Aksi Lilin untuk Ahok di Yogyakarta Ricuh, 8 Ditangkap
2017.05.11
Yogyakarta

Aksi seribu lilin di Tugu Pal Putih Yogyakarta untuk mendukung Gubernur DKI Jakarta non-aktif, Basuki “Ahok” Tjahaja Purnama – yang dihukum penjara dua tahun karena “menistakan agama”– diwarnai kericuhan, Rabu malam, 10 Mei 2017.
Puluhan orang yang belum diketahui identitas kelompoknya mengendarai motor dan membunyikan knalpot memekakkan telinga. Mereka mengitari seratusan peserta aksi lilin untuk Ahok, sambil meneriakkan kata-kata provokasi.
Ratusan polisi yang mengamankan aksi lilin memcoba menghentikan provokasi itu. Polisi sempat melepaskan beberapa kali tembakan peringatan, tapi massa tidak mau bubar.
Suasana semakin ricuh sampai akhirnya kepolisian menangkap empat pelaku provokasi dari puluhan massa yang membawa bendera hitam bertuliskan bahasa Arab. Beberapa jam kemudian, polisi kembali menangkap empat orang lain di lokasi berbeda.
“Kami mengamankan delapan yang diduga melakukan upaya provokasi dengan teriakan dan suara knalpot,” ujar Kapolres Kota Yogyakarta, Kombes. Pol. Tommy Wibisono, saat dikonfirmasi BeritaBenar, Kamis.
“Mereka masih terus diperiksa dan didalami siapa yang menyuruh serta dari kelompok mana,” ujar Tommy.
Ia menambahkan pihaknya hingga Kamis petang belum menetapkan kedelapan orang itu sebagai tersangka. Dia berjanji akan menindak tegas setiap upaya bertujuan mengganggu ketentraman di Yogyakarta.
Menurutnya, aksi seribu lilin untuk Ahok yang digelar Aliansi Merapi telah mendapat izin dari kepolisian. Karenanya, polisi turut hadir untuk mengamankan jalannya aksi.
Mendapat ancaman
Aksi yang rencananya digelar selama 2 jam hingga pukul 21.00 WIB, berlangsung sekitar 15 menit. Peserta aksi mengakhiri kegiatannya untuk menghindari kericuhan yang lebih parah.
Meski sudah dibubarkan, para peserta aksi tak segera pulang. Mereka yang mengenakan baju putih dengan pita hitam di lengan kiri bertahan di lokasi, sambil menyanyikan lagu-lagu kebangsaan.
Koordinator Aksi dari Aliansi Merapi, Pedro Indarto, menyebutkan aksi mereka sebagai bentuk keprihatinan atas Ahok yang divonis dua tahun dan dijebloskan ke penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara, 9 Mei lalu.
“Kami berduka melihat kondisi Indonesia yang dipenuhi dengan sentimen keagamaan dan rasisme. Ini bisa berdampak buruk bagi Indonesia ke depan,” ujarnya kepada para wartawan.
Dia mengaku akan melakukan perlawanan terhadap segala bentuk sentimen keagamaan dan rasisme di Indonesia.
Sehari sebelum aksi, menurut dia, ada ancaman disebar melalui media sosial bahwa jika kegiatan itu tetap digelar, maka akan dibubarkan karena dianggap “aksi yang biadab.”
Bentuk ekspresi
Dosen Ilmu Politik Universitas Gajah Mada (UGM) Bayu Dardias melihat fenomena aksi lilin untuk Ahok yang terjadi di kota-kota, selain Jakarta, sebagai bentuk ekspresi dan setiap warga negara dijamin kebebasannya dalam berekspresi.
Selama ini, katanya, semua warga berbagai daerah ikut menyaksikan proses demi proses yang terjadi selama berlangsung Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta lewat media massa. Setiap orang memiliki sikapnya sendiri-sendiri, termasuk warga Yogyakarta.
Ketika akhirnya Ahok divonis dua tahun penjara, tentunya ada pihak kecewa dan mereka mengekspresikan dengan cara masing-masing seperti melakukan penyalaan lilin untuk Ahok.
“Gerakan-gerakan seperti ini tidak perlu dikhawatirkan karena tak akan mempengaruhi keputusan pengadilan. Walaupun menyakitkan, keputusan pengadilan harus tetap kita hormati. Jika tidak, kita akan kehilangan acuan berdemokrasi,” ujar Bayu kepada BeritaBenar.
Sementara itu, Agnes Dwi Rusjiati dari Aliansi Nasional Bhinneka Tunggal Ika (ANBTI) mengatakan apa yang terjadi di Tugu Pal Putih Jogja semakin menambah daftar kasus intoleransi di Yogyakarta karena merupakan bentuk intervensi kebebasan berekspresi.
“Dan pihak yang melakukannya memang kelompok intoleran yang sudah mengancam sebelum aksi dilakukan,” ujarnya, tanpa menyebutkan siapa kelompok tersebut.
Sebelumnya, ANBTI pernah merilis jumlah kasus intoleransi di Yogyakarta yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2016, terjadi 23 kasus, meningkat dibandingkan 15 kejadian tahun 2015. Sedangkan, tahun 2011 hingga 2014 hanya terjadi lima kasus intoleransi.
Selain di Yogya, aksi simpati terhadap Ahok yang juga menjadi perwujudan tuntutan untuk tetap terjaganya kebhinekaan dan perlindungan terhadap minoritas, terjadi di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk di Batam, Denpasar, Manado, Toraja, Singkawang, Atambua, bahkan hingga Rote, wilayah paling selatan di Indonesia.