UNHCR khawatir puluhan Rohingya tewas atau hilang dalam insiden perahu terbalik di perairan Aceh

Tim pencari menyangsikan klaim itu, mempertanyakan apakah jumlah itu sudah diverifikasi.
Nurdin Hasan
2024.03.22
Banda Aceh
UNHCR khawatir puluhan Rohingya tewas atau hilang dalam insiden perahu terbalik di perairan Aceh Pengungsi Rohingya diselamatkan dari perahu mereka yang terbalik oleh personel Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional di perairan sekitar 16 mil laut (18 mil) lepas pantai barat Aceh, 21 Maret 2024.
Zahlul Akbar/AFP

Badan Pengungsi PBB (UNHCR) mengatakan pada Jumat (22/3) bahwa lebih dari 70 pengungsi Rohingya dikhawatirkan tewas atau hilang di laut setelah perahu mereka terbalik di lepas pantai Aceh Barat minggu ini, namun salah seorang anggota regu penyelamat meragukan pernyataan itu dan menanyakan apakah jumlah tersebut telah diverifikasi.

Tim Pencarian dan Pertolongan (SAR) gabungan mengakhiri operasi pencarian dan penyelamatan pada hari Kamis setelah membawa total 75 orang Rohingya ke darat dalam dua hari sejak perahu kayu pengungsi Muslim Rohingya itu terbalik pada Rabu di perairan 21 mil laut dari Meulaboh, ibukota Aceh Barat.

Namun, UNHCR dan Kantor Internasional untuk Migrasi (IOM) mengatakan dalam pernyataan bersama bahwa sejumlah korban yang selamat telah mengatakan kepada pihak berwenang bahwa awalnya ada 151 pengungsi di kapal tersebut.

“UNHCR dan IOM sangat prihatin dengan potensi hilangnya nyawa karena para pengungsi yang diselamatkan mengatakan bahwa kapal tersebut sebenarnya membawa 151 orang,” kata pernyataan bersama tersebut.

Juru bicara UNHCR untuk wilayah Asia-Pasifik Babar Baloch mengatakan jika kekhawatiran tersebut benar, maka jumlah korban dari etnis minoritas di Myanmar tersebut adalah “sangat mengejutkan”.

“Jika benar, ini akan menjadi tragedi maritim terbesar di perairan Asia sepanjang tahun ini,” katanya di platform media sosial X.

Perwakilan UNHCR untuk Indonesia, Ann Maymann, berterima kasih kepada Indonesia karena telah menyelamatkan banyak nyawa “dan menunjukkan bahwa negara mempunyai nilai-nilai kemanusiaan sebagai intinya.”

“Saya memohon agar upaya pencarian terus dilanjutkan dengan harapan menemukan korban selamat dan memakamkan mereka yang meninggal dengan cara terhormat,” katanya dalam sebuah unggahan di X.

UNHCR dan IOM juga mengatakan bahwa Indonesia telah “menunjukkan sisi kemanusiaan yang kuat,” dan menambahkan bahwa mereka telah mengirimkan tim mereka ke Aceh untuk membantu pemerintah daerah dalam memberikan bantuan kepada para korban.

Seorang perempuan salah satu dari 75 pengungsi Rohingya yang berhasil diselamatkan dari perahu mereka yang terbalik di perairan Aceh Barat, 21 Maret 2024. [Zahlul Akbar/AFP]
Seorang perempuan salah satu dari 75 pengungsi Rohingya yang berhasil diselamatkan dari perahu mereka yang terbalik di perairan Aceh Barat, 21 Maret 2024. [Zahlul Akbar/AFP]

Kejadian terbaru ini terjadi di tengah meningkatnya kedatangan perahu pengungsi Rohingya di Aceh.

“Pada tahun 2023 saja, lebih dari 2.300 pengungsi Rohingya tiba (di Indonesia), dengan peningkatan yang signifikan sejak bulan November dan seterusnya. Jumlah ini melebihi jumlah kedatangan dalam empat tahun sebelumnya secara keseluruhan, kata UNHCR dan IOM.

UNHCR mengatakan bahwa pengungsi telah ditampung di sejumlah lokasi di Aceh.

Pada bulan Januari, UNHCR melaporkan bahwa 569 pengungsi Rohingya meninggal atau hilang di laut selama tahun 2023 dalam upaya mereka melarikan diri dari Myanmar atau Bangladesh.

Rohingya adalah minoritas Muslim tanpa kewarganegaraan yang teraniaya dari Myanmar, yang melarikan diri dari kekerasan dan penindasan di tanah air mereka selama bertahun-tahun.

Menyusul serangan militer pada tahun 2017 di negara bagian Rakhine, Myanmar, yang digambarkan oleh PBB sebagai “contoh pembersihan etnis,” sekitar 740.000 warga Rohingya melarikan diri melintasi perbatasan ke Bangladesh.

Saat ini, hampir 1 juta pengungsi Rohingya tinggal di kamp-kamp yang padat di tenggara Bangladesh.

Dalam keputusasaan, banyak yang meninggalkan kamp pengungsi yang penuh sesak di Bangladesh itu, untuk mencari kehidupan yang lebih baik di negara lain termasuk Malaysia dan Indonesia.

Selama ini penduduk Aceh selalu menyambut kedatangan warga Rohingya dengan tangan terbuka, namun dalam beberapa bulan terakhir, mereka menolak para pengungsi itu dengan mengatakan bahwa Aceh tidak memiliki sumber daya yang cukup untuk itu.

Namun, pada hari Rabu, ketika perahu yang terbalik itu terlihat di Aceh Barat, ketua komunitas nelayan setempat mengeluarkan perintah tertulis kepada nelayan Aceh untuk membantu warga Rohingya.

“Demi kemanusiaan, kami berkewajiban membantu mereka yang mengalami musibah di laut, siapapun mereka” kata Azwir Nazar, Sekretaris Jenderal Panglima Laot, lembaga adat yang fokus pada kesejahteraan nelayan.

Pengungsi Rohingya beristirahat di kapal Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas) setelah mereka diselamatkan dari perahu mereka yang terbalik di perairan Aceh Barat, 21 Maret 2024. [Zahlul Akbar/AFP]
Pengungsi Rohingya beristirahat di kapal Badan Pencarian dan Penyelamatan Nasional (Basarnas) setelah mereka diselamatkan dari perahu mereka yang terbalik di perairan Aceh Barat, 21 Maret 2024. [Zahlul Akbar/AFP]

Kapten kapal SAR, Supriadi, juga mengatakan misi timnya adalah misi kemanusiaan karena para pengungsi berada dalam “situasi darurat menyusul bencana perahu terbalik itu”

Namun, ia mempermasalahkan anggapan UNHCR dan IOM bahwa 76 orang mungkin tewas atau hilang di laut, karena 69 (dari 75) pengungsi yang diselamatkan pada hari Kamis “memiliki koordinat yang jelas yang diberikan oleh nelayan yang menyaksikan para pengungsi dalam kesulitan.”

Dan hal ini, katanya kepada BenarNews, menimbulkan pertanyaan: “Jika masih ada korban, di mana lokasinya?”

“Apakah informasi tentang 150 orang tersebut sudah diverifikasi kebenarannya secara lengkap? Kalau memang benar, di mana lokasinya dan kami siap mencarinya,” kata Supriadi.

Namun untuk saat ini, “Misi tersebut telah berakhir dengan ditemukannya 69 orang dari kapal yang terbalik pada hari Kamis,” katanya.

Pengungsi Rohingya yang diselamatkan itu menderita kelaparan dan dehidrasi. Sebuah video yang diambil oleh seorang nelayan setempat menunjukkan lebih dari 50 orang dari mereka berdiri di lambung kapal yang terbalik saat mereka dengan panik melambai minta tolong.

UNHCR dan IOM pada hari Jumat kembali meminta negara-negara untuk mengadvokasi upaya bersama untuk menyelamatkan semua orang yang mengalami kesulitan di laut.

“UNHCR dan IOM memperkuat upaya pemberian bantuan kemanusiaan dan perlindungan darurat kepada pengungsi yang tiba di Indonesia,” kata pernyataan mereka.

“UNHCR dan IOM menyampaikan apresiasi mereka kepada pihak berwenang Indonesia dan masyarakat lokal atas upaya mereka menyelamatkan nyawa pengungsi dari perahu yang terbalik di Aceh Barat.”

Indonesia bukan negara penandatangan Konvensi Pengungsi tahun 1951, namun memiliki sejarah panjang dalam menampung pengungsi dari berbagai konflik. Hal ini memungkinkan para pengungsi untuk tinggal sementara, saat mereka menunggu penempatan di negara ketiga, sebuah proses yang bisa memakan waktu bertahun-tahun.

Shailaja Neelakantan di Washington berkontribusi pada laporan ini.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.