairan Bali.

Misi pengangkatan dihentikan satu bulan setelahnya. Operasi itu gagal mengangkat bangkai kapal yang sudah terbelah tiga karena faktor lokasi karam curam serta potensi tingginya terjadi gelombang laut besar yang membahayakan upaya pengangkatan. 

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.

Komentar

https://jianghuindo.blogspot.com
2021-06-29 13:28

koq mau ya Amerika keluar dana tapi tanpa pasukan sama sekali disana?