Analis dan aktivis HAM nilai “ancaman” Prabowo kepada oposisi berbahaya bagi demokrasi

Pakar sebut Prabowo tidak siap berdemokrasi.
Pizaro Gozali Idrus
2024.05.10
Jakarta
Analis dan aktivis HAM nilai “ancaman” Prabowo kepada oposisi berbahaya bagi demokrasi Pengunjuk rasa berjalan menuju kantor Komisi Pemilihan Umum di Jakarta dalam demonstrasi menyerukan penyelidikan terhadap Pemilihan Presiden yang dinilai diwarnai kecurangan yang masif dan sistematis, 23 Februari 2024.
Adek Berry/AFP

Aktivis hak asasi manusia dan analis politik mengatakan pada Jumat (5/10) bahwa ucapan presiden terpilih Prabowo Subianto terhadap para lawan politiknya bahwa jika mereka tidak mau bekerja sama maka jangan mengganggu, merupakan ancaman bagi demokrasi Indonesia.

Di hadapan anggota Partai Amanat Nasional (PAN) yang mendukungnya pada pemilu presiden Februari lalu, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak bisa dibendung, kecuali elite Indonesia tidak mau bekerja sama.

“Saya akan berjuang terus bersama semua kekuatan yang mau diajak kerja sama,” kata Prabowo dalam Rapat Koordinasi Nasional PAN, Kamis malam.

“(Bagi) yang tidak mau diajak kerja sama tidak apa-apa. Kalau ada yang mau nonton di pinggir jalan, silakan jadi penonton. Tapi sudah tidak mau diajak kerja sama jangan mengganggu!”

Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Dimas Bagus Arya mengatakan pernyataan Prabowo merupakan sinyal buruk bagi demokrasi dan sistem politik di Indonesia, seraya menambahkan bahwa oposisi harus ada sebagai mekanisme check and balance.

“Pernyataan Prabowo Subianto mengandung aura intimidasi atau mengandung sebuah dorongan untuk menyeret semua kelompok atau elite politik ke dalam lingkaran kekuasaan,” ujar Dimas kepada BenarNews, Jumat.

Menurut Dimas, ucapan Prabowo merupakan sinyalemen berbahaya untuk kehidupan demokrasi yang ada di Indonesia.

“Yang paling rentan justru adalah masyarakat sipil yang memang punya satu amanat atau kewajiban untuk melakukan kontrol terhadap kekuasaan,” ujar Dimas.

Pernyataan ini, tambah dia, bisa menjadi salah satu serangan awal Prabowo kepada kelompok masyarakat sipil dan elite politik yang berseberangan.

“Ini bisa menjadi salah satu ancaman kepada masyarakat sipil, jurnalis dan juga semua kelompok-kelompok yang nantinya membuat narasi tandingan dari kebijakan pemerintahan Prabowo,” terangnya.

Presiden terpilih sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) duduk didampingi Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), dalam acara silaturahmi dengan pengurus PAN di Jakarta, 9 Mei 2024. [Akun FB Partai Amanat Nasional]
Presiden terpilih sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto (kiri) duduk didampingi Zulkifli Hasan, Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN), dalam acara silaturahmi dengan pengurus PAN di Jakarta, 9 Mei 2024. [Akun FB Partai Amanat Nasional]

“Tidak siap berdemokrasi”

Pengamat politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Poltak Partogi Nainggolan mengatakan pernyataan Prabowo tersebut menunjukkan dirinya tidak matang dalam berdemokrasi.

“Tidak perlu pernyataan politik seperti itu. Itu namanya kita tidak siap berdemokrasi. Jadi menakuti orang. Padahal pemerintahan baru harus menciptakan iklim yang sejuk,” ujar Poltak kepada BenarNews.

Poltak mengatakan Indonesia bukan seperti China yang tidak memiliki iklim demokrasi karena menganut sistem satu partai.

“Kita ada pemilihan presiden. Kita ada pemilu. Kita bukan seperti China yang tidak ada oposisi,” ujar Poltak.

Menurut Poltak, Prabowo harus siap menerima perbedaan pendapat dan politik karena hal itu diatur dalam demokrasi, kecuali tindakan yang mengarah kepada kekerasan.

“Ini kan kita berdemo, mengkritik pemerintah, biasa saja. Tidak sampai pada tindakan anarkis. Kalau anarkis, baru tidak boleh,” ujar Poltak.

Poltak melihat Prabowo khawatir program makan siang gratis yang menjadi salah satu program utamanya akan menghadapi kritikan publik saat dia memimpin.

“Karena biaya makan siang gratis itu kan memang besar dalam situasi ekonomi yang kian tidak menggembirakan ini,” jelasnya.

“Juga, soal hasil pemilu yang masih diragukan lawan-lawan politiknya. Tapi, jika sudah menang 58 persen dan partai lawan sudah ada yang berkoalisi, seharusnya tak perlu cemas dalam merespons kritik dan sikap oposisi yang masih ada,” tambah dia.

Walaupun memenangkan pemilu dengan margin yang besar, kemenangan Prabowo yang menggandeng putra Presiden Joko “Jokowi” Widodo, Gibran Rakabuming Raka, dinilai oleh berbagai pihak sebagai cukup kontroversial.

Mahkamah Konstitusi yang saat itu diketuai oleh ipar dari Jokowi mengubah peraturan batas usia minimum calon presiden/wakil presiden yang semula 40 tahun menjadi bisa di bawah itu asal pernah menjadi pemimpin di daerah atau anggota legislatif.  

Hal itu membuat Gibran yang berusia 36 tahun dan menjabat sebagai wali kota Solo itu bisa lolos sebagai kandidat wakil presiden.

“Arogansi politik”

Pakar kebijakan publik Universitas Trisakti, Trubus Rahardiansyah mengatakan ucapan Prabowo menunjukkan arogansi politiknya.

“Saya melihat demokrasi kita pelan-pelan mau dimarginalkan, mau dibunuh. Kalau semua gabung di pemerintahan semua ya publik tidak bisa mengkritisi,” ujarnya kepada BenarNews.

Menurut dia, Prabowo menyadari banyak beban kebijakan yang akan ditanggung pemerintahan ke depan, karena itu presiden terpilih tersebut meminta pihak berseberangan tidak mengganggu pemerintahannya.

“Saya melihat program kebijakan Prabowo nanti kelihatannya berat untuk dilaksanakan, terutama IKN (Ibu Kota Nusantara) menyedot anggaran luar biasa,” kata Trubus.

“Apalagi dengan adanya makan siang gratis akan menyedot anggaran Rp400 triliun lebih dan pemerintah mau mencatut subsidi BBM juga,” tambah dia.

Trubus juga mengkritisi rencana pembangunan proyek kereta cepat Jakarta-Surabaya yang kemungkinan menyedot APBN.

“Dulu Jokowi (Presiden Joko Widodo janji tidak pakai APBN, tapi ujung-ujungnya menyedot APBN. Apalagi ini mau dibuat sampai Surabaya,” kata dia.

Cari dukungan politik

Sementara itu, pengamat politik Universitas Al Azhar Indonesia menilai positif ucapan Prabowo karena pemerintahan yang kuat harus mendapat dukungan politik.

“Kalau program-programnya diganjal oleh lawan politik ya susah untuk realisasikan,” kata Ujang kepada BenarNews.

Dia menilai konteks “tidak mengganggu pemerintahan” yang disampaikan Prabowo lebih ditujukan agar pihak-pihak yang menyerang pemerintahannya tidak melakukannya dengan cara memfitnah dan menyebar berita bohong.

“Mengganggu itu dalam konteks misalkan memfitnah, menebar hoaks, itu yang tidak boleh. Karena bagaimanapun pemerintahan Prabowo-Gibran juga harus jalan, harus mampu atau bisa merealisasikan visi misi dan janji-janji kampanyenya,” terang dia.

Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan, yang merupakan mitra koalisi Prabowo, membantah pernyataan Prabowo merupakan bentuk antikritik.

"Sudah terang-benderang pernyataannya kok. Nggak perlu dijelaskan lagi kan. Dan Pak Prabowo itu pejuang sejati. Seorang demokrat," kata Zulhas, panggilan Zulkifli Hasan, seperti dilansir Detiknews.

BenarNews telah menghubungi juru bicara Prabowo, Dahnil Anzar Simanjuntak, namun tidak memperoleh balasan.

Presiden terpilih Prabowo Subianto (kiri) menyampaikan pidatonya didampingi wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, yang juga adalah putra dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam acara hasil pemilihan presiden Pemilu 2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, 24 April 2024. [Adek Berry/AFP]
Presiden terpilih Prabowo Subianto (kiri) menyampaikan pidatonya didampingi wakil presiden terpilih Gibran Rakabuming Raka, yang juga adalah putra dari Presiden Joko “Jokowi” Widodo dalam acara hasil pemilihan presiden Pemilu 2024 di Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Jakarta, 24 April 2024. [Adek Berry/AFP]

Dampak buruk lemahnya oposisi

Prabowo mendapat dukungan dari 10 partai politik yang pada pemilu Februari lalu, sehingga memenangkan 48% dari 580 kursi legislatif yang diperebutkan.

Belakangan, sejumlah partai pesaingnya dalam pemilihan presiden, menunjukkan sinyal merapat ke Prabowo, seperti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai NasDem, yang jika ditotal bisa menguasai 71% kursi di DPR, yang berarti terhapusnya segala hambatan besar dalam implementasi agenda kebijakan presiden terpilih.

Organisasi hak asasi manusia menyebut dua periode kepemimpinan Jokowi sebagai contoh dampak buruk dari oposisi yang lemah.

Mereka mengatakan demokrasi Indonesia mengalami kemunduran sepanjang masa jabatan Jokowi, periode yang ditandai dengan dukungan mayoritas anggota DPR.

Dukungan ini diyakini telah memfasilitasi pemberlakuan undang-undang yang kontroversial, termasuk revisi kitab undang-undang hukum pidana, undang-undang cipta kerja, dan revisi undang-undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang dilihat sebagai melemahkan lembaga antirasuah itu.

Di bawah kepemimpinan Jokowi, tidak adanya oposisi yang tangguh di lembaga legislatif disebut-sebut membuka jalan bagi perubahan undang-undang tersebut.

Kritikus juga menunjukkan adanya erosi terhadap kebebasan berpendapat, peningkatan pembatasan kebebasan sipil, dan peningkatan pengawasan aparat keamanan selama masa ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.