2 ABK Loncat dari Kapal Cina, Indonesia Usut Dugaan Kerja Paksa

Organisasi advokat mengatakan dalam 8 bulan terakhir 7 ABK tewas terkait kondisi kerja.
Ronna Nirmala
2020.06.10
Jakarta
200610_ID_Fishermen_1000.JPG Dalam gambar yang diambil dari video AFP tertangal 21 Februari 2019 ini, pelaut Indonesia menunjukkan foto kondisi di mana mereka dieksploitasi ketika bekerja di sebuah kapal berbendera Cina.
AFP

Kementerian Luar Negeri pada Rabu (10/6), memastikan dua anak buah kapal (ABK) asal Indonesia yang loncat dari kapal Cina di Selat Malaka akhir pekan lalu dalam kondisi sehat, sementara kasus dugaan kerja paksa yang dialami keduanya tengah diselidiki bersama Kepolisian RI (Polri), demikian pejabat kementerian.

Andry Juniansyah (30) dan Reynalfi (22) meloloskan diri dengan meloncat dari kapal penangkap ikan berbendera Cina, Lu Qing Yuan Yu 901, saat kapal tengah melintasi Selat Malaka pada Jumat (5/6), demikian keterangan kementerian.

Setelah tujuh jam mengapung di lautan, Andry dan Reynalfi kemudian diselamatkan oleh nelayan sekitar Tanjung Balai Karimun, Kepulauan Riau, pada Sabtu (6/6) dini hari dan langsung dilaporkan ke kepolisian setempat.

“Mereka saat ini berada di Polisi Sektor Tebing Karimun. Kondisinya sehat. Kita masih mendalami kasus ini lebih lanjut bekerja sama dengan pihak Polri,” kata Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, dalam jumpa pers, Rabu.

Fenny, istri Andry, mengatakan suaminya berangkat dengan bantuan agen perekrut bernama Syafrudin dari PT Duta Putra Group di Pematang Siantar, Sumatra Utara.

Ketika itu Andry dijanjikan untuk bekerja di salah satu perusahaan asal Korea Selatan dengan puluhan juta per bulan. “Namun kenyataannya, Mas Andry malah diberangkatkan ke kapal Cina,” kata Fenny dalam sebuah diskusi daring yang digelar Destructive Fishing Watch (DFW) Indonesia, lembaga nonprofit pembela hak pekerja di laut, pada Rabu.

DFW Indonesia mencatat insiden loncatnya dua pelaut Indonesia sebagai insiden keenam dalam delapan bulan terakhir yang melibatkan kapal penangkap ikan berbendera Cina.

Dari enam insiden tersebut, sambung laporan DFW, tujuh ABK dilaporkan meninggal dunia saat dan setelah bekerja.

DFW mengatakan , Andry juga sempat diminta untuk menyetorkan uang masing-masing sebesar Rp50 juta kepada Syafrudin sebelum diberangkatkan bekerja ke luar negeri.

“Sejak berangkat tanggal 24 Januari 2020, mereka tidak pernah menerima upah dari perusahaan perekrut,” ucap Koordinator DFW Indonesia, Mohammad Abdi Suhufan.

Abdi menambahkan, selain mengalami penipuan, kedua ABK juga mengalami beragam intimidasi seperti dimaki-maki dengan kata kasar, dipaksa tetap bekerja pada jam istirahat, hingga kekerasan fisik seperti ditendang.

“Ponsel juga disita sehingga tidak pernah bisa berkomunikasi dengan keluarga,” tukasnya.

Ketua Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Benny Ramdhani, mengatakan pihaknya akan menempatkan kedua ABK tersebut di tempat penampungan sementara di Tanjung Balai Karimun selama proses pemeriksaan kepolisian berlangsung.

“Kami sudah siapkan shelter sementara untuk mereka,” kata Benny kepada BenarNews.

Benny turut memastikan bahwa pihaknya juga akan membawa laporan kedua ABK ini untuk ditindaklanjuti ke Bareskrim Polri sebagai bagian dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).

“Saya sudah minta laporan perwakilan BP2MI yang mendampingi untuk menjadi dasar laporan ke Bareskrim,” ucapnya.

Penyelidikan di Cina

Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, turut menyampaikan, sepanjang 2019, Kemlu mencatat terdapat 1.095 kasus kekerasan dan perbudakan yang dialami pelaut Indonesia dan kebanyakannya bekerja untuk kapal penangkap ikan di dalam dan luar negeri.

Judha tidak mendetailkan negara mana saja asal kapal penangkap ikan yang paling banyak melakukan kekerasan dan perbudakan terhadap para nelayan Indonesia.

Judha mengaku telah mendapatkan konfirmasi dari pihak Cina bahwa kasus dugaan kerja paksa yang dialami pekerja kapal dari Indonesia tengah diselidiki oleh otoritas terkait di Beijing.

“Tapi kami belum mendapatkan update lebih lanjut mengenai hasil penyelidikan tersebut,” kata Judha.

Pihak Kedutaan Cina di Jakarta tidak merespons pertanyaan BenarNews terkait penyelidikan tersebut.

Kendati begitu, Judha menyatakan sebagian besar ABK dari Indonesia yang bekerja di kapal ikan berangkat dengan proses rekrutmen tidak resmi, sehingga mereka sulit mendapat perlindungan karena berstatus pekerja ilegal.

“Kalau kita ingin memberikan perlindungan yang lebih baik, maka harus dimulai sejak awal perekrutan. Dan perlu kita pahami bahwa awak kapal perikanan kita banyak yang berangkat tidak melalui prosedur,” kata Judha seraya menambahkan persoalan ini tidak mungkin selesai dengan moratorium ABK di kapal asing.

Tujuh ABK meninggal

DFW-Indonesia mengatakan dalam 8 bulan terakjir tujuh ABK dilaporkan meninggal dunia saat dan setelah bekerja di kapal Cina.

Kasus pertama terjadi pada ABK bernama Taufik Ubaidilah asal Jawa Tengah yang meninggal di atas kapal Fu Yuan Yu 1218 dan dilarung ke laut pada November 2019.

Taufik diketahui berangkat dengan bantuan PT Mandiri Tunggal Mandiri, perusahaan perekrut yang juga memberangkatkan dua korban meninggal dunia lainnya, Herdianto yang bekerja di Kapal Luqing Yuan Yu 623 dan Eko Haryanto yang bekerja di kapal Xianggang Xinhai.

Jenazah Herdianto dilarung di perairan Somalia pada awal Januari 2020, dan Eko Haryanto meninggal dunia di atas kapal nelayan Pakistan setelah dipindahkan secara sepihak oleh nakhoda Xianggang Xinhai.

Adapun empat korban lainnya adalah Sepri, Al Fatah dan Ari yang meninggal dunia karena sakit dan dilarung dari kapal Long Xing 629 pada rentang waktu Desember 2019 dan Maret 2020, sementara Efendi Pasaribu, ABK yang juga bekerja di kapal sama, meninggal dunia setelah berlabuh di Busan, Korea Selatan.

“Atas kejadian dan kasus yang menimpa ABK, DFW-Indonesia meminta aparat penegak hukum Indonesia melakukan upaya dan tindakan penegakan hukum kepada pihak yang secara langsung dan tidak langsung terlibat,” tukas Abdi.

Kepolisian Daerah Jawa Tengah telah menetapkan dua agen perekrut dari PT MTB yang memberangkatkan ABK di Kapal Luqing Yuan Yu 623 sebagai tersangka pidana perdagangan orang.

Tiga tersangka lainnya juga ditetapkan kepada tiga agen perekrut yang memberangkatkan ABK di kapal Long Xing 629 oleh Bareskrim Polri.

Proses hukum kepada lima tersangka masih dalam tahapan pemeriksaan untuk kelengkapan berkas sebelum diserahkan ke jaksa penuntut umum.

“Sampai sekarang penyidik masih melengkapi berkas perkara tersangka yang sudah ditangkap dan secepatnya diserahkan tahap 1 ke JPU,” kata Karo Penmas Polri Brigjen Awi Setiyono dalam keterangan persnya.

Awi turut menambahkan, pihak kepolisian juga tengah mengumpulkan bukti-bukti untuk menjerat tersangka lainnya.

Komentar

Silakan memberikan komentar Anda dalam bentuk teks. Komentar akan mendapat persetujuan Moderator dan mungkin akan diedit disesuaikan dengan Ketentuan Penggunaan. BeritaBenar. Komentar tidak akan terlihat langsung pada waktu yang sama. BeritaBenar tidak bertanggung jawab terhadap isi komentar Anda. Dalam menulis komentar harap menghargai pandangan orang lain dan berdasarkan pada fakta.