Aksi Bela Islam III Dipindah ke Monas, Kapolri Diapresiasi
2016.11.28
Jakarta

Rencana shalat Jumat di sepanjang jalan kawasan Semanggi hingga Istana Merdeka sebagai bagian Aksi Bela Islam III pada 2 Desember mendatang akan dipindahkan ke pelataran Monumen Nasional (Monas), kata Kapolri Jenderal Tito Karnavian.
"Kalau itu (shalat Jumat di jalan) terjadi, akan menjadi preseden," katanya kepada wartawan di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI), Jakarta, Senin, 28 November 2016.
"Pekan-pekan berikut, bisa dijadikan alasan bagi siapapun untuk menutup jalan protokol dengan alasan shalat Jumat. Tak hanya di Jakarta tapi juga di daerah lain."
Rencana shalat Jumat di jalan protokol digagas kelompok Gerakan Nasional Pengawal Fatwa Majelis Ulama Indonesia (GNPF-MUI) yang dipimpin pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab.
Aksi itu dikatakan sebagai bagian unjuk rasa menekan Polri untuk menahan Gubernur nonaktif DKI Jakarta, Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama, usai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penistaan agama.
Ahok sendiri telah meminta maaf dan mengatakan bahwa dia tidak bermaksud menistakan umat Islam dalam pidatonya yang menyitir ayat 51 surat Al-Maidah dalam sebuah acara di Kepulauan Seribu, September lalu.
Meski telah ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian, Ahok memang tak ditahan.
Tito beralasan Ahok tak ditahan karena dianggap kooperatif dan tidak menghilangkan alat bukti. GNPF-MUI tak sejalan dengan penilaian Kapolri, sehingga menggagas aksi shalat berjamaah di jalan protokol.
"Tapi Alhamdulillah, melalui berbagai dialog dengan teman-teman GNPF-MUI akhirnya dicapai kesepakatan digelar di Lapangan Monas," tambah Tito.
"Kami berterima kasih dan mengapresiasi kesepakatan yang juga diterima GNPF. Karena ini (aksi di Monas) tidak melanggar hukum dan ketertiban publik."
Merujuk pada Pasal 6 Undang-undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, unjuk rasa memang tidak diperbolehkan menerabas hak dan kebebasan orang lain.
Hal itulah yang menjadi dasar kepolisian melarang aksi berupa shalat berjamaah di jalan protokol karena berpotensi mengganggu ketertiban umum.
Ruas jalan kawasan Semanggi hingga Istana Merdeka memang jalur utama yang selalu dipadati kendaraan.
‘Tuntutan tak berubah’
Selain Kapolri Tito, keterangan pers di kantor MUI juga dihadiri Rizieq Shihab dan Ketua MUI, Ma'ruf Amin. Ma'ruf memang bertindak sebagai inisiator pertemuan antara Kapolri dan GNPF-MUI.
"Kami mengusulkan adanya dialog dalam rangka rujuk nasional," kata Ma'ruf, "agar kita menjadi bangsa yang utuh dan saling menghormati."
Ketua GNPF-MUI, Bachtiar Nasir, menyambut baik kesepakatan memindahkan lokasi aksi, dari jalan Sudirman-Thamrin ke Monas.
Ia berharap aksi Bela Islam lanjutan nanti berlangsung damai dan tertib.
"Sebab aksi 2 Desember diisi kegiatan keagamaan, seperti tausyiah, zikir bersama, dan salat Jumat," kata Bachtiar.
"Jadi, kepada seluruh umat, jangan membawa senjata tajam, bambu runcing, dan lain-lain. Indonesia bukan negara perang. Siapkan sajadah, air mineral, atau makanan seperti kurma."
Rizieq menambahkan, meski GNPF-MUI bersepakat untuk memindahkan aksi ke pelataran Monas, ia dan kelompoknya tetap berpegang pada tuntutan awal, agar Ahok ditahan.
"Tuntutan tak berubah, yaitu menegakkan hukum. Agar penista agama ditahan," katanya.
Rizieq pun menggaransi aksi 2 Desember nanti bakal berlangsung damai dan tertib. Jika muncul kekerasan dalam aksi nanti, ia memastikan tak dipicu oleh GNPF-MUI.
"Silakan polisi menggunakan hak dan kewenangannya untuk mengambil tindakan yang diperlukan," pungkasnya.
Buah lobi Kapolri
Perihal perubahan lokasi aksi 2 Desember, pengamat komunikasi politik dari Universitas Pelita Harapan, Emrus Sihombing, menilainya sebagai "buah" gencarnya lobi Kapolri Tito.
"Ia sangat antisipatif menyikapi dinamika aksi 2 Desember," kata Emrus kepada BeritaBenar.
Emrus mencontohkan manuver Tito yang beberapa kali menyambangi para pemuka agama jelang Aksi Bela Islam III pada 2 Desember nanti.
Pada 18 November lalu, misalnya, Tito bertemu petinggi MUI. Dalam pertemuan ini, Tito mengatakan bahwa kasus Ahok akan dituntaskan dengan cepat. Kepolisian, kata Tito ketika itu, akan segera menyerahkan kasus Ahok ke kejaksaan sehingga proses peradilan bisa dimulai.
Empat hari berselang, Tito menyambangi ulama di Tasikmalaya, Jawa Barat. Saat itu, ia memaparkan kasus hukum yang sedang dijalani Ahok. Dalam kesempatan itu, ia juga meminta masyarakat Tasikmalaya tak ikut dalam aksi 2 Desember di Jakarta.
Senada dengan Emrus, pengamat politik dari Lingkar Madani, Ray Rangkuti, menyebut Tito telah menunjukkan bahwa perbedaan pendapat antara pemerintah dan kelompok yang gencar menekan penyelesaian kasus hukum Ahok ternyata bisa diselesaikan lewat dialog.
"Patut diapresiasi lah," ujar Ray, "karena polisi bisa membuat hajat publik tak terganggu dengan memindahkan aksi ke Monas.”