Divonis Dua Tahun Penjara, Ahok Ditahan di Rutan Cipinang
2017.05.09
Jakarta

Usai divonis dua tahun penjara dalam kasus penistaan agama Islam oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara, Selasa, 9 Mei 2017, Gubernur DKI Jakarta Basuki "Ahok" Tjahaja Purnama langsung ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Cipinang, Jakarta Timur.
Ahok tiba di Rutan Cipinang dengan didampingi beberapa kuasa hukumnya sekitar pukul 12.00 WIB, atau berselang sejam setelah persidangan dengan agenda pembacaan vonis selesai digelar di aula Kementerian Pertanian, Jakarta Selatan.
Mereka menumpang kendaraan taktis kepolisian, di bawah pengawalan ketat aparat kepolisian bersenjata. Namun, baik Ahok maupun penasihat hukumnya tak berkomentar sesaat setelah mereka tiba di Rutan Cipinang.
Menurut jaksa Ali Mukartono, Ahok ditempatkan di Rutan Cipinang karena vonis belum berkekuatan hukum tetap (inkcracht).
"Statusnya masih tahanan. Bukan narapidana," kata Ali kepada wartawan di kompleks Kementerian Pertanian.
Ahok memang mengutarakan banding sesaat setelah majelis hakim menjatuhkan vonis dua tahun penjara.
“Kami akan melakukan banding,” kata Ahok di depan pengadilan setelah berkonsultasi dengan tim penasihat hukumnya.
Adapun jaksa mengatakan masih pikir-pikir terhadap vonis hakim itu. Vonis dua tahun penjara memang lebih tinggi dari tuntutan jaksa, yang dalam persidangan 20 April lalu, menginginkan Ahok dihukum satu tahun penjara dengan masa percobaan dua tahun.
“Kami akan menentukan sikap berdasarkan waktu sesuai undang-undang,” kata jaksa Ali saat ditanya tanggapannya oleh ketua majelis hakim, Dwiarso Budi Santiarto.
Sesuai aturan, baik terdakwa atau jaksa memiliki waktu tujuh hari untuk menentukan sikap, apakah melakukan banding atau menerima putusan hakim.
'Terbukti menistakan agama'
Dalam putusan setebal sekitar 630 halaman yang dibacakan bergiliran selama hampir dua jam, majelis hakim menilai Ahok terbukti secara sengaja telah menista agama Islam, seperti termaktub di Pasal 156 a.
“Menyatakan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana melakukan penodaan agama, menjatuhkan pidana penjara selama dua tahun. Memerintahkan agar terdakwa ditahan,” ujar Dwiarso dalam amar putusannya.
Indikasi kesengajaan itu, menurut pertimbangan majelis hakim, terlihat dari sikap Ahok yang menyitir surat Al Maidah ayat 51 ketika berpidato di Kepulauan Seribu pada 27 September 2016, dan diulangi kembali setelah dia ditetapkan sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.
“Dari ucapan itu, terdakwa menganggap Al Maidah adalah alat untuk membohongi umat atau masyarakat. Maka menurut pengadilan, terdakwa telah merendahkan dan menghina Al Maidah 51,” ujar hakim Dwiarso.
Dia menambahkan, mengajak orang lain untuk memilih pemimpin berdasarkan agama dan menggunakan dalil ayat suci bukan merupakan sebuah pelanggaran hukum dalam sistem demokrasi.
Majelis hakim menyamakan hal itu dengan ajakan memilih pemimpin yang memiliki kesamaan ideologi dan partai politik.
“Tidak dilarang,” kata Dwiarso, “ucapan terdakwa itu mengandung makna yang negatif karena punya anggapan bahwa yang menyampaikan Al Maidah 51 telah membohongi umat atau masyarakat.”
Pertimbangan hakim berbanding terbalik dengan jaksa di persidangan sebelumnya. Saat itu, jaksa menilai Ahok tak terbukti melakukan penistaan agama seperti yang tercantum di Pasal 156 a.
Menurut jaksa, keriuhan dan pertentangan soal penistaan agama di tengah masyarakat, semata-mata dipicu unggahan video Buni Yani di Youtube, sehingga mereka menuntut Ahok dengan dakwaan Pasal 156 tentang mengutarakan permusuhan atau kebencian di muka umum.
Namun, beragam pertimbangan jaksa ditolak hakim saat pembacaan vonis yang menilai, pernyataan Ahok menyitir Al Maidah 51 yang sejatinya menjadi hulu pertentangan dan kegaduhan di masyarakat.
Majelis hakim juga menyatakan bahwa kasus yang menjerat Ahok adalah murni perkara penistaan agama dan tak ada kaitan dengan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Jakarta. Hanya saja kasus itu kebetulan terjadi menjelang pelaksanaan Pilkada.
Tekanan publik
Soal pertimbangan hakim, kuasa hukum Ahok menilai hakim yang menangani perkara itu telah terpengaruh tekanan publik.
“Demonstrasi kan banyak sekali jumlahnya,” kata seorang kuasa hukum, I Wayan Sudirta usai persidangan.
Dia juga menyayangkan sikap hakim yang tidak mempertimbangkan aspek politik dalam kasus tersebut karena menurutnya, kalau Ahok tak ikut Pilkada DKI Jakarta, belum tentu masalah penistaan agama ini menyeruak.
Terkait keputusan yang memerintahkan Ahok langsung ditahan, kuasa hukum Ahok lain, Trimoelja Soerjadi menilai hakim bersikap inkonsisten. Dia merujuk pada pertimbangan meringankan yang menyebutkan Ahok bersikap koopertif.
“Tapi kok ada perintah penahanan. Ada kontradiksi,” katanya.
Ketidakpuasan soal vonis Ahok juga disampaikan seorang pendukung bernama Marlina, yang berunjuk rasa di luar gedung Kementerian Pertanian bersama ratusan warga lain. Beberapa dari mereka tampak meneteskan air mata.
Mata perempuan 42 tahun itu terlihat sembab akibat menangisi vonis Ahok. “Semoga Pak Ahok sabar dan kuat,” katanya kepada BeritaBenar.
Lain lagi pemandangan dari ratusan massa kontra Ahok, yang juga menggelar unjuk rasa. Seorang massa penentang Ahok bernama Masludin mengaku cukup puas Ahok akhirnya dipenjara.
“Meskipun seharusnya ia dihukum maksimal lima tahun,” katanya, di sela-sela takbir yang diteriakkan massa.
Diganti Djarot
Kasus menjerat Ahok bermula delapan bulan lalu, saat melakukan kunjungan kerja penebaran bibit ikan kerapu di Pulau Panggang, Kepulauan Seribu.
Ahok saat itu meyakinkan warga bahwa program tersebut akan tetap berjalan meskipun ia tak terpilih menjadi Gubernur DKI Jakarta.
“Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil Bapak-Ibu enggak bisa pilih saya, kan, dibohongi pakai Surat Al Maidah 51, macam-macam itu. Itu hak Bapak-Ibu,” kata Ahok ketika itu.
Pernyataannya itu menjadi polemik setelah beredarnya versi pendek video pidato Ahok tersebut oleh Buni Yani yang kemudian menjadi viral, yang berujung pada dilaporkannya Ahok oleh berbagai pihak ke kepolisian dengan tuduhan penistaan agama. Rangkaian unjuk rasa diinisiasi oleh sejumlah ormas Islam terjadi di Jakarta dan di berbagai kota di Indonesia menuntut Ahok dipenjara.
Setelah vonis hakim dan Ahok ditahan, Kementerian Dalam Negeri menyatakan bakal segera menetapkan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat sebagai pelaksana tugas (Plt) gubernur, menggantikan Ahok.
Hanya saja, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo belum memastikan kapan Djarot akan dilantik sebagai Plt Gubernur Jakarta yang akan menjabat hingga Oktober mendatang.
“Karena yang bersangkutan (Ahok) ditahan, maka tidak bisa menjalani pemerintahan sehari-hari. Mendagri akan menugaskan wakil gubernur sebagai pelaksana tugas Gubernur DKI Jakarta,” kata Tjahjo.