AMDAL Reklamasi Teluk Jakarta Diminta Ditinjau Ulang
2016.04.07
Jakarta
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) meminta Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang mengijinkan reklamasi di Teluk Jakarta untuk ditinjau ulang, dialihkan menjadi AMDAL regional dan juga untuk memasukkan kajian dampak sosial ekonomi terhadap warga.
"AMDAL tunggal enggak dilarang. Hanya menurut kami, sebaiknya (AMDAL) regional karena ada dampak akumulatifnya," kata Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, San Afri Awang, dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis, 7 April 2016.
Selama ini setiap pengembang mengajukan AMDAL masing-masing ke Pemerintah Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta.
"Lagipula, proyek ini kan lintas provinsi. Apa iya Jakarta bisa urus semuanya?”, ujar Awang mempertanyakan?"
Dia menyontohkan pengambilan pasir yang dilakukan salah satu pengembang pulau buatan berasal di perairan wilayah Banten. Tindakan pengembang itu, jelas Awang, membutuhkan kajian AMDAL lain.
"Karena saling terkait, meskipun ada dua situasi berbeda. Makanya menurut saya, sebaiknya AMDAL regional saja untuk di Teluk Jakarta," kata Awang lagi.
AMDAL regional adalah studi kelayakan lingkungan untuk usaha atau kegiatan yang diusulkan terkait satu sama lain.
"Agar dampak buruk terhadap lingkungan, baik ekosistem atau sosial ekonomi bisa diminimalisir," jelasnya.
Kajian AMDAL reklamasi Teluk Jakarta tengah menjadi sorotan menyusul terkuaknya korupsi yang melibatkan Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta Muhammad Sanusi dengan satu perusahaan pengembang reklamasi.
"Walau mereka klaim punya tapi kami tak pernah tahu. AMDAL-nya seperti ada dan tiada," kata pengamat dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Ubaidillah, seperti dikutip dari laman Republika.
Mengkaji nasib nelayan
Tekanan kian kencang karena para nelayan yang bermukim di sekitar area reklamasi gencar menyuarakan penolakan terhadap proyek tersebut.
Mereka aktif berdemonstrasi dalam beberapa kesempatan, termasuk saat sidang gugatan yang dialamatkan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta kepada pengembang digelar di Pengadilan Tata Usaha Negara, Kamis siang.
Terkait gencarnya penolakan nelayan atas reklamasi, Awang berpendapat bahwa ada yang luput saat kajian AMDAL dilakukan.
Pasalnya, selain melihat dampak lingkungan, AMDAL seharusnya juga mengkaji dampak sosial ekonomi pada daerah yang ditetapkan.
"Seharusnya didetailkan bagaimana manusia terkena dampak," ujar Awang. "Kini, apakah nelayan itu ditulis dengan baik di AMDAL tersebut?"
Tidak bisa langsung dicabut
Staf ahli Menteri LHK bidang Hubungan Antar Lembaga Pusat dan Daerah, Ilyas Asaad menambahkan, meskipun nanti ditemukan ada kajian yang salah dari AMDAL yang sudah diterbitkan Pemda DKI Jakarta, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan tak bisa serta merta mencabutnya.
"Kami hanya bisa memberikan rekomendasi," ujar Ilyas.
Merujuk Pasal 73 UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, kementerian dapat mengawasi ketaataan penanggung jawab usaha jika terjadi pelanggaran yang serius di bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
"Kuncinya pengawasan. Kau yang buat, kau yang awasi, lah," ujar Ilyas, merujuk kepada Badan Pengawas Lingkungan Hidup Daerah DKI Jakarta.
"Kalau sana yang buat tapi sini yang cabut, bisa berantakan negara ini."
Hal ini diperkuat San Afri Awang. "Nanti kami berikan masukan kepada BPLHD (Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah), lah, agar menyempurnakan dokumennya," ujarnya.
"Dengarkan suara nelayan dalam proyek di Teluk Jakarta. Mereka, kan, selalu berada dalam posisi terpinggirkan selama ini."
Proses hukum terus berjalan
Saat AMDAL yang dinilai bermasalah dan penolakan kian gencar disuarakan, proses hukum dalam proyek reklamasi di Teluk Jakarta juga terus berjalan.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kamis, memeriksa beberapa saksi antara lain Kepala Badan Pengelola Keuangan Aset Daerah DKI Jakarta Heru Budi Hartono, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DKI Jakarta Tuti Kusumawati, dan Asisten Pembangunan dan Lingkungan Hidup Sekda DKI Jakarta Gamal Sinurat.
"Heru diperiksa sebagai saksi untuk tersangka AWJ," kata Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha.
AWJ yang dimaksud merujuk kepada Ariesman Widjaja, Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land.
KPK sejauh ini telah menetapkan tiga tersangka, yaitu Muhammad Sanusi, Ariesman Widjaja, dan asisten pribadi PT Agung Podomoro Trinanda Prihantoro.
Sanusi diduga menerima suap Rp2 miliar dari Ariesman melalui perantara Trinanda. Bila nanti terbukti di pengadilan tindak pidana korupsi, Sanusi terancam hukuman maksimal 20 tahun penjara.
Dugaan suap politikus Partai Gerindra tersebut diyakini terkait dengan pembahasan rancangan peraturan daerah (Ranperda) mengenai zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil Jakarta 2015-2035 serta Ranperda rencana tata ruang kawasan strategis pantai di Jakarta Utara.