Aceh Larang Perayaan Malam Tahun Baru
2015.12.31
Banda Aceh
Pemerintah Aceh melarang warganya merayakan malam Tahun Baru Masehi karena dianggap melanggar syariat Islam serta tidak sesuai dengan budaya dan adat istiadat masyarakat provinsi paling barat Indonesia itu.
Tapi pelarangan itu dikritik kalangan aktivis sebagai sesuatu yang berlebihan. Apalagi sejak lama, masyarakat Aceh ikut merayakan malam pergantian tahun dengan pesta kembang api dan meniup terompet di pusat-pusat keramaian dan tempat wisata.
Gubernur Aceh Zaini Abdullah bersama wakilnya Muzakir Manaf dalam seruan yang dipublikasikan melalui Harian Serambi Indonesia edisi Kamis meminta agar seluruh Muslim di Aceh untuk tidak melakukan kegiatan yang bertentangan dengan syariat Islam dan budaya setempat.
Kegiatan-kegiatan yang dilarang dalam seruan Pemerintah Aceh antara lain karaoke, membakar lilin, meniup terompet, membakar petasan dan kembang api serta ugal-ugalan di jalan raya.
Zaini dan Muzakir juga menyerukan warga Aceh agar menciptakan kenyamanan dan saling menghargai serta menghormati antarumat beragama. “Jangan melakukan aksi dan tindakan anarkis yang bertentangan dengan aturan hukum berlaku,” kata Zaini.
Suasana ibukota Banda Aceh sepanjang hari terakhir tahun 2015 ramai seperti biasa. Kendaraan lalu lalang di jalan-jalan utama. Sebuah mobil minivan milik Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh berpatroli sambil mengimbau warga untuk tak merayakan malam Tahun Baru melalui pengeras suara.
Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompinda) dan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Banda Aceh telah mengeluarkan imbauan untuk warganya supaya tidak merayakan malam Tahun Baru. Forum itu terdiri dari walikota, ketua DPR Kota, kapolresta, dandim, kajari, kepala pengadilan negeri, ketua mahkamah syariah serta ketua MPU kota.
Inti imbauan yang sudah disebar dan ditempel di tempat-tempat strategis sejak awal Desember hampir sama dengan serius Pemerintah Aceh. Malah, kegiatan bernuansa agama (Islam) seperti zikir dan yasinan, tausiyah (ceramah) juga dilarang di ibukota Banda Aceh pada malam pergantian tahun.
“Kami harap warga kota yang muslim tidak merayakan Natal dan Tahun Baru. Haram hukumnya merayakan Tahun Baru Nasrani,” kata Wakil Walikota Banda Aceh, Zainal Arifin saat memberi sambutan pada acara pelaksanaan eksekusi cambuk di halaman Masjid Baiturrahim, Ulee Lheue, Senin 28 Desember.
Paranoid berlebihan
Koordinator Forum Islam Rahmatal Lil’alamin, T.M Jafar Sulaiman mempertanyakan manfaat larangan merayakan malam Tahun Baru karena di tahun-tahun sebelumnya warga Aceh turut merayakannya dengan pesta kembang api dan meniup terompet. Baru dalam tiga tahun terakhir ada larangan tersebut.
“Kenapa terlalu paranoid yang berlebihan pada tahun Masehi. Itu hanya perhitungan matematika dan astronomi saja,” ujarnya kepada BeritaBenar, Kamis.
“Apa berani Pemerintah Aceh atau Pemko Banda Aceh tidak lagi pakai penanggalan Masehi baik untuk gajian, hari libur, tahun anggaran maupun peringatan ulang tahun daerah? Apakan berani menggunakan tahun Hijriyah atau penanggalan Aceh seperti sudah dibuat bulan lalu?,” tambahnya.
Menurut dia, warga Aceh bukan pedosa yang aqidahnya mau digadai hanya dengan merayakan malam pergantian tahun. Mereka cukup tahu diri dan tidak akan berfoya-foya di tengah kondisi perekonomian masyarakat yang sulit dalam beberap tahun ini.
“Mereka juga punya moral yang tidak perlu diatur. Justru selama ini pemerintahlah yang berfoya-foya, menghambur-hamburkan uang pada seremonial-seremonial yang sama sekali tidak membawa dampak kesejahteraan kepada masyarakat,” tegas Jafar.
Di negara-negara timur tengah yang penduduknya juga mayoritas Islam, pergantian malam tahun baru dirayakan dengan pesta kembang api begitu meriah seperti Dubai yang dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan. Mestinya, Pemerintah Aceh bisa juga mengemas kegiatan dengan nuansa kearifan lokal.
“Bagaimana dengan tempat-tempat lain di luar Aceh yang juga Muslim mengadakan zikir dan tausiah dalam rangka menyambut pergantian tahun? Apakah mereka telah melanggar syariat Islam?,” tutur Jafar mempertanyakan.
Banyak kritikan juga dilontarkan warga Aceh melalui media sosial seperti Twitter dan Facebook. Kritikan itu misalnya kenapa pemerintah tak memperhatikan nasib warga miskin yang ingin menikmati sedikit hiburan pesta kembang api pada malam Tahun Baru.
“Kalau pejabat sudah biasa mendapat hiburan karena sering pergi ke Jakarta,” gugat seorang warga Banda Aceh yang enggan namanya ditulis.
Razia trompet dan petasan
Untuk mengantipasi warga Banda Aceh merayakan malam Tahun Baru 2016, Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP & WH) Banda Aceh melancarkan operasi razia terompet, petasan dan kembang api di seputaran ibukota, Rabu petang 30 Desember.
Saat merazia di kawasan Peunayong – Pencinan di Banda Aceh – personel Satpol PP & WH menyita belasan dari seorang pedagang. Petugas juga merazia toko-toko yang diduga menjual petasan, kembang api dan terompet.
Kepala Seksi Operasi Satpol PP & WH Banda Aceh Hardi Karmy mengatakan pihaknya menempatkan puluhan anggota di kawasan-kawasan yang biasa ramai warga seperti pantai Ulee Lheue dan Simpang Lima. Satpol PP & WH meningkatkan operasi patroli di jalan-jalan utama dalam Kota Banda Aceh pada malam Tahun Baru.
“Jika ada yang melanggar imbauan Forkompinda, kita amankan dan bawa ke kantor untuk dilakukan pembinaan. Mereka tidak ditahan. Setelah dibina akan dilepas lagi,” kata Hardi kepada wartawan.
Seperti tahun lalu, tambahnya, jika ada konsentrasi warga yang jumlah banyak maka petugas Satpol PP & WH akan membubarkan mereka.