Jadi Tersangka Kasus Penistaan Agama, Ahok Tetap Ikut Pilkada

Ketua Setara Institute menilai penetapan status tersangka Ahok adalah preseden buruk bagi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.
Arie Firdaus
2016.11.16
Jakarta
161116_ID_Ahok_1000.jpg Gubernur DKI Jakarta non-aktif Basuki Tjahaja Purnama berbicara di depan warga saat melakukan kampanye Pilkada Gubernur 2017 di Jakarta, 16 November 2016.
AFP

Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak akan membatalkan keikutsertaan Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama dalam pemilihan gubernur DKI Jakarta, meskipun calon petahana itu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan penistaan agama.

Ahok masih diperbolehkan mengikuti rangkaian kegiatan Pilkada 2017, mulai dari kampanye hingga pemungutan suara pada 15 Februari 2017.

"Tak gugur," tegas Ketua KPU DKI Jakarta, Sumarno, kepada BeritaBenar, Rabu, 16 November 2016, "kecuali pengadilan nanti memutuskan Ahok dihukum pidana lima tahun atau lebih."

Merujuk pada Pasal 88 Peraturan KPU Nomor 9/2016, terang Sumarno, seseorang hanya bisa dibatalkan menjadi calon apabila dinyatakan bersalah dan telah diputus pengadilan dengan hukuman lima tahun penjara atau lebih.

Adapun Ahok, baru berstatus tersangka, yang diumumkan Kepala Badan Reserse dan Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto, Rabu pagi.

"Meskipun tidak pendapat bulat, diraih kesepakatan bahwa perkara ini harus diselesaikan di pengadilan terbuka," kata Ari kepada wartawan di Mabes Polri.

"Konsekuensinya, penyelidikan ini ditingkatkan ke penyidikan dan menetapkan saudara Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai tersangka."

Ancaman 6 tahun

Ahok disangkakan melanggar Pasal 156a Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-undang (UU) Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Ancaman hukuman maksimal pasal pertama adalah lima tahun penjara, sedangkan pasal kedua enam tahun penjara.

Sesuai Pasal 21 UU Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana, seseorang yang terancam hukuman lima tahun penjara atau lebih akan ditahan oleh aparat kepolisian.

Namun penahanan itu tak akan dilakukan terhadap Ahok. Pasalnya, seperti disampaikan Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian, penahanan harus memenuhi syarat subyektif, yaitu berupa kesepakatan bulat bahwa ada tindak pidana dalam tuduhan yang dialamatkan.

Hal itu, kata Tito, tak didapat dalam kasus Ahok. Dalam gelar perkara yang berlangsung 10 jam sehari sebelumnya, tak semua ahli sependapat bahwa Ahok melakukan tindak pidana.

Selain itu, Ahok dianggap kooperatif sejak kasus ini menyeruak ke permukaan. Tito merujuk pada sikap Ahok yang menawarkan diri untuk diperiksa pada Oktober lalu.

Tito juga menambahkan Ahok tak akan melarikan diri atau menghilangkan alat bukti tindak pidana yang disangkakan kepadanya.

"Sebagai calon gubernur Pilkada yang sedang cuti, kecil kemungkinan melarikan diri," kata Tito kepada wartawan.

"Menghilangkan alat bukti? Barang bukti video, kan, sudah ada. Jadi tak usah dilakukan penahanan, hanya pencekalan ke luar negeri."

Dilansir MetroTV, Ahok menerima penetapan status tersangka oleh kepolisian. Ia tetap yakin bakal memenangkan Pilkada DKI Jakarta, meski menyandang status tersangka.

"Saya berterima kasih kepada kepolisian yang memproses. Saya akan terima. Saya kira ini menjadi contoh yang baik untuk demokrasi," ujarnya.

Kuasa hukum Ahok, Sirra Prayuna mengatakan, tak akan menempuh jalur pra-peradilan untuk berusaha membatalkan status tersangka. Menurutnya, Ahok ingin permasalahan ini tuntas lewat pengadilan.

‘Meredam riak’

Dugaan penistaan agama berawal dari pidato Ahok di Kepulauan Seribu, 27 September lalu. Saat itu, dia menyindir lawan politiknya yang seringkali menyitir Surat Al Maidah 51 untuk menjegalnya.

Ucapannya itu memicu protes kelompok Islam, meski Ahok telah mengatakan tidak ada maksud untuk penistaan agama. Ia juga telah meminta maaf.

Puncaknya adalah unjuk rasa yang dihadiri sekitar 100 ribu orang di Jakarta pada 4 November lalu, dan juga dalam jumlah yang lebih kecil di sejumlah kota lainnya, menuntut ditangkapnya Ahok.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri Jakarta, Adi Prayitno, menilai penetapan status tersangka Ahok akan dapat meredam gejolak di masyarakat yang muncul akibat dugaan penistaan agama oleh Ahok.

"(Riak) bisa dipastikan berkurang," ujar Adi kepada BeritaBenar, "kemarahan umat Islam setidaknya bisa diredam."

Meski Ahok telah berstatus tersangka, kabar unjuk rasa lanjutan tetap berseliweran. Menanggapi ini, Kapolri berharap masyarakat tak melakukannya karena proses hukum telah berlangsung di Mabes Polri.

"Jadi, kalau ada yang mau turun ke jalan, untuk apa? Cuma satu jawabannya, agendanya bukan masalah Ahok,” kata Tito.

Adapun pengamat hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, menilai penetapan status tersangka Ahok telah menunjukkan bahwa kepolisian bebas dari intervensi.

"Maka, kita harus memberikan kesempatan kepada Polri untuk memproses ini dan mengesampingkan segala kepentingan dan sentimen politik," ujar Yusril dalam keterangan tertulis.

"Saya yakin bagian terbesar umat Islam Indonesia menghendaki cara demokratis dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.”

Preseden buruk

Sedangkan Hendardi, Ketua Setara Institute, menilai penetapan status tersangka Ahok adalah preseden buruk bagi promosi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia.

“Penegakan hukum atas dugaan penodaan agama tidak sepenuhnya dijalankan dengan mematuhi prinsip due process of law,” katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima BeritaBenar.

Menurutnya, pasal-pasal menjerat Ahok di tengah kontestasi Pilkada DKI, menegaskan bahwa Ahok “terjebak pada praktik politisasi identitas yang didesain oleh kelompok-kelompok tertentu.”

Namun demikian, Hendardi menambahkan keputusan Polri harus diapresiasi dan dihormati apalagi telah dilakukan secara terbuka dan akuntabel.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.