Abu Bakar Ba’asyir Kembali Kepada Keluarga Setelah Bebas dari Penjara
2021.01.08
Ngruki, Sukoharjo & Jakarta
Abu Bakar Ba’asyir, ulama yang pernah menjadi pemimpin spiritual Jemaah Islamiyah, kelompok dibalik serangan teroris Bom Bali, pada Jumat (8/1) kembali ke kediamannya di Jawa Tengah setelah bebas usai menjalani hukuman penjara sekitar 10 tahun dari vonis 15 tahun atas keterlibatannya dalam pendanaan pelatihan kamp militan di Aceh tahun 2010.
Ba’asyir meninggalkan Lembaga Pemasyarakatan Gunung Sindur, Jawa Barat, pada sekitar pukul 05.30 WIB untuk menghindari kerumunan, kata Kabag Humas dan Protokol Ditjen Pemasyarakatan, Rika Aprianti.
Setelah bebas, Ba’asyir tidak memiliki kewajiban untuk melaporkan diri ke lembaga pemasyarakatan, kata Rika kepada BenarNews.
“Karena pembebasannya murni, jadi tanggung jawab kami selesai saat Beliau bebas. Selanjutnya mungkin ada tindak lanjut dari pihak-pihak terkait,” ucapnya, Jumat.
Ba’asyir bebas murni setelah hukumannya dipotong 55 bulan dari pidana totalnya sebanyak 15 tahun karena dinilai berperilaku baik, demikian otoritas terkait.
Rika mengatakan Ba’asyir keluar dari lapas dengan disambut perwakilan keluarga dan kuasa hukum.
“Pada saat dibebaskan, bawaannya bahagia dan dalam kondisi sehat. Tadi pun sebelum bebas sempat dicek tensi, Alhamdulillah kondisi sehat,” kata Rika, seraya menambahkan petugas dari Detasemen Khusus (Densus) Antiteror Mabes Polri dan BNPT ikut mendampingi perjalanan Ba’asyir menuju Sukoharjo.
Tidak ada penyambutan khusus untuk Ba’asyir di kediamannya di Pondok Pesantren Al Mukmin, Ngruki.
“Kita melakukan pengamanan sejak Kamis malam, kita menjaga di (tiga) pintu masuk ponpes, karena tidak boleh ada yang masuk dan dari ponpes tidak ada kegiatan apapun terkait penyambutan,” kata Juru bicara pondok pesantren, Endro Sudarsono kepada BenarNews.
Pada Kamis sore, pihak ponpes sempat memasang spanduk ucapan selamat datang untuk Ba’asyir, namun pada Jumat pagi diturunkan oleh Satpol PP Kabupaten Sukoharjo dengan alasan karena tidak mengantongi izin dari pemerintah setempat, kata Endro.
“Padahal tidak ada unsur provokasi, hanya ekspresi rasa syukur terhadap kepulangan tokoh yang kami hormati,” ucap Endro.
Ba’asyir menjadi sosok yang dihormati masyarakat sekitar Al Mukmin, bahkan oleh warga yang tidak memiliki hubungan apapun dengan pesantren yang didirikan oleh ustaz kelahiran Jombang, Jawa Timur ini.
Dwi Lestari (46), yang sehari-hari berjualan di dekat area pesantren, mengaku ikut senang dengan kepulangan Ba’asyir, yang menikahkannya pada 2010 sebelum dia ditangkap dan diadili dalam kasus Aceh.
“Saya merasa istimewa, karena di luar keluarga, cuma saya yang dinikahkan oleh Beliau, selain itu Ustaz Abu ini suka sekali mengajari anak-anak kecil mengaji dan juga menyembuhkan anak-anak muda yang mabuk menjadi berhenti mabuk dan malah pintar mengaji,” kata Dwi.
Khawatir
Namun demikian, sebagian pihak khawatir terhadap pembebasan Ba’asyir, mantan pimpinan spiritual Jemaah Islamiyah, jaringan teroris Alqaeda untuk Asia Tenggara, yang disinyalir berada di belakang sejumlah aksi terorisme di Indonesia termasuk Bom Bali 2002 yang menewaskan 202 orang, sebagian besar warga Australia.
Perdana Menteri Australia Scott Morrison, pada Jumat mengatakan keluarga dari 88 warga Australia yang tewas dalam pemboman itu akan tertekan dengan pembebasan Ba’asyir. “Kami telah menjelaskan melalui kedutaan kami di Jakarta kekhawatiran kami, bahwa orang-orang seperti dia harus dicegah dari menghasut orang lain,” ujarnya seperti dikutip Reuters.
Pengadilan tidak pernah membuktikan adanya kaitan antara Ba’asyir dan aksi Bom Bali, tetapi Ba’asyir ditangkap pada 2010 dan dijatuhi hukuman penjara 15 tahun pada tahun berikutnya atas tuduhan terkait pendanaan kamp pelatihan bagi militan di Aceh dan penghasutan para ekstremis untuk melakukan aksi teror.
Ba’asyir menghabiskan lima tahun pertama hukumannya di penjara Nusakambangan di Jawa Tengah sebelum dipindahkan ke penjara Gunung Sindur di Bogor.
Pada akhir tahun 2018, pemerintah mengumumkan bahwa Ba’asyir akan dibebaskan lebih awal dengan alasan kesehatan yang buruk dan usia lanjut, asal dia menandatangani janji setia kepada Pancasila. Namun persyaratan ini ditolak Ba’asyir.
Menjauhkan dari ekstrimisme
Abdul Rohim Ba’asyir, putra sulung Ba’asyir, mengatakan bahwa dia akan berupaya semampunya untuk menjauhkan sang ayah dari berbagai pengaruh yang mengarah pada ekstrimisme.
“Apapun pemikiran, apapun cara berpikir yang tidak benar, baik itu karena berlebih-lebihan, ekstrimisme dan sebagainya. Apapun namanya, apakah ISIS atau tidak ISIS, semua akan diupayakan oleh pihak keluarga semampunya untuk memberikan penjelasan, kemudian upaya untuk menjauhkan,” ujarnya.
Rohim mengatakan pihak keluarga akan berupaya meluruskan paham Ba’asyir dengan mengacu pada Alquran dan ajaran Nabi Muhammad.
“Ketika kita kembali kepada yang benar dengan ilmu yang luas maka akan terjadi keseimbangan dalam berpandangan, siapapun itu. Maka upaya itu yang insya Allah itu yang akan dilakukan,” terangnya.
Patuhi protokol kesehatan
Ba’asyir tiba di pintu utara Pesantren Al Mukmin dengan menumpang mobil minibus pada sekitar pukul 13.45 WIB. Rombongan Ba’asyir sempat berhenti untuk menyapa dan melambaikan tangan ke arah wartawan.
Rombongan kemudian melaksanakan salat Zuhur berjemaah di Masjid Baitussalam yang berada di dalam area pondok pesantren.
Perwakilan kuasa hukum, Achmad Michdan, mengatakan bahwa Ba’asyir berada dalam keadaan sehat.
“Dua putranya yang ikut bersama kami banyak menjelaskan tentang Solo dan perubahan-perubahan yang terjadi. Sementara ini akan dikhususkan untuk keluarga dulu,” kata Michdan saat menemui wartawan.
Michdan mengapresiasi pengamanan yang dilakukan oleh aparat keamanan terkait selama perjalanan Ba’asyir dari Gunung Sindur menuju Sukoharjo.
“Di masa pandemi ini kami memang memerlukan pengamanan. Jangan sampai muncul masalah baru,” ujarnya.
Tidak dilakukan karantina mandiri karena dari hasil tes COVID-19, Ba’asyir dinyatakan negatif.
Acara pertemuan atau kegiatan menerima tamu juga akan ditangguhkan untuk menjaga kondisi Ba’asyir yang sudah sepuh dan riskan terhadap penularan.
Setelah kembali ke Indonesia dari pengasingan di Malaysia, Ba’asyir mendirikan Majelis Mujahiddin Indonesia (MMI) pada tahun 2000, sebelum akhirnya dia keluar dan mendirikan Jamaah Ansarut Tauhid (JAT) pada tahun 2008.
JAT dibubarkan pada 2014, namun beberapa anggotanya, termasuk Aman Abdurrahman yang memiliki kedekatan dengan Ba’asyir, mendirikan Jamaah Ansharud Daulah, yang dianggap berafiliasi ke ISIS.
Pengamat terorisme yang juga mantan anggota JI, Sofyan Tsauri, menduga Ba’asyir cenderung mendukung ISIS karena dia mendengarkan informasi tentang kelompok itu dari Abu Walid, seorang perekrut ISIS asal Solo.
“Ba’asyir ini dulu mempercayakan semua tentang Suriah kepada Abu Walid yang ternyata menjadi orang dekat al Baghdadi,” kata Sofyan, merujuk pada pemimpin ISIS Abu Bakar al-Baghdadi yang tewas tahun 2019.
Abu Walid, yang bernama asli Muhammad Saifuddin merupakan tokoh penting kelompok ISIS yang tewas di Suriah pada Januari 2019, menurut BNPT.
Walid sebelumnya telah ditetapkan sebagai “teroris global” oleh Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat.
Selama berada di penjara, Sofyan melihat pengaruh ISIS terhadap Ba’asyir semakin kuat karena dia diurus oleh murid-muridnya yang semuanya telah berbaiat pada ISIS. Sementara akses keluarga justru terbatas.
“Setelah pulang nanti, saya yakin, Iim (Rohim) dan Rosyid akan bisa menjaga ayahnya. Mereka pasti punya cara, termasuk diantaranya mengusir siapapun yang ingin menemui ayahnya,” ujar Sofyan.
Deradikalisasi
Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris meminta siapa pun untuk tidak membujuk Ba’asyir dengan berbagai konsep jihad yang tidak sesuai dengan ideologi negara.
“Kita harapkan masyarakat, kelompok, yang masih bersimpati dengan paham radikal untuk tidak memicu adrenalin ABB (Abu Bakar Ba’asyir) dan memikirkan kembali konsep-konsep jihad yang tidak sesuai dengan NKRI,” kata Irfan, keterangannya kepada BenarNews.
Irfan menjelaskan program deradikalisasi untuk Ba'asyir akan dilakukan melalui tiga tahap yang dimulai dari pembinaan, pendampingan hingga pemberdayaan, dengan titik berat pada penguatan wawasan kebangsaan.
Pihaknya pun meminta dukungan dari keluarga untuk ikut mendampingi proses tersebut serta berharap masyarakat sekitar tidak membangun stigma negatif kepada Ba’asyir.
Sementara itu, Wakil Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Masduki Badilowi meminta Ba’asyir menyampaikan dakwah yang damai.
“Tentunya kami berharap Beliau bisa kembali berdakwah. Tapi dengan dakwah yang menenangkan, yang disampaikan dari warga negara yang punya komitmen dan kesetiaan terhadap ideologi negara,” kata Masduki saat dihubungi.
Terkait dakwah, putra sulung Ba’asyir dengan yakin mengatakan bahwa ayahnya akan tetap melakukan hal tersebut sebagai bagian dari kewajiban utama seorang ulama.
“Itu akan Beliau lakukan sampai mati. Sampai Beliau dipanggil oleh Allah. Bentuknya bagaimana, sesuai dengan kemampuannya. Pada prinsipnya, kewajiban kepada sesama Muslim dilakukan sesuai kemampuan,” ujar Rohim.